tag:blogger.com,1999:blog-35802083244725652712024-03-13T09:53:39.841+07:00Citra D. Vresti TrisnaCitra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.comBlogger231125tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-44887135637567802022023-11-29T21:23:00.002+07:002023-11-29T21:23:48.991+07:00Quote<p><i><span style="font-family: times; font-size: medium;">“Kematian satu orang adalah tragedi dan kematian jutaan orang adalah statistik.”<span class="Apple-converted-space"> </span></span></i></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Bukan Joseph Stalin yang menulis kata-kata itu. Lalu siapa? Quote bengis itu sudah ada jauh sebelum tangan diktator berjuluk Koba itu mulai <i>lanyah </i>menandatangani surat eksekusi mati semua lawan partai.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Ada yang bilang Washington Post sudah menulis quote itu sejak 1947.</span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Tak jelas siapa yang mengatakan atau menulisnya. Yang jelas, quote itu tidak mungkin lahir di kedai kopi yang tenang. Quote itu mungkin lahir dari orang, kerumunan dan masyarakat yang punya refren soal pembantaian.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Ya, pada suatu masa ketika pembunuhan di Soviet bukan lagi soal kualitas, tapi kuantitas; mengeliminasi jutaan orang “berbeda” yang masuk kategori “derajat satu” (tembak mati). Saat itu negara komunis perlu tumbal dari orang yang masih punya cita-cita dipimpin kerajaan. Tumpukan mayat para tuan tanah, keluarga Tsar, mantan aparat yang loyal dengan kerajaan masa silam dan setiap orang yang dianggap bersebrangan adalah fondasi yang kuat untuk memastikan kemenangan revolusi benar-benar mutlak.</span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Washington Post juga tak bersih-bersih amat imajinasinya soal “penyembelihan” atas nama minyak. Dan kita bisa terang-terangan atau malu-malu menyebut “penyembelihan cepat” itu dengan kata Amerika. Gelandangan Eropa yang terlahir sebagai koboi itu bisa dengan santai menembaki bangsa kulit merah sembari berkuda. Penduduk asli Amerika itu terus ditipu, diburu, disiksa. Mereka dibantai dan bahkan tanpa sempat tercatat angka statistik.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Mencari siapa pengarang kata-kata mengerikan itu dengan memilih negara yang punya pengalaman soal pembantaian, Jerman bisa jadi pilihan.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Jerman pernah menghasilkan pegawai rendahan bermental raja tega. Ada orang-orang yang bersedia bekerja lembur dengan upah murah untuk pekerjaan menggiring puluhan Yahudi, penderita gangguan cacat mental dan para gipsi ke kamar gas untuk dibantai. Konon, Yahudi yang telah jadi mayat itu pada akhirnya dicatat dalam daftar dan angka statistik yang dingin.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Negara mana yang tak punya sejarah pembantaian? Sejarah Soviet dan Amerika sama-sama berdarah. Yang membedakan adalah dalih yang dibuat dan seberapa jantan untuk mengakuinya.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Lalu, siapa yang menulis quote itu? Tentu siapa saja bisa jadi penulisnya. Zionis Israel juga boleh-boleh saja merevisi quote itu setelah tak bosan-bosannya mengusir warga Palestina dan membantai mereka seperti binatang.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p2" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; text-indent: 7.1px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Atau bisa jadi kata-kata itu justru ditulis atau direvisi oleh Pemerintah Indonesia. Siapa? Apakah orang-orang di balik Jokowi? Ah, sudah jelas tidak mungkin. Kita semua tahu, tukang mebel asal solo itu jelas tak punya perangai Firaun atau Namrud.<span class="Apple-converted-space"> </span></span></p><p class="p3" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px; min-height: 14px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;"><br /></span></p><p class="p1" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px;"><b><span style="font-family: times; font-size: medium;">Citra D. Vresti Trisna</span></b></p><p class="p1" style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-position: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal; margin: 0px 0px 8px;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">29 November 2023</span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: times; font-size: medium;"><br /></span></div><br /><p></p>Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-55567876967890330052020-12-14T11:02:00.003+07:002020-12-14T17:10:24.533+07:00Peradaban Mesin dan “Kematian Tuhan”<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-family: times;"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"></span></i></span></p><blockquote><span style="font-family: times;"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Apa tugas semua
pendidikan tinggi?</span></i><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"> Mengubah manusia
menjadi mesin. Dengan cara apa? Dia harus belajar bagaimana merasa bosan.
’Bagaimana itu dicapai?’ Melalui konsep tugas.” Tulis Nietzsche dalam Twilight
of the Idols and the Anti-Christ. </span></i></span></blockquote><span style="font-family: times;"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></i></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Nietzsche memang sinis! Mungkin pada segala hal.
Juga pada dunia pendidikan yang pernah ia geluti: menjadi tenaga pengajar di
Universitas Basel, Swiss pada 1869. Sebelum ia bergelar doktor, ia telah diberi
rekomendasi oleh dosennya di Leipzig untuk mengajar di Basel. Ia pun mendapat
gelar doktor dari Leipzig tanpa melalui formalitas ujian. Dan ini adalah
sesuatu yang hampir mustahil terjadi di hari ini. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Melihat riwayat pendidikan Nietzsche, mungkin
tak banyak yang meragukan kecerdasan dan kecemerlangannya. Untuk itu, mustahil
ia tak menakar dan menghitung kembali aforisme yang ia tulis mengenai
pendidikan tinggi; sesuatu yang ia sebut “pengubah manusia menjadi mesin”.
Sedangkan istilah “manusia”, “pendidikan”, dan “mesin (robot)” memang begitu
dekat, klasik, meski tidak cukup mengherankan. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Di dalam lagu-lagu (progresif), pendidikan—apapun
jenjangnya—dikritik, dianggap sebagai cikal-bakal pembodohan terstruktur;
kemunduran yang gagal menjawab pertanyaan zaman. Bila dalam arus-arus perlawanan,
pendidikan dikritik; dipermasalahkan outputnya. Tapi, saya melihat kritik atas
pendidikan berangkat dari ketidakmampuan alumnus dunia pendidikan menentang
ketidakadilan, praktik perburuhan dan kapitalisme. Meski di sisi lain,
ketidakadilan perburuhan dan kapitalisme—jurang yang memperlebar jarak antara
kaya-miskin—justru diciptakan oleh alumnus dunia pendidikan itu sendiri. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Di hari ini, kritik itu telah lumrah. Bahkan
hampir di semua lapisan masyarakat pun tahu pendidikan telah dibabat dengan
kritik. Ia disebut-sebut sebagai bagian dari salah satu sektor kapitalisme yang
paling berbahaya. Dan kritik tetaplah kritik. Dan sekolah (baca: pabrik
pendirikan) tetap dibuka dan diserbu seperti biasanya sebagaimana tempat makan
McDonald’s yang baru dibuka di negara komunis yang bangkrut. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Ketika materialisme mencapai puncaknya dan
manusia kian dipisahkan dengan apa yang “sejati”, saat itu manusia bergerak
sebagaimana yang Nietzsche sebut: mesin. Manusia bergerak menjauhi dirinya
sendiri dan semakin tidak mengenal dirinya. Tapi, dalam jaring kejamnya dunia
perburuhan, sekolah sebagai pabrik buruh dituntut untuk merubah wajahnya. Bila
pada awalnya pendidikan tinggi mencetak manusia menjadi makhluk “universal”,
kini berubah menjadi makhluk “fakultatif”.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Apa ada perbedaan output pendidikan ini jadi
penting? Tentu tidak! Di mata masyarakat modern, manusia universal hanya akan
jadi penerus filsuf: cepat tua, tidak menarik dan banyak omong. Berbeda dengan
manusia fakultatif. Manusia jenis ini sangat baik dan efektif sebagai sekrup
kecil dalam mesin besar industri yang harganya murah bisa cepat diganti bila
membangkang dan aus. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Ketabahan sekrup-skrup kecil keluaran pendidikan
tinggi memang tidak lagi diragukan loyalitasnya. Kalau pada awalnya output
pendidikan tinggi “manusia universal” dipaksa menjadi sekrup, di mana mau tidak
mau mereka harus bertahan agar bisa melanjutkan hidup. Sekarang peminat
pendidikan tinggi sudah sejak mula-mula mendedikasikan dirinya untuk menjadi
sekrup, hidup sebagai sekrup sampai mati. Tidak jadi soal bila di tengah
perjalanan, nurani mereka bicara, lalu timbul pertentangan dalam dirinya dan
berakhir bunuh diri. Ini hanya nol koma nol sekian persen dari output
pendidikan tinggi yang ada. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Pilihan kata “mesin” pada aforisme Nietzsche,
bagi saya terbilang cukup tepat karena hanya mesin yang berjalan tanpa nurani. Agar
tak cepat-cepat tak tergantikan, buruh hari ini harus bisa lebih tabah, dingin
dan bisu melebihi mesin. Dan pelumas sekaligus pendingin mesin adalah upah
murah serta omong kosong yang manis tentang masa depan. Pelarian diri untuk
“buang hajat” ketika mesin telah dipanaskan jam kerja yang tidak masuk akal
juga telah disiapkan. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Hanya di lubang-lubang konsumerisme ini manusia
modern boleh bergulir. Keterikatan manusia dengan pola hidup konsumtif inilah
yang membuat para buruh ini selamanya terikat; selamanya menjadi mesin yang
kelak mati dalam kebosanan. Pendidikan tinggi jadi punya arti penting bagi para
industrialis yang sedang mencari buruh murah. Karena kurikulum yang ada saat
ini seolah tak punya urusan selain mencetak buruh-buruh murah. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Tidak heran bila pendidikan tinggi adalah
sebaik-baik pemberhentian manusia untuk menghancurkan martabat—derajat manusia
yang punya kaitan langsung dengan konsep Tuhan—sampai ke titik nadir. Alhasil
mesin-mesin yang lupa martabat ini dihilangkan kemandiriannya dan mengalami
ketergantungan serta hanya menginginkan dirinya untuk terus menjadi mesin
industri di segala level. Setelah martabat dan kemandirian punah, barulah
budaya baru “manusia modern” terbentuk. Dan setelah menjadi budaya, barulah peradaban
baru terbentuk.</span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Titik berat dari moncong bedil atas kritik
pendidikan tinggi terletak pada output. Tapi, kritik ini bukan lahir tanpa
serangan balik yang lebih nampak seperti olok-olok. Output pendidikan tinggi
yang melahirkan sistem canggih perbudakan manusia di balik sistem perburuhan
dianggap sebagai kecemerlangan berpikir, buah dari universitas. Kalau memang
olok-olok itu benar, tentu saya akan balik bertanya: pendidikan macam apa yang
sanggup menciptakan manusia pencetus sistem perbudakan yang sistematis?<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span></span></span></p><a name='more'></a><span style="font-family: times;"><br /></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Di aforisme yang lain, Nietzsche pernah
menyebut: “Tuhan telah mati, dan kita adalah pembunuhnya”. Saya tidak peduli
pada anggapan orang soal aforisme ini. Tapi, saya berbaik sangka, bila proses “pembunuhan
Tuhan” ini adalah sebuah proses tergantinya “kesejatian” menuju “tuhan baru
yang plastik”. Proses “pembunuhan Tuhan” ini berlangsung di hampir semua aspek
hidup manusia, termasuk pendidikan tinggi. Segala yang imateri dihilangkan,
termasuk martabat. Karena, konsep martabat—yang tidak sejalan dengan proses
meraup untung besar—harus dihabisi tanpa sisa. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Bagi manusia yang telah tamat martabatnya sejak
mula-mula, hanya soal waktu agar konsumen pendidikan tinggi dapat diupayakan
terus hidup tanpa jiwa. Dihilangkan rasa-pirasanya. Kebutuhan mereka didikte,
direedukasi mengenai apa yang primer dan skunder. Mereka diajarkan untuk hidup
dengan ekses dan menganggap ekses adalah hal yang lumrah. ”Inilah keberhasilan…
Berhasil itu bila usai sekolah, bekerja di kota, dan pulang ke rumah membawa
banyak kemewahan ke rumah.” Kata para
orang tua di kampung. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Inilah yang kemudian di sebut Baudrillard:
kelimpahruahan bukan lagi sesuatu yang jauh. Sesuatu yang kini menjadi begitu
dekat dan lumrah. Lebih dekat dari perjalanan ke gereja di hari minggu; lebih
dekat dari surau atau langgar di masa kecil yang tak letih mengajar anak-anak
soal kesederhanaan. Tapi, usai menginjak pendidikan tinggi semuanya jadi nihil
dan tanpa harga. Ya, saya saksikan parade ketercerabutan manusia dari puaknya
ini setiap momentum lebaran.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Lalu, apa Nietzsche sedang membaca masa depan?
Tidak! Bagi saya, ia hanya sedang kesal dengan apa yang ia lihat di zamannya.
Ia sedang tak enak hati dengan muka dunia yang dihitamkan sistem perburuhan,
kemalasan sebuah generasi. Ia sedang muak dengan kemunduran di bidangnya:
filologi; dengan sebuah filsafat di mana waktu itu tak banyak seorang pembaru,
seorang pemberontak yang bersedia menjadi “dinamit” sebagaimana dirinya. Juga
tidak lepas dengan kompleksitas hidupnya (cinta, persahabatan, dan keluarga)
yang juga tak kalah gelap dengan pikiran-pikirannya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Mungkin aforisme Nietzsche nampak mengerikan
usai buku ini ditulis. Tapi, saya pikir, lebih mengerikan lagi di hari ini:
sebuah zaman di mana manusia bukan lagi dipaksa menjadi mesin, tapi hidup dalam
peradaban mesin. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;"> </span></span></p>
<p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Citra D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="font-family: times;">Jakarta, 25 Januari 2020<o:p></o:p></span></span></i></p>
<p><span style="font-family: times;"><span style="font-size: 12pt; text-indent: 0.25in;"> Catatan: Pernah dimuat di Jurnal Faktual</span></span></p>Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-45245925479284813482020-12-14T10:48:00.002+07:002020-12-14T10:52:17.301+07:00Ziarah ke Sungai Besor<p><span style="font-size: medium;">Catatan: pernah dimuat di Koran Tempo 28 November 2020</span></p><p><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p class="MsoNormal"><b><span style="font-family: times; font-size: medium; line-height: 107%;"><span style="background-color: #fcff01;">Ziarah </span><o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>:
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">penyihir hex<o:p></o:p></i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">Kurang lebih seperti itu, di masa
depan aku akan melihat<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">diriku menangis sejak tiga ratus
tahun lalu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">Di bawah pohon mahoni, sore itu,
dadaku remuk<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">mengetahui hari itu adalah akhir
kisah. Aku benci caramu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">yang dengan jemari lentik menyelipkan
kembang<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">kamboja di telingamu-telingaku.
Lalu kata tak lagi saling silang<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">dan di jalanan buntu, rindu diketuk
bertalu-talu <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">Aku tetap menangis sekali lagi
ketika tiga ratus tahun lalu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">Kota jadi bentangan deret makam
ngelangut. Hari berjalan <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">di antara sisa bau kamboja
bercampur wangi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">skincare</i> <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">rambutmu yang setengah mati
kuingat. Apa kita telah selesai<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">ketika perjalanan hanya sakit
kepala dan doa ziarah dibacakan <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">lalu di sudut mana aku harus
bersembunyi dari kenang<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">yang senang membicarakanmu? <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">“Pergi saja dari kota ini agar
tiada bekas diriku di sini,” jawabmu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">Mungkin yang belum kujelaskan
padamu hanya tentang aku <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">dan kota ini sama-sama dibikin
dari debu kotor; deras alir sungai<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">otomotif yang kucintai melebihi
dirimu; sekumpulan mayat<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">di kotak kardus, jalan-jalan
tikus dan bisik pengantar jenazah<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">atau tentang mayat yang membeku
di mesin ATM<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">Kasih, apa yang harus kulakukan
bila semua mayat ini busuk, <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">menyatu dengan refren yang
telanjang? Apa mungkin kelak ada<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">cinta yang bahagia meski sudah
tidak lagi perawan?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">Sekarang mengapa kau diam tanpa
penjelasan, dan aku<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;">tetap menangis seperti tiga ratus
tahun lalu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="mso-bidi-font-weight: bold;">Jakarta, 2020</span></i><span style="mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium; mso-bidi-font-weight: bold;"><o:p> <span></span></o:p></span></p><a name='more'></a><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: times; font-size: medium; line-height: 115%;"><span style="background-color: #fcff01;">Ketika Ikan Sungai Besor Memburu</span><o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">jangan menikah di hari sabtu <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">kata ibu, ikan-ikan selalu cemburu di hari itu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">mereka mencintaimu segila deras alir sungai besor<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">dari gunung boker sampai ke laut tengah <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">namamu disebut, tapi kau tak kunjung pulang<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">mereka ingin menyusulmu ke bursa saham<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">tapi tak jadi, mereka teramat patuh<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">ikan-ikan adalah jelmaan dua ratus tentara daud <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">yang kelelahan mengejar orang amalek<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">nyawa dua ratus tentara ini menguap ke langit<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">lalu jatuh kembali ke bumi sebagai ikan <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">apa kau telah saksikan bola mata ikan-ikan itu?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">ada jurang yang dibikin dari cemburu tak sampai<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">dipisah keinginan atas darah dan tubuh korban<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">yang menggunung itu tercatat statistik<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">“aku ingin menikah di hari jumat, ibu!”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">tapi ibu hanya diam, mematung di dekat tungku<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">“terlambat! mereka telah tiba di kampung ini<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">dan sebentar lagi mengetuk pintu!”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><o:p><span style="font-family: times; font-size: medium;"> </span></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0in;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: times; font-size: medium;">Jakarta, 2020</span></i><o:p></o:p></p>Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-1346079625122674012020-12-03T14:05:00.003+07:002020-12-03T14:05:53.197+07:00Hikayat Pemburu Kijang<p> </p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Tubuhku sekaku batang pohon rubuh. Rambutku jadi daun</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Aku menempel pada batu berlumut lalu mengunci mulutku</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Raja jin pun tak kuasa mengacaukan tapa diamku</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">apalagi cucup lintah, sengat kelabang dan nyamuk hutan</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Punggungku dijahit rajah penangkal macan, ular dan teluh</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Air dari seribu sungai telah kuminum agar tubuhku setenang</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">batu; agar hatiku sejuk; darahku setenang air kali</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Kupastikan senapanku di posisi sempurna agar mesiu tak basah</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Hanya ujung jemari kubiarkan lentur. Agar bedil meletus sempurna</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">menyembur timah dan ciprat api ke pelipis kijang air</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Aku tetap bisu sampai ia tersentak kaget dan tersungkur</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">mencium tanah. Sebelum itu terjadi, aku pendamping </p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">kembang hutan yang mekar dan menguncup</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Aku temani kayu-kayu melapuk lalu hancur di tanah basah</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Biar tonggeret menjerit-jerit, aku diam. Biar seribu hantu hutan</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">meniup leherku yang terbuka, aku tetap batang pohon rubuh</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Aku menunggu ledakan batin bersama senapan lantak </p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Selebihnya diam. Membayar hutang dari segala yang terburu-buru</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">dengan mematung-bisu. Tak ada rumah, tubuh kekasih </p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">dan gelak tawa di warung tuak. Hanya bisu! Bisu! Dan bisu!</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Seperti hidup yang hanya perihal menunggu</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Setelah segalanya (mungkin) telah sempurna: jejak kaki,</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">kotoran segar dan bekas rumput yang tak habis dimakan</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">telah kusimpan di kepalaku, maka aku pun menunggu</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Aku tak ingin gagal di pertapaan singkat ini. Segala gerakan</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">adalah penghianatan atas laku. Ketidaksetiaan yang harus</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">dibayar dengan rasa malu yang panjang di warung-warung tuak</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Mataku kobar! Urat leher mengencang, tapi kukendalikan</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Mata itu kubidik, tepat. Pelatuk kuremas: senapan meletus</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Seekor kijang menjerit, sekarat dan tersungkur. Aku berlari </p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">mencabut parang siap menyembelih. Tak jadi kulakukan</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">Ternyata aku lebih sekarat dan mati dari seekor buruan</p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">2020</i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;"><br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">* Pernah dimuat di Koran Tempo edisi 6 Juni 2020</p>Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-58829892381278734192020-07-09T13:10:00.000+07:002020-07-09T13:10:02.612+07:00Jejak<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-indent: .25in;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxZKdGDw9NqvzmuAKhZLZyWaWsJSgLryYfKUl9znwTs3dw0hI0GRuAEGjFXR5LhuWP6ycFQ1CmoEIXa7fOUuzX2Aroz0bprW2VM6vEd_tnsJvjk-s8snAqSFEbxi0zus8nQ7ljEhTYJqA/s1600/IMG_20171203_052318.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxZKdGDw9NqvzmuAKhZLZyWaWsJSgLryYfKUl9znwTs3dw0hI0GRuAEGjFXR5LhuWP6ycFQ1CmoEIXa7fOUuzX2Aroz0bprW2VM6vEd_tnsJvjk-s8snAqSFEbxi0zus8nQ7ljEhTYJqA/s320/IMG_20171203_052318.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><b>POKOKNYA</b>
segala hal yang terkait dengan urusan jejak ini saya sudah kenyang,
habis-habisan, remuk dan ….<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Silahkan
sebutkan jejak yang sekiranya, menurut anda, belum pernah saya telusuri? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jejak
maling, jejak pipa air di gunung, jejak kasus, tikus, jejak kabel listrik yang
koyak, jejak kucing <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyolong</i> ikan, juga
cinta, rasa atau apa sajalah. Mungkin semua pernah. Seperti yang satu ini; soal
cinta misalnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bisa
dibilang untuk soal ini saya sudah terlalu kenyang menyusuri jejak “kekasih”. Terserah
jejak untuk cinta di level yang mana: dari yang paling memble sampai paling
durjana telah saya susuri jejaknya. Mungkin saat itu saya sedang mencari segala
yang harus saya pahami tapi terlewat. Atau mencari segala yang coba dihapus
atau yang terpaksa dihapus atau mungkin kekasih kita lupakan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mencari
jejak itu seperti sedang berburu. Dan seperti biasa, yang menjengkelkan saat
berburu adalah tak menemukan jejak-jejak segar. Setelah berhari-hari menerobos
gelap hutan dan kenangan, sejauh mata memandang hanya ada jejak lama yang
sebelumnya pernah didatangi. Tapi ironisnya, justru dari jejak lama itulah saya
menemukan wajah sendiri: menggigil, berteduh dan menunggu hujan reda. Sudah
jelas babak belur, masih saja belum kapok mengikuti jejak dan tersesat jauh ke
dalam hutan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Saya
ini kesurupan “api” macam apa?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Soal
“api” jenis apa, itu saya sendiri kurang yakin. Yang jelas, pencari jejak
semacam saya itu bisa terus hidup dan punya “api” karena tak lupa sarapan
ketika berburu. Jejak basah yang (sengaja-tak sengaja) ditinggalkan adalah
senikmat-nikmatnya sarapan. Dan puji syukur saya haturkan ke Gusti Allah yang
telah mentakdirkan ada hutan buatan penuh kubangan lumpur basah dan bau (baca:
medsos) bisa hadir di kehidupan manusia sudrun akhir zaman ini. Hutan jenis
inilah yang paling dinikmati pemburu jejak. Tekstur tanah yang berlumpur itu
membuat jejak buruan terlihat lebih jelas.</span></div>
<a name='more'></a> <o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Beribu
jejak yang terus saya endus tiap petang hingga gelap menyadarkan saya akan
sesuatu: perburuan hanya ada ketika manusia butuh; ada yang “belum selesai” dan
mungkin juga “tak pernah selesai”. Apa yang tak selesai? Entahlah, saya sendiri
juga tak tahu persis apa yang tak selesai. Dan adakah sesuatu yang benar-benar
selesai ketika kehidupan manusia itu sendiri terus berjalan? Apa yang sekiranya
bisa benar-benar selesai ketika manusia terus diperjalankan ke arah malam?
Mungkin “ketidaktahuan” manusia tentang akhir hidupnya dan gelapnya kemungkinan
apa yang terjadi lima menit mendatang membuat api perburuan itu terus menyala. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bacot
manusia boleh gaya-gayaan mengucapkan: selesai, damai, setuju, sepakat! Sementara
hati terus berjalin; kadang kencang kadang kendor. Dan kata: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">selesai</i> itu benar-benar “ilusi” selama
tiap langkah kita masih meninggalkan jejak; ketika manusia masih (merasa perlu)
merekam hidupnya di <i style="mso-bidi-font-style: normal;">timleline</i>. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mengapa
saya berburu jejak? Ya, karena memang ada sesuatu yang bisa saya telusuri. Kalau
jejak itu tak ada? Saya juga tak yakin apakah saya akan berhenti berburu. Mungkin
perburuan akan abadi, hanya cara berburu itu saja yang berbeda. Setelah sekian
lama berburu, pelan-pelan saya jadi tahu bila selain hidup jalan terus, kita belum
qo’it, masih ada penyedia lumpur basah, dan satu lagi yang penting: selalu ada
dendam yang harus dibayar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Meski,
di sisi lain, terkadang saya kerap mencemaskan hobi “berburu jejak” yang rutin
saya lakoni. Berburu jejak dan segala kenikmatannya nampak seperti panggilan
sambel terasi pedas, nasi mengepul, dengan lauk tempe goreng dan lalapan
kemangi: menggairahkan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jejak,
oh, jejak!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Betapa
menyedihkan hidup manusia di zaman ini. Sudah kepayahan dan terengah-engah
dikepung “objek”, manusia juga tak henti dikepung jejak. Saya takut kalau hidup
tak lagi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mung mampir ngombe</i>, tapi “mampir
berburu jejak”. Belum tuntas urusan manusia dengan jejak cinta dan segala masa
silam yang tak selesai, perburuan jadi lebih meningkat, ideologis dan
prinsipil. Jejak apa? Maaf saya geli menyebutnya: jejak digital. Kalau sudah
menyangkut soal ini, saya tak bisa omong banyak lagi. Dan betapa manusia hari
ini teramat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kemaruk</i> dengan jejak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Seperti
halnya dengan yang dialami oleh seorang ustad HTI. Gara-gara salah waktu
mengutip ayat membuat ia harus dibongkar-bongkar masa lalunya. Segala jejak
digital dari ceramah soal khilafah dan negara yang kebetulan terekam di medsos dimunculkan
kembali lantas dibenturkan dengan penyataannya hari ini tentang bela pancasila.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Di
lain pihak, ada yang mencari jejak digital juru bicara kepresidenan yang dulu sangat
bersikeras mengharuskan Indonesia menerapkan sistem khilafah tiba-tiba jadi
penjilat Jokowi yang setia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Nah,
para pencari jejak, kalau sudah ketemu jejak itu lantas kalian mau apa? Setelah
kepingan jejak itu dipajang-pajang sebagai alat perang, kalian mau apa? Bolehkah
saya tau siapa yang menang di antara kalian? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau
memang tujuan dari jejak digital adalah untuk hal semacam ini, maka baiklah,
cukup tahu saja bila sekelompok orang di twitter hari ini memang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndak</i> pernah mau berbaik sangka. Dan tidak
masalah sebenarnya kalau misalkan cap munafik dan penipu lebih pantas diberikan
pada seseorang ketimbang berpikir bila manusia itu bergulir; kesadaran manusia
itu tumbuh per detik; keimanan mereka naik-turun; pengalaman mereka terus
bertambah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tapi
sejak dulu, “jejak” (sambel trasi) itu lebih menarik ketimbang berdamai; kepo
itu lebih menarik ketimbang cuek. Tapi, ya, sudah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndak</i> apa-apa. Karena saya juga seperti itu. Hanya saja bedanya saya
jauh lebih buruk ketimbang Anda. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kandang Babi, 9 Juli 2020<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Citra D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 12.0pt;">
<br /></div>
<br /><br />
<br />
<br />
Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-56887488013184551642020-05-11T19:59:00.003+07:002020-05-11T19:59:48.844+07:00Revolusi<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWa4rCJg_q7B_rwcaTSmLSmNw3QhISaaAlLbunyO7RwybMh4U4FhqajX2GpjTVku3llctBi5u7PmqiRUqhAqa2IEcTUOB6m8iopcB6qv7K_m-OXic5Uu7ufN-i6UpotZGm89J4nKWRdSA/s1600/_DSC2173.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1060" data-original-width="1600" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWa4rCJg_q7B_rwcaTSmLSmNw3QhISaaAlLbunyO7RwybMh4U4FhqajX2GpjTVku3llctBi5u7PmqiRUqhAqa2IEcTUOB6m8iopcB6qv7K_m-OXic5Uu7ufN-i6UpotZGm89J4nKWRdSA/s400/_DSC2173.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bila revolusi itu omong kosong, rebahan saja sambil ngeteh </td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pukul dua dini hari.
Beberapa orang pasukan yang dikepalai oleh Mikhailovich Yurovsky membangunkan
Tsar Nicholas II dan keluarganya dari tidur. Setelah disuruh berpakaian rapi,
Nicholas sekeluarga dibawa ke ruang bawah tanah. Untuk meredakan kecemasan,
salah seorang pasukan mengatakan, mereka diperintah mengamankan Nicholas dan
keluarganya dari tentara Bolshewik yang hampir mengepung Yekaterinburg.
Nicholas sadar Dinasti Romanov telah tamat usai Revolusi Februari 1917, tapi ia
dan keluarganya tak tahu bakal dieksekusi dini hari itu juga. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Setelah Nicholas dan
seluruh keluarganya berkumpul, mereka berjalan ke ruang bawah tanah. Menurut
penuturan Yorovsky, Nicholas turun ke ruang bawah tanah menggendong Alexei,
putra bungsunya. Di ruang bawah tanah terjadi kegaduhan yang tidak perlu. Ratu
Alexandra mengeluh lantaran tidak ada kursi untuk duduk. Yorovsky pun
memberikan dua buah kursi. Setelah Alexandra dan Alexei duduk, para eksekutor
masuk ke dalam ruangan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Yorovsky memecah
kebuntuan dan kebingungan seluruh keluaga Nicholas di ruang bawah tanah. Dengan
tenang ia mengumumkan bahwa Nicholas dan keluarganya telah dijatuhi hukuman
mati oleh Deputi Pekerja Soviet Ural. Kebingungan memang mereda, digantikan
kecemasan dan jutaan pertanyaan di kepala. Nicholas masih terkejut dengan apa
yang baru ia dengar. Tapi, Yurovsky kembali mengulang istruksinya dan langsung
menembak Nicholas dan diikuti oleh seluruh pasukan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Lima butir peluru
bersarang di dada Nicholas. Empat orang putrinya Tatiana, Anastasia, Olga dan Maria
tak langsung tewas lantaran peluru yang ditembakkan prajurit itu tertahan oleh
perhiasan di balik korset. Para prajurit itu mengambil inisiatif. Empat orang
itu ditikam dengan bayonet dan ditembak kepalanya dari jarak dekat. Polisi
Bolshevik juga ambil bagian untuk mengeksekusi pelayan, sopir, juru masak dan
dokter keluarga. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"></span></div>
<a name='more'></a><br /><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ini yang disebut Lenin
sebagai re-vo-lu-si. Sebuah siklus! Dan mungkin memang harus seperti itu.
Sebagaimana sejarah di berbagai belahan dunia: tak boleh ada sisa usai revolusi
dipekikkan. Yang boleh bersisa hanya penuturan para algojo, yang tentu saja
berdasarkan versi mereka. Ya, dalam hal ini, semua yang bersisa dari kekaisaran
Soviet harus lenyap agar pengganti kekuasaan itu tak dihantui mimpi buruk. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menyisakan orang lama
usai kekuasaan baru berdiri tak ada bedanya dengan menyimpan bom waktu di saku
jas. Mungkin revolusi baru dianggap selesai hanya setelah perintah eksekusi
mati turun untuk satu keluarga.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Upaya penggulingan
kekuasaan Tsar memang bukan hanya sekali itu terjadi. Sebelumnya, kakak lenin,
seorang preman kecil yang militan, juga sempat menjajal Tsar. Tapi, preman
tetaplah preman. Mereka gegabah, tak didukung rakyat, tak pandai membaca
kondisi dan alhasil berakhir di tiang gantungan. Melihat apa yang menimpa
kakaknya, Lenin hanya berkata: saya tak akan seperti itu. Ia membuktikan
kata-katanya. Ia melenyapkan Tsar dengan dingin, di momentum yang tepat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sebagai seseorang yang
cerdas, ia membakukan ajaran Karl Marx menjadi komunisme. Kecerdasannya sebagai
seorang pembelajar membuatnya mampu berpikir <i style="mso-bidi-font-style: normal;">radix</i>, ke akar-akarnya. Pun batu pertama kekuasaannya, ia benamkan
dalam-dalam di kepala rakyatnya. Greja dan agama</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">—yang sebelumnya jadi penghalang dan
bersekongkol dengan kekaisaran—disingkirkan tanpa sisa. Proyek anti Tuhan
dimulai dan sejarah pun berganti. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bagi pemuda, revolusi adalah sesuatu yang
menggairahkan. Tapi, menjelang tua, revolusi jadi hantu yang mengerikan. Di
Indonesia pun, revolusi disebut-sebut dengan berbagai istilah. Salah satu
momentum yang disebut revolusi mungkin ketika Soeharto (dianggap) telah
”digulingkan”. Meski kita masih malu-malu menyebut Soeharto ”mundur”. Lebih-lebih
teramat malu untuk mengakui: Soeharto tak takut pada mahasiswa, tapi sedih
ketika rakyat mulai menjarah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Baiklah, jujur ada rasa sungkan untuk tidak
menganggap lengsernya Soeharto sebagai bagian dari revolusi. Mungkin tidak
berdarah-darah sebagaimana yang terjadi di Soviet. Tidak ada keluarga yang
dibangunkan dini hari untuk dieksekusi. Sampai kini pun tak satu periode pun di
pemerintahan berani mengusik keluarga cendana. Hal ini yang membuat saya
teringat dengan seorang kawan lama. Ia pernah berkata, ”revolusi tanpa tumbal
darah penguasa sebelumnya bakal jadi tulah bagi rakyat.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Mungkin kawan saya berlebihan. Tapi, seandainya
itu benar, apa rakyat yang sampai hari ini terus sengsara adalah buah dari
tulah dari revolusi yang tak selesai dan menyisakan ampas (baca: Golkar)? Golkar
memang belum tumbang sampai sekarang, tetap ikut pemilu, dan yang terpenting
adalah tetap menyusahkan. Lalu, bagaimana dengan PDIP? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Masih berangkat soal tulah revolusi, saya jadi
berpikir: apa jadinya negara ini seandainya pergantian orla ke orba diwarnai
kejadian serupa di Soviet seratus satu tahun silam? Apakah saat itu, Soeharto
sedang menyimpan bom waktu di pecinya. Dan </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Megawati selaku garis
keturunan Soekarno yang masih menyimpan api dan luka sejarah dan doyan omong
revolusi itu, saya kira, perlu menyepi sejenak. Ia perlu menakar apakah PDIP
hari ini tak lebih orba dari sebelumnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ya, pada akhirnya, revolusi</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">—</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">berdarah
atau tidak; selesai atau tidak</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">—tetap saja seperti omong kosong yang terdengar merdu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p><br /></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Citra D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Jakarta, 19 Juli 2019</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pernah
dimuat di Jurnal Faktual<o:p></o:p></span></i></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-22362363968559904062020-05-08T19:53:00.000+07:002020-05-08T19:57:04.847+07:00Klenik<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihVTDVNhUCPe1z2BBBUpGITXeH3C1ycANxaQDUyW0WqxELeQesWzBWZgiiAYvIBitxQrRnbEt3816z0l_GEOYi0RbmTSaccgcEGpcRZXNm62TLQiYq5eP6DUWjZnK7vW2TFSWMQMJ5Kxw/s1600/IMG_0062.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihVTDVNhUCPe1z2BBBUpGITXeH3C1ycANxaQDUyW0WqxELeQesWzBWZgiiAYvIBitxQrRnbEt3816z0l_GEOYi0RbmTSaccgcEGpcRZXNm62TLQiYq5eP6DUWjZnK7vW2TFSWMQMJ5Kxw/s320/IMG_0062.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kiri: Alm Mbah Bambang & Gus Be</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Ia menyodorkan tangan pada saya dan
memperkenalkan diri. ”Saya, Bambang. Sudah dua tahun lebih tinggal di sini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Ia mengaku ingin menghabiskan usia
senjanya di Tampuono, pos dua pendakian Gunung Arjuna via Purwosari, Pasuruan.
Sehari-hari, kakek asal Lumajang ini hidup di pondokan kecil yang dibangun oleh
masyarakat dan pertapa. Di tempat itu terdapat beberapa pondokan kecil tak
berpintu dan dibangun berjajar. Ada juga beberapa bangunan yang dipakai untuk
ritual. Konon, pondokan itu dibangun oleh beberapa ”alumnus” Arjuna yang telah
sukses usai menempuh ritual.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">”Ya, terserah kalau tidak percaya,
pondokan ini tambah banyak. Berarti makin banyak orang yang berhasil setelah
pulang dari sini lalu membangun pondok,” ujarnya. Dan saya lihat memang
pondokan di sini memang makin banyak dibanding sebelumnya waktu saya ke sini. Selain
membangun pondokan kayu, pondok ini juga dilengkapi dengan berbagai peralatan
yang bisa dipakai dengan gratis, mulai alat dapur, jaket tebal penghangat,
sarung dan alat-alat untuk berkebun.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Kehidupan di pondokan ini terbilang
cukup komunal. Mereka bisa berbagi rokok, makanan, saling membantu memotong
kayu bakar untuk memasak. Dan di hari yang dianggap keramat, para pertapa itu
biasa melakukan ritual sendiri-sendiri dan ada juga yang bersama-sama, dipimpin
oleh orang yang dianggap paling sakti di antara mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Ketika aku tanya apa tujuan Bambang
menghabiskan usia tua di pondokan Tampuono, ketika banyak orang ingin mati di
rumah bersama keluarga, ia enggan menjawab. Tapi, sebelum saya melanjutkan
perjalanan ia baru mau bicara: ”ketenangan, mas,” katanya, ”apa lagi yang
diharapkan orang tua seperti saya. Mungkin kalau yang muda, itu ada yang cari
kaya, ada juga yang cari ilmu dan juga tirakat,” lanjutnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Bambang tua hanya turun dari
pondokan itu hanya bila membeli bahan makanan di Desa Tambak Watu, desa
terakhir di kaki gunung. Selain itu, ia juga akan turun bila tokoh spiritual
dari Kostrad (yang ia anggap guru) dan juga beberapa orang anggota aktif
berkunjung ke sana untuk latihan. Yang saya ingat dari pria ini adalah
pengakuannya untuk tidak akan turun dan kembali ke kota, ke rumahnya. ”Saya
ingin mati, moksa, kalau mungkin gagal moksa, saya ingin dikubur di sini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
</div>
<a name='more'></a><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Meski suaranya terdengar mantap
ketika mengatakan itu, tapi saya lihat keraguan di sana. Wajahnya muram apabila
ia mencoba bercerita dan mengingat masa lalunya. Ekspresi itu yang membuat saya
berhenti masuk lebih dalam. Tapi, ia sendiri yang melanjutkan ceritanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Dua tahun lalu, usahanya gagal.
Mungkin ini salah satu alasan, ia dikucilkan keluarga besar dan ditinggalkan
istri dan anak-anaknya. Kata Mbah Bambang, bagi orang Tionghoa, tidak ada
toleransi untuk kegagalan yang sudah berkali-kali. Usai ditinggalkan
keluarganya pun ia tetap mencoba bangkit. Dan nihil! Jika akan bekerja ikut
orang pun, ia sudah tak sanggup karena sudah tua dan sering sakit-sakitan. Akhirnya
ia memanggil salah satu hal dalam ruang gelap hidupnya yang sudah lama tak
pernah diakui: klenik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Saya yakin Bambang tidak hanya
sendiri di gunung. Masih banyak Bambang yang lain yang juga putus asa, mereka
berserak mendiami tempat-tempat keramat lainnya. Apa yang dicari di tempat
keramat itu? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Ya, hidup hanya perburuan
tempat-tempat baru di mana seseorang dapat merasa menang dari sesuatu. Gagal di
satu tempat, berkemas, lalu pergi ke tempat lainnya yang memungkinkan ia
menang. Saya tak yakin Bambang tak ingin menang melawan sesuatu, atau
setidaknya ia melawan pengucilan keluarga besarnya dengan caranya sendiri:
menyepi. Meski begitu, di sepinya gunung, Bambang tua ingin bertarung dengan
siapa?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Ah, Bambang tua, inikah eskapismemu?
Bila sejak membuka mata orang-orang di luar diri kita mati-matian bersaing, kau
menyepi dan melawan semuanya dengan kebisuan waktu kau komat-kamit membaca
mantra dalam pemujaan. Saya tak bisa menyalahkan pilihan hidupmu. Tapi, saya
ingin bertanya: apakah klenik adalah titik pijak dari sebuah cara melawan arus,
atau justru membuat sungai sendiri? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Yang membuat saya sedikit senang, di
lingkaranmu kini, modernisme ditampar habis-habisan. Rasio yang sudah keriput,
dikalengkan di dalam kulkas. Pondokan yang kian bertambah dari waktu ke waktu,
saya pikir adalah bukti klenik juga bagian dari solusi meski setengah mati
pernah kita ingkari keberadaannya dalam diri kita. Atau mungkin juga baru bisa
kita akui setelah keputusasaan telah mengetuk pintu rumah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Di petilasan Eyang Semar, di atas
Tampuono, saya juga pernah menjumpai Mbah Soleh. Ia juga pertapa. Mungkin ia
sedikit berbeda dengan Mbah Bambang. Mbah Soleh cukup mapan hidupnya. Setelah
usahanya berjalan, ia memilih menyepi di pondokan di petilasan Eyang Semar.
Pada saya, ia tunjukkan sebuah emas batangan berbentuk persegi, lebih besar
dari bungkus korek kayu. Emas batangan itu terdapat ukiran burung garuda dan
sebuah gambar Soekarno.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz01ho1KtLhGA1mKvQ_bhEylbHj4dHJmTA2hpvbpXxnGP2Y2absm5knRjsJ3uVsK7ildbImPxrMBERUurwjOndaKBQboXC4D3tcrXDpNdawoFpE04F3RHwXN2N3YE2wguVCx6tKhA_ej4/s1600/DCAM0056.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="800" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz01ho1KtLhGA1mKvQ_bhEylbHj4dHJmTA2hpvbpXxnGP2Y2absm5knRjsJ3uVsK7ildbImPxrMBERUurwjOndaKBQboXC4D3tcrXDpNdawoFpE04F3RHwXN2N3YE2wguVCx6tKhA_ej4/s320/DCAM0056.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tengah: Mbah Soleh</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRkH8DPQiOsM4cjfPErZz1e_gsDaBenE0mb6fbzIOBKc7lXwYIMAydEOSsrJOMPzxwtYEsTSafQotRncV2bN1g4AkG5SNWhW6KlO1vwPZN9GEbT_2w8XeDVsw4lKt05ry85uBYlcXFf1w/s1600/DCAM0062.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="800" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRkH8DPQiOsM4cjfPErZz1e_gsDaBenE0mb6fbzIOBKc7lXwYIMAydEOSsrJOMPzxwtYEsTSafQotRncV2bN1g4AkG5SNWhW6KlO1vwPZN9GEbT_2w8XeDVsw4lKt05ry85uBYlcXFf1w/s320/DCAM0062.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Emas Soekarno</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen='allowfullscreen' webkitallowfullscreen='webkitallowfullscreen' mozallowfullscreen='mozallowfullscreen' width='320' height='266' src='https://www.blogger.com/video.g?token=AD6v5dysGPxtLGtrFdK7PPNkkXIt6v5cVuv2xVKMHTZvqWM3eU-PrYL5zt-1Dgkouc6ctkaXCdgRhm3wC2qAMhwlsg' class='b-hbp-video b-uploaded' frameborder='0'></iframe></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sak
mantun’e dicekel ndas kulo kaleh Eyang Semar</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kulo diparingi niki </i>(setelah kepala saya dipegang Eyang Semar, saya
diberi ini),” kata Mbah Soleh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Saya hanya bisa menelan ludah. Benar-salah
kata-katanya, saya tak tahu persis. Dia sudah kaya sekarang, pikir saya. ”Ini
bukan untuk saya. Nanti saya akan gandeng orang yang punya pondok dan membangun
lagi. Saya belikan meja kursi dan keperluan lainnya. Kalau pondoknya sudah
jalan, saya berikan pondok itu ke dia,” katanya, masih dengan bahasa Jawa
halus. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Mbah Soleh terus mengatakan
pentingnya menjadi semar untuk menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pamomong</i>.
Di sini, saya menemukan klenik memang tak sejalan dengan pencapaian-pencapaian
di dunia ”nyata”, dunia modern. Pencapaian dalam konteks ini tidak serakah dan
ingin menguasai. Mungkin ini sebuah kemuliaan yang selamanya bakal dipandang
sebagai kenaifan menjalani hidup. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Di Makutoromo, di atas petilasan
Eyang Semar, saya juga saksikan puluhan anak muda mengelilingi seorang pertapa.
Mereka datang rombongan bersama pertapa yang dianggap guru. Mungkin usia mereka
ada yang sepantaran dengan saya. Di sebuah sore, beberapa di antara mereka
bertukar cerita dengan saya. Semuanya berangkat dari putus asa. Di antara
mereka ingin sembuh dari luka ditinggal istri, ada yang ingin kaya, ingin
mendapat ilmu yang pilih tanding. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Mendengar mereka berkisah, saya raba
sendiri luka di kedalaman saya. Apakah saya selayaknya masuk dalam rombongan
mereka? Atau mungin anda, para pembaca yang budiman, juga bagian dari mereka?
Bila hari ini anda menolak masuk dalam rombongan klenik, mengapa tak mencoba
memastikan berapa banyak pondokan lagi yang telah dibangun oleh orang sukses
eks Arjuna? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Kalau malu datang ke gunung ini
sebagai peserta klenik dan anda ingin membuktikan dengan cara lebih akademik,
silahkan saja. Sekali waktu, buatlah riset mengenai berapa banyak pegawai
rendahan yang tiba-tiba diajak bosnya wisata ke Gunung Kawi untuk didaftarkan jadi
tumbal pesugihan. Apakah para bos besar perusahaan itu juga berangkat dari
keputusasaan? Apakah kadar keputusasaan mereka setara dengan Bambang tua? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Ah, Mbah Bambang, mohon maaf saya
tak bisa datang ketika kau meninggal. Meski benar kau mati di sana, maaf tak
bisa mengupayakan kau dikubur dan dikenang di Arjuna. Tapi, tenang saja.
Setidaknya saya mengenang dan memonumenkanmu di hati dan ingatan saja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Mbah Bambamg, Al Fatihah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Citra
D. Vresti Trisna</span></b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Jakarta,
15 Juli 2019<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Pernah
dipublikasikan di Jurnal Faktual<o:p></o:p></span></i></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-30715777676169801632020-05-01T01:06:00.001+07:002020-05-01T01:06:45.854+07:00Konsumsi dan Ketololan Kita di Media Sosial<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Konsep-Konsep
’lingkungan hidup’, ’suasana’ barangkali hanyalah sebuah mode baru sejak kita
hidup dengan dangkal jauh dari orang lain, jauh dari kehadiran mereka, obrolan
mereka,” kata Jean Baudrillard dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Le societe
de consommtion.</i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Benarkah waktu itu
(ketika buku ini ditulis) masyarakat Eropa sedang berpura-pura hidup beradab
dan elegan? Baudrillard tak menyangkal itu! Sebuah situasi di mana orang-orang
jadi seperti batu yang bergulir, tapi tetap berlumut. Manusia hidup dengan
lancung. Kelimpahruahan objek menyebabkan masyarakat Eropa jadi sangat sopan,
berhati-hati tapi abai dengan hidup orang lain. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Meski pada akhirnya,
Baudrillard mengakui beraneka kepalsuan dengan berkata lantang: ”kita hidup di
bawah pandangan bisu tentang objek yang lembut, menipu dan selalu berulang.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mungkin inilah
satu-satunya cara memisahkan manusia dari Tuhan meski setiap minggu mereka
mendatangi gereja. Konon, perdagangan tak akan meraup banyak untung bila
manusia masih memperhitungkan Tuhan sebagai ”batasan”. Selubung gelap produk
dengan beraneka mitos di dalamnya tak akan laku ketika manusia mengenal
kebutuhannya yang sejati. Kebutuhan untuk hidup yang paling sejati diperoleh
melalui interaksi antar sesama manusia dalam selubung kemesraan, cinta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Memang benar bila
”kelimpahruahan objek” tak dapat dihindari karena ia adalah efek ke sekian dari
kebudayaan manusia. Ketika objek tak berhenti diproduksi, sementara kebutuhan
akan objek rendah bakal jadi kiamat kecil bagi industri yang sedang tumbuh pesat
dan tak ingin buru-buru bangkrut, hingga pada akhirnya sebelum mereka
memproduksi barang secara massal, perlu diciptakan sebuah iklim konsumsi yang
nyaman bagi masyarakat Eropa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Perselisihan pandang
antara agama dan industrialisasi telah terjadi sejak lama. Agama memandang para
industrialis adalah bayi tua yang selalu ”lapar” dan ingin dipuaskan. Sementara
para industrialis memandang agama adalah nilai-nilai lama yang kolot; mengajak
manusia jadi patung penuh sawang dan berdebu di pojok gereja. Dan ketika Eropa
dikuras habis, saat itulah para industrialis melirik ke timur.</span></div>
<a name='more'></a> <o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya kira, apa yang sebut
”barat melirik ke timur” bukan hanya perkara keagungan falsafah dan kedigdayaan
bangsa timur semata. Tapi, mungkin juga, keagungan kebudayaan dan falsafah
timur menjadikan orang-orangnya besar kepala. Mereka berpikir bila barat
melirik ke timur adalah murni proses belajar. Itu salah besar! Dan dari sinilah
petaka dimulai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sebelum manusia
digerakkan melakukan sesuatu, ia harus lebih dulu dibongkar isi kepalanya. Dan
untuk menuju ke sana, tentu saja butuh alat yang efektif dan tak bosan untuk
bertanya mengenai: apa yang mereka pikirkan terlebih dahulu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kenyataan yang
menyakitkan bagi orang timur adalah industrialis barat ingin membuat orang-orang
timur jadi gelandangan yang senang berbelanja. Dan hal ini butuh upaya yang
sistematis. Butuh waktu yang tidak sebentar. Luka paling membekas dari
penjajahan yang dialami bangsa-bangsa timur menjadi modal dasar kemenangan mega
proyek kapitalisme di timur. Penjajahan yang berlangsung lama meninggalkan rasa
lelah berkepanjangan, kehilangan orientasi hidup dan kehilangan jati diri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Penjajahan dengan bedil
sudah lama lewat. Tapi, penjajahan bersenjata hanya awal dari masuknya
penjajahan berikutnya yang juga tidak kalah mengerikan. Senjata yang
ditodongkan di kepala bangsa-bangsa jajahan hanya alat penjajah untuk mendikte
isi kepala bangsa jajahan. Setelah kehilangan identitas, bangsa-bangsa timur
menjadi manusia yang haus untuk mencari figur untuk ditiru. Mereka berbelanja
impian dan rela membayar mahal pada label-label yang dirasa mewakili kehidupan
mereka. Kontainer-kontainer berisi aneka mimpi dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">software</i> yang gagal terinstal di kepala orang-orang timur
menciptakan beraneka konsleting; menciptakan kekosongan di kepala dan hati
orang-orang timur. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kekosongan massal adalah titik
nol sebelum seseorang digerakkan menuju sesuatu. Agar jiwa-jiwa yang kosong ini
tidak mengorganisir diri dan saling menyembuhkan lewat interaksi sosial yang
sehat, saat itulah media sosial dibutuhkan. Terlebih bangsa timur tak dapat
hidup tanpa berinteraksi dengan orang lain. Tentu saja interaksi yang dibuat
harus palsu. Media sosial hanya sebuah ilusi optik murahan agar manusia
berpikir mereka telah menjalankan tugas kemanusiaan: melakukan interaksi
sosial. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang paling diharapkan media
sosial menggerakkan ”motivasi” seseorang. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Setelah lelah mencari
tahu ”siapa aku”, di saat yang bersamaan konsumen media sosial butuh identitas
sementara. Identitas itu tentu saja harus berkilau agar kekosongan dalam
dirinya tertutupi dan dianggap telah menjadi sesuatu. Untuk menuju ke sana,
seseorang harus berbelanja. Memilih diantara sekian banyak kelimpahruahan untuk
ditempelkan dan menjadi label dirinya. Tentu saja karena media sosial terus
bertanya: apa yang kita pikirkan dan orang lain (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">audience</i>) </span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">— yang juga mengalami kekosongan yang sama — menunggu kabar dari
kita. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Inilah puncak kepandiran! Media sosial tak
pernah mempersoalkan kesalahan jawaban kita. Ia bertanya apa yang kita
pikirkan, tapi kita jarang menjawab pertanyaan media sosial dengan benar. Kita
terus menciptakan kamuflase penutup kekosongan diri dengan terus berperilaku
konsumtif, terus berbelanja. Kita tak bosan mengisi sampah visual yang tolol
agar dianggap sesuatu. Dan sialnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">audience</i>
kita percaya. Mengapa? Karena mereka juga melakukan ketololan yang sama. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Jakarta, September 2019<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Citra D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nb: Pernah dimuat di
Jurnal Faktual</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></i></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-20569787882688156412020-04-29T05:14:00.003+07:002020-04-29T05:14:55.975+07:00Israel dan Bisnis<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFUIhjDY9e1JALKNCI942P_-lNtuA6t6mOBVHwoOtqNihKZNdVYY7Fe9p2UJMjSUPIWwwb7h0F_FW6drVcDf0quK596fY8KcgptyXmTSKNgyHMG9OJq2LJPmbNPTwll_nmndMIF0GC4OY/s1600/IMG-20161124-WA0007.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="780" data-original-width="1040" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFUIhjDY9e1JALKNCI942P_-lNtuA6t6mOBVHwoOtqNihKZNdVYY7Fe9p2UJMjSUPIWwwb7h0F_FW6drVcDf0quK596fY8KcgptyXmTSKNgyHMG9OJq2LJPmbNPTwll_nmndMIF0GC4OY/s320/IMG-20161124-WA0007.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Tujuh pengusaha
Indonesia melawat ke Israel akhir pekan lalu. Terdiri dari lima lelaki dan dua
perempuan,” kata Jarusalem Post. Kabarnya, pengusaha dari Kamar Dagang dan
Industri Indonesia (Kadin) melakukan penjajakan potensi kerja sama bisnis. Foto
Yoram Dvash, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">President of Israeli Diamond
Exchange </i>dan Mufti Hamka Hasan, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN) bidang Hubungan Timur Tengah dipajang besar-besar di media
itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Disebut bakal menjalin
kerjasama dagang dengan Israel, Mufti Hasan merasa perlu mengklarifikasi. Ia menampik
laporan Jarusalem Post. Menurut dia, Kadin diundang ke acara forum bisnis di
Palestina, bukan Israel. Klarifikasi inilah yang jadi penting buat saya. Mengapa
ia perlu memberikan klarifikasi atas kunjungan Kadin ke Israel? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Israel memang tidak salah
sebagai negara. Tapi, mungkin Israel salah sebagai Yahudi. Salah karena
Zionisme Israel</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">—</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">menegakkan identitas dan tanah air</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">—</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">yang
melatarbelakangi serangkaian kekejaman di Palestina. Selama darah tak berhenti
tumpah di Palestina, Israel</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> (sebagai identitas) </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">tidak pernah dilihat
secara adil. Bukankah tidak semua rakyat Israel minum darah anak-anak
Palestina; tidak semua warganya setuju atas pendudukan di Palestina. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sentimen, terserah dari
manapun asalnya, tetap punya sisi kejam. Ia menyebabkan seseorang atau
sekelompok orang jadi buta. Tak perlu membedakan Israel yang mana yang pro
pembantaian di Palestina, atau sebaliknya. Semua sama, tak perlu repot-repot
dibedakan. Keduanya hanya dilihat sebagai satu kesatuan: Israel biadab haus
darah! <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sentimen yang berangkat
dari keyakinan juga pernah memerahkan Eropa di tahun 1209, awal mula Perang
Salib Albigensian. Saat itu rombongan pasukan Katolik dengan mengatasnamakan
Tuhan dan dengan restu paus, membantai penganut sekte Katarisme tepat pada 22
Juli 1209 di Beziers, Prancis Selatan. Tak ada beda. Semua penduduk kota itu
dibantai habis, tak peduli di sana juga ada warga Katolik. Semua dibantai agar
tak ada yang pura-pura jadi Katolik dan setelah selamat kembali melakukan
bidaah. Ketakutan inilah yang membuat Kepala Biara mengatakan, ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">caedite eos. Novit enim Dominus qui sunt
eius</i>.” (Bunuh mereka semua karena Tuhan tahu mereka yang merupakan
pengikutnya). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"></span></div>
<a name='more'></a><br /><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Lalu bagaimana dengan
Israel? Bisakah dipilih mana yang baik dan tidak agar Indonesia dapat berteman?
Tentu saja tidak sesederhana itu bersahabat dengan sebuah negara. Semuanya
dikalkulasi dari berbagai aspek. Dan rakyat Indonesia yang juga marah atas
pendudukan Palestina, tak dapat membedakan dan menjamin Israel mana yang boleh
berteman. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sejak awal Indonesia
merdeka pun Bung Karno tak tertarik mengakui Israel, tak tertarik menjalani
hubungan diplomatik. Meski ketegangan ini sempat melunak di masa Orde Baru,
tapi hubungan diplomatik kedua negara tetap tak terealisasi. Pun di era Gusdur
menjabat. Dan saya pikir, Jokowi akan menunjukkan sikap yang sama bila tidak
ingin dikecam habis. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di mata konservatif
Islam, bersekutu dengan Israel akan sangat menyakiti rakyat Palestina. Tidak
ada yang meragukan solidaritas muslim Indonesia pada umat muslim di luar.
Serangkaian aksi biadab Israel ke Palestina melahirkan serangkaian aksi massa
menyerukan anti Israel dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">boycott</i>.
Meski solidaritas antar sesama muslim dari Indonesia untuk Palestina dan
beberapa umat muslim lainnya tetap menyisakan ironi yang tak selesai. Karena
keramahan dan solidaritas antar sesama muslim hanya berlaku ke luar, bukan ke
dalam. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seruan Al Quran untuk
mewaspadai kelicikan Yahudi masih dipegang teguh. Dan memang tidak ada yang
salah dengan seseorang yang memegang teguh keyakinan. Hanya inilah yang
dimiliki orang Indonesia</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">—</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">sesuatu yang kini dihajar habis-habisan dari dalam dan
luar</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">—menjalani hari-hari
yang berat</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Keyakinan dan agama adalah
sesuatu yang sensitif, tapi mungkin tidak untuk bisnis. Seperti halnya yang
pernah dikatakan Netanyahu tahun lalu, terkait kerjasama Indonesia dan Israel.
”Indonesia sangat penting bagi kami,” tuturnya. Bila Indonesia masih lebam
dadanya lantaran kebengisan yang terjadi di Palestina, lalu mengapa Netanyahu
menganggap Indonesia (Islam), sebagai sesuatu yang penting? Tidak hanya Israel,
berbagai negara di Asia juga menganggap bersahabat dengan Indonesia punya arti
penting. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hanya di Indonesia, angka
kemiskinan dan income per kapita hanya sekedar administrasi dan statistik. Para
ekonom boleh saja berspekulasi dan membuat analisa soal kemiskinan, tapi rakyat
tetap berbelanja. Berapa banyak rongsokan Cina, Jepang dan Eropa yang ludes di
sini. Keterbatasan ekonomi bukan penghalang rakyat untuk jadi konsumtif. Dua
ratus juta lebih penduduk inilah yang penting; 200 juta orang berbelanja:
membeli rongsokan yang tidak perlu. Entah sejak kapan ledakan populasi di
Indonesia dilihat sebagai laba yang menjanjikan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau Israel pun ingin
”bersahabat”, tentu saja Kadin harus lebih bersahabat, lebih bersaudara dengan
rakyat Indonesia. Karena Kadin adalah bagian dari rakyat sendiri. Permusuhan
dengan sisi konservatif rakyat Indonesia benar-benar tidak menguntungkan dalam
logika bisnis. Berapa banyak kerugian yang harus diderita ketika seruan ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">boycott</i>” nyaring terdengar di depan
kantor. Meski rakyat akan memaafkan dan kembali berbelanja, tapi antisipasi itu
perlu. Antisipasi diperlukan agar umur bisnis bisa panjang. Mungkin itu
sebabnya, Mufti Hasan perlu menampik laporan Jarusalem Post. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di sisi lain, apakah
caranya menampik Jarusalem Post adalah sesuatu yang berlebihan? Tidak juga! Ya,
silahkan merampok dan bikin onar di Indonesia, rakyat akan memaafkan. Tapi,
bila urusan keyakinan, sebaiknya lupakan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Citra
D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Jumat
Pon, 12 Juli 2019<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pernah
dimuat di Jurnal Faktual<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-48349292890800659152020-04-21T18:00:00.002+07:002020-04-21T18:35:08.559+07:00"Ramalan" Masa Depan dan Manusia Anti "Sampah"<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmuYp5yuINL35NvbKY5OkKQJGtyqULiBqGTJ3wl92-rFQs3CaWHVgwg5i-NyueJGbNJTPEo7kfsUGvhwcOsWyFSnV4K2u9VnmxHcSsOFFgNkQr6A9fr7c697yXg-7ex9eQcyrVLBOkUYE/s1600/_DSC1664.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1060" data-original-width="1600" height="211" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmuYp5yuINL35NvbKY5OkKQJGtyqULiBqGTJ3wl92-rFQs3CaWHVgwg5i-NyueJGbNJTPEo7kfsUGvhwcOsWyFSnV4K2u9VnmxHcSsOFFgNkQr6A9fr7c697yXg-7ex9eQcyrVLBOkUYE/s320/_DSC1664.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ini sampahnya...</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">(Perihal Mendengarkan
4)<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Konon “tulah” bagi manusia yang
menghibahkan dirinya menjadi keranjang sampah bagi manusia lainnya adalah
dihantui gambaran masa depan seumur hidup. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Benarkah
demikian?</span></i><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau sekarang ada yang bertanya:
mengapa semasa “muda”, saya suka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendem</i>?
Tentu saja akan saya jawab: mengendornya sedikit syaraf meredakan rasa takut
saya pada gambaran masa depan yang kelewat jauh dan nakal. Lalu, apakah saya
takut pada masa depan? Ya, tidak juga! Yang saya maksud dengan “takut” di sini
adalah gambaran masa depan yang datang lebih dulu ket</span><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.25in;">imbang realitasnya. Dan
yang mengerikan, gambaran itu benar-benar terjadi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Apakah saya menasbihkan diri
menjadi seorang futurolog? Tidak! Saya tidak punya potongan untuk itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Alanlisa saya amburadul, mata
saya terlalu minus untuk memelototi zaman. Hidung saya pun juga kerap
bermasalah dan akhir-akhir ini sering pilek dan terus <i style="mso-bidi-font-style: normal;">meler</i>. Jangankan untuk mengendus berbagai gejala di pikiran dan
hati lawan bicara, melacak bau bangkai tikus di departemen otak saya sendiri
saja susah. Lalu apa? Peramal? Nah ini apalagi! Kalau saya peramal tokcer dan
penebak angka buntutan berdarah dingin, tentu saja saya sudah sukses di berbagai
sekala perjudian hidup. Dan yang terpenting saya tidak harus menulis beraneka
catatan tidak penting ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Lalu apa yang sebenarnya saya
alami? Sekelumit cerita saya ini (semoga) bisa memberi Anda gambaran:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Duka si
Sudrun<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di suatu hari yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nggateli</i>, seorang kawan mampir ke kos
dan membuat kebisingan di kuping saya dengan kutipan dari Mbah Tejo. ”Menikah
itu nasib dan mencintai itu takdir. Kau bisa menikahi siapapun tapi tak bisa
mentukan cintamu untuk siapa!” Ujar (sebut saja Sudrun) ini dengan gaya
teatrikal. Sepertinya si Sudrun ini sedang tergila-gila dengan kata Mbah Tejo.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Karena Sudrun sudah memberi saya
“jatah” cerita bahagia dengan kekasihnya, maka saya dengarkan ocehannya sembari
mengantuk.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Pakde, di sekali hidup ini aku
adalah manusia yang hampir beruntung. Aku mendapat perempuan yang bisa aku
cintai. Setelah menikahninya, hidupku akan lengkap.” Katanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya hanya tertawa pendek
mendengar kata-katanya. Saat itu, di sela rasa kantuk dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kesadaran yang hampir 20 watt, saya lihat
sebuah gambaran si Sudrun sesegukan menangisi kekasihnya. Dan seketika itu juga
saya palingkan muka dan melihat ke lantai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tidak tega rasanya melihat
manusia cengengesan satu ini menangis seperti itu. Tapi, waktu itu saya diam,
meski sedikit terbersit keinginan menasihati si Sudrun agar jangan terlalu
cengengesan. Tapi, saya urungkan nasihat itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Usai kejadian itu, hubungan
Sudrun ini sudah semakin jauh. Sudrun pun sudah datang ke orang tua perempuan
yang ia cintai, dan disetujui. Ia hanya tinggal membawa orang tua di kampung
datang ke rumah kekasih dan urusan lamaran akan beres. Mendengar ini, saya ikut
senang. Dan apa yang saya lihat beberapa waktu lalu telah saya buang ke kali. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tapi namanya juga nasib, kadang
kelewatan kalau bergurau. Dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">lhadalah</i>
Beberapa saat sebelum Sudrun membawa rombongan orang tuanya ke rumah si gadis.
Calon meretuanya itu mendadak bersikap keras dan menolak menikahkan anaknya
dengan si Sudrun. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Penolakan itu pun sunyi; hampir tak
berjawab mengapa bapak si gadis berubah pikiran. Berkali-kali si Sudrun datang
ke rumbah si gadis. Jangankan bisa ngomong dengan calon meretua, si gadis pun makin
susah dihubungi. Dan saya, lagi-lagi jadi pihak yang mesti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngemong</i>; mengelus-elus bahunya. Memijitnya tengkuknya ketika si
Sudrun menangis sampai muntah-muntah, masuk angin dan demam. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sepulang kerja, saya selalu
menyempatkan mampir ke indekos Sudrun di Jagakarsa. Meski tidak lama, paling
tidak saya tahu si Sudrun aman dan tidak berupaya untuk tapa moksa. Dan di
suatu sore, waktu saya berkunjung, saya lihat kondisi Sudrun memang sudah lebih
baik dibanding sebelum-sebelumnya. Dan saat itu saya ceritakan apa yang pernah
saya lihat waktu main ke kos saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Selama cerita, si Sudrun tak
menanggapi. Hanya matanya saja yang nampak tajam mengikuti saya yang mencari
tempat untuk duduk. Setelah membereskan beberapa botol-botol air mineral yang
berserakan, barulah saya bisa duduk dan melanjutkan cerita saya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sudrun masih tenggelam dalam
kebisuan. Ia nampak lebih tua dari biasanya. Terlebih ketika ia mengenakan
kemeja hitam dan sarung berwarna gelap. Dalam kebisuan ia urut kakinya yang
selonjoran di lantai. Mungkin ia lelah karena seharian bekerja. Mungkin juga ia
lelah dengan nasib yang menimpanya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya sodorkan rokok. Sudrun hanya
menggeleng. Tapi, melihat saya membuat bulatan-bulatan dari asap rokok ke
udara, mungkin si Sudrun ingin melakukannya juga. Ia ambil sebatang dan memulai
obrolan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Si kae, jange rabi. Aku dikandani kancane. Jancuuuuk jancuuuuk asuuuu
bajinggaaaan.</i>” Kata Sudrun. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan tangis pun pecah!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Karena bingung mesti bagaimana,
saya hanya menonton ia menangis. Kalau sudah begitu si Sudrun sudah tidak akan
bisa dibujuk dengan ngopi, keluar, main PS. Beberapa bulan berikutnya, ketika
kekasih Sudrun menikah, saya tidak meninggalkannya sendiri. Saya bawa ia ke
kos, saya urus bayi tua itu dan menuruti apa maunya agar tak terlalu menderita.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">* <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sudrun memang bukan orang
pertama. Sebelumnya, sudah ada sudrun-sudrun lain yang telah saya lihat.
Prosesnya hampir sama, kilatan itu datang, sebuah gambaran seperti film lama
yang kasetnya mulai rusak; terkadang buram, terkadang jelas dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>beberapa waktu kemudian film itu terjadi. Apa
yang saya lihat tentu bukan hanya soal cinta. Tapi, jujur saja, beban di batin
untuk gambaran soal cinta orang lain tidak seberat bila menyangkut soal lain
yang lebih prinsipil: soal pilihan hidup, rumah tangga, bahkan terkadang
hidup-mati. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Apakah saampai sini Anda bisa
memahami mengapa dulu saya doyan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendem</i>?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seorang perempuan datang di
kehidupan saya. Ia meminta dengan sangat halus agar saya menghentikan kebiasaan
buruk mabok. Ya, saya ikuti kata-katanya lantaran saya menganggap dia penting.
Dan untuk menuju ke sana, tentu saja saya butuh dalih yang tepat ke diri saya
sendiri agar bisa cuek dengan apa yang saya lihat. Bila gambaran itu tiba, saya
akan segera membatin, ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">toh</i> apa yang
saya lihat adalah perkara orang lain, bukan diri sendiri.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ini cukup berhasil! Tapi, setelah
budaya satu sloki atau bersloki-sloki otomatis berhenti total, ternyata
kelebatan masa depan itu bukan hanya ke orang lain, tapi juga ke diri saya
sendiri dan juga kekasih. Tak butuh waktu lama dan gambaran tentang diri saya
sendiri dan kekasih terjadi. Di tahun 2016 yang durjana itu, saya dibuat
meradang. Kalau waktu itu saya kepleset sedikit saja, mungkin saya bisa
membunuh orang. Dan untung saja Gusti Allah masih sayang pada saya sehingga hal
itu tidak terjadi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Memang hal itu tidak terjadi
setiap hari; tidak pula setiap melihat orang lain yang lewat saya lihat
gambarannya. Soal itensitas kedatangan penglihatan itu bisa beragam. Kalau
sudah rutin, biasanya satu bulan bisa delapan sampai sepuluh kali. Kalau sudah
begini, hanya botol <i style="mso-bidi-font-style: normal;">lucknut</i> itu yang
bisa mengerti saya. Dan kalau habis <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendem</i>,
bisa sampai tiga bulan saya merasa tentram. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bila tak menenggak satu sloki,
mulut saya bisa kelewat binal dan langsung nyerocos menyebut-nyebut soal
gambaran itu. Saya kisahkan sedikit: <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di masa awal-awal saya mengenal
seorang kawan saya main ke rumahnya. Belum masuk pintu rumahnya, mulut saya
nyerocos soal keluarganya. Saya katakan agar berhati-hati pada adiknya yang
nomor dua, karena akan banyak bikin kengerian di keluarga. Juga adiknya yang
terakhir. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya menyuruhnya agar lebih
banyak mencurahkan perhatian ke adiknya yang nomor dua. Tapi, terlambat. Tak
lama setelah saya bicara, kawan saya mengeluhkan soal adiknya yang nomor dua
dan nomor empat. Endingnya, beberapa tahun kemudian, adiknya tertangkap karena
kasus narkoba. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kemudian beberapa kawan baik,
kerabat, dan bahkan orang yang tak kenal yang kemudian mati di mana sebelum
peristiwa itu terjadi didahului tentang gambaran peristiwa di benak kita. Dan
ketika peristiwa itu tiba sama persis sebagaimana yang berkelebat tanpa sengaja
di pandangan. Apa yang bisa dilakukan agar gambar-gambar mengerikan itu
berhenti menyapa?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ya, satu sloki cukup! Tapi, bagi
orang yang memutuskan untuk berhenti, tidak ada lagi setetes pun yang boleh
tercecap lidah. Dan sekitar tahun 2013 sampai sekarang, gambaran itu makin
sering datang seiring perpisahan saya dengan miras. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Apa tulah semacam ini
menyakitkan? Entahlah! Soal sakit atau tidak tentu saja sangat relatif. Bicara
soal sakit, saya jadi ingat apa yang Sudrun katakan: ”sakit adalah ketika
merelakan kekasih yang jadi takdirmu menjalani nasibnya dengan orang lain.
Bahagia atau sakit, takdir adalah takdir.”<span style="mso-spacerun: yes;">
</span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan bagi saya, tak bisa berbuat
banyak mengetahui orang yang kita cintai mendapat hal buruk di kemudian hari
lantaran memilih nasib, tapi kita tak dapat berbuat banyak adalah seburuk-buruk
kenyataan. Bukan lantaran kita tak dapat melakukan sesuatu, tapi kekasih itu telah
memilih nasibnya sendiri. Dan inilah ironi yang benar-benar menyakitkan;
menyesakkan malam-malam saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hidup memang rahasia Gusti Allah.
Saya sepenuhnya yakin, tapi sekelebatan yang ada di depan mata ini adalah tulah
atau cara Tuhan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mbombong</i>? Ketika apa
yang nampak itu terjadi dan tak tahu harus berbuat apa, maka saya temani
mereka. Saya pijit tengkuk mereka ketika mereka berada di ujung mabuk; ketika
mereka tak sanggup pulang ke rumah, saya yang mengantar mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tapi bagaimana jika saya sendiri
yang terluka?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Gusti
Allah Sebaik-baik Tempat Pulang<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kata orang, mendapat gambaran seperti
itu adalah hal lumrah. Ada yang bilang anugerah. Tapi, dari sekian pendapat
itu, yang paling saya ingat adalah yang nampaknya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mambu</i> psikologi. Katanya, kejadian semacam ini itu lumrah bagi
orang yang punya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">concern</i> dalam bidang
mendengar, seperti psikolog misalnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kepingan realitas yang didapat
dari proses mendengarkan inilah yang kemudian dibaca dan dianalisis oleh otak.
Hasil dari proses analisa ini berbentuk gambaran; sejenis slide power point dan
berupa tayangan kejadian. Penggabungan realitas secara alamiah ini juga yang
jadi penyebab percikan listrik di kepala. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau soal mabuk dan urusan urat
kendor, setahu saya, ini hanya salah satu jalan menghambat kepingan-kepingan
fakta yang telah kita dapatkan menyatu dan menjadi satu gambaran baru. Secara
jasad, mabuk memiliki kesanggupan untuk menghambat otak dalam bekerja.
Sedangkan di luar fisik, mabuk adalah salah satu cara mempertebal lapisan kasat
mata yang menghalangi pendar sinyal dari Tuhan ke ubun-ubun manusia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bila analisa semacam ini benar,
tentu saja <s>ramalan</s> itu hanya mungkin terjadi pada orang-orang yang
memiliki itensitas curhat tinggi ke kita. Tapi, kalau gambaran kejadian masa
depan itu datang ke orang yang baru ditemui yang sebelumnya tak pernah kita
kenal? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bagaimana kalau gambaran itu
datang dengan cara yang mengerikan? Seperti misalnya, ketika jalan-jalan sore
dan bertemu tetangga, hidung seperti mencium bau kembang bercampur bau bangkai
yang menyengat, diiringi dengan gambaran dia kejang-kejang menahan sakit
sakaratul maut. Dan dua hari kemudian tetangga itu meninggal. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau ini terjadi sekali mungkin
kebetulan. Kalau ini sudah biasa terjadi dan bahkan sudah sampai tahap
mengikhlaskan lebih dulu nenek saya yang meninggal dan tak lama kemudian, nenek
saya dipanggil. Cukup membuat stres, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan</i>?
Apa ada ilmu psikologi yang sampai ke sini? Kalau ada, (biar keren) kirim di
kolom komentar. Ngahahahaha. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bila analisa di atas benar, mungkin
itu sebabnya sangat lumrah bila orang sekarang kesal dan bahkan benci
“dicurhati”! <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Curhat, apapun jenisnya, baik yang
colongan atau terang-terangan, sama-sama menyebalkan. Kata orang sekarang,
curhatan; jatah cerita; dan segala hal yang berkaitan dengan berbagi kisah
adalah kegiatan “sampah”. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Memang sih, mereka punya hak
menganggap curhatan atau keluh kesah orang lain sebagai sampah. Tapi, kalau
saya dipaksa berbaik sangka, ya, bisa saja saya lakukan. Kalau mereka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">emoh</i> dengan cerita orang, itu mungkin
karena mereka bukan penganggur sehingga tak punya banyak waktu mendengar. Mungkin
juga curhatan dan jatah cerita itu datang di waktu yang tidak tepat sehingga membuat
kesal orang yang akan mendengarnya. Dan mungkin juga, para calon pendengar ini
sedang banyak masalah sehingga tak sempat mendengar masalah orang lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Terlebih lagi bila curhatan itu
datang dari orang-orang buangan; tidak bisa diprospek; tidak menjanjikan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">link</i>; tidak menjanjikan utang budi yang
menarik. Bisa juga apa yang dicurhatkan orang-orang malang ini tidak memberikan
kebaruan wawasan; kering; hanya seputar masalah-masalah sentimentil yang
sempit. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau kebetulan sedang tak bisa
menghindar dari curhatan orang-orang buangan, mereka tetap mendengarkan dengan
takzim, tapi setelah itu sambil main mata dengan temannya yang lain,
mengeluarkan ekspresi mengolok-olok. Ada juga yang pura-pura mendengar, tapi
istilah Jawanya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nanggap</i>.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ya, sekali lagi saya berbaik
sangka: manusia-manusia yang enggan dicurhati atau anti “sampah” ini sebenarnya
(secara langsung atau tidak) mengingatkan bila Gusti Allah adalah sebaik-baik
tempat untuk berkeluh kesah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Untuk manusia anti “sampah” di
seluruh dunia: Al Fatihah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Meski begitu, kerewelan di dalam
diri saya kerap tak bisa diajak kompromi. Begitu sulitnya berbaik sangka dengan
manusia modern yang waktunya terlampau berharga dan mahal itu. Saya masih tak
paham, apakah dalam sekali hidup mereka pernah merenungkan, mengapa para <i style="mso-bidi-font-style: normal;">curhaters</i> dan orang-orang semacam Sudrun
itu datang ke mereka, bukan ke orang lain? Mengapa cerita sedih itu datang sekarang
(saat sedang sibuk-sibuknya), bukan datang besok atau kemarin (ketika masih
longgar)? Mengapa yang datang adalah si A (yang kere), bukan si B (pejabat
kelas menengah sampai atau pemodal)?<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Melandasi istikomah mendengar dengan niat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">lillahi ta’ala</i> itu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">auuuuaaaaabooooot tenan</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">yakinlah
sumpah</i>!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Citra D.
Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kelapa
Dua, April 2020<o:p></o:p></span></i></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-65073243749184880582020-04-15T13:55:00.001+07:002020-04-15T13:55:49.326+07:00Jatah Tangis dari Manusia Patah Hati<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><b>(Perihal Mendengarkan 3)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFuuVzuM6XtqKJfQrDawN0TYa2R1ZOiIHVpa6KgzF4P_hqSKWoxz9B2xyO8Krzhnep8UqCMxT8DQgcjSJvQ-nnlSIj5uadMLjmW2NDNFOUtI8s6m772XVvH3f4CiPBU1qgU-lwXn7ctrI/s1600/IMG_20141005_003309.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFuuVzuM6XtqKJfQrDawN0TYa2R1ZOiIHVpa6KgzF4P_hqSKWoxz9B2xyO8Krzhnep8UqCMxT8DQgcjSJvQ-nnlSIj5uadMLjmW2NDNFOUtI8s6m772XVvH3f4CiPBU1qgU-lwXn7ctrI/s320/IMG_20141005_003309.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Cafe, bar & Resto di Megapolitan Kletek </td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Pemabuk-pemabuk sinting itu belum
pulang dari tubuh saya. Saya heran, batrai macam apa yang terpasang di punggung
mereka hingga sudah hampir sepuluh hari ini mereka belum tidur. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Tapi kali ini mereka tidak begitu
mengganggu saya. Mungkin itu sebabnya saya merasa hari ini cukup <i style="mso-bidi-font-style: normal;">santuy</i>, tenang, karena mereka tidak
seberisik biasanya. Tema-tema masa silam dan cinta yang menyayat di luka yang basah
itu membuat urat mereka kendor. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Sekumpulan pemabuk itu mungkin
sedang berupaya saling menguatkan satu sama lain. Kalau biasanya mata mereka nampak
semerah darah saat menggunjing soal Indonesia. Tapi, begitu tema obrolan mereka
beralih ke soal cinta, mata mereka jadi sekelam malam. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Gelap! Segelap langit Jakarta; segelap nasib
Indonesia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Lalu apa yang bisa mengendurkan
urat syaraf saya? Tentu saja ketragisan kisah cinta mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Soal cinta, saya pun punya luka
yang sama. Luka yang perih dan dalam sebagaimana yang mereka rasakan. Mungkin kami
sama-sama tak berdaya: dipaksa pulang untuk mengunjungi salah satu petak kamar
di sebalik hati saya; sebuah ruangan gelap berisi kenangan, sekaligus rasa
sakit yang (brengseknya) beberapa menit sekali menusuk ulu hati saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Beberapa orang di antara mereka
yang enggan ikut bercerita memutar lagu-lagu sedih. Mungkin ia hanya ingin
bersimpati; menunjukkan rasa hormat. Dan sialnya lagi, lagu-lagu sedih itu
seperti jeruk nipis yang diperas di atas luka kami. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Bedebah! Tapi, sudahlah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Saya termasuk orang yang enggan
menceritakan luka di kedalaman saya. Maka, saya hanya duduk, mencatat sembari menyaksikan
mereka bertangis-tangisan.</span></div>
<a name='more'></a> <o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Mencatat? Ya! Saya catat luka
mereka: satu per satu kisah, tiap kalimat, kata, air muka mereka. Saya ingat
betul cara mereka menahan tangis. Juga bagaimana proses air mata itu jebol dan
membasahi wajah sepi mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Kunyalakan rokok yang kesekian
juta. Mungkin sama seperti mereka, sejak dada saya dibikin lebam, saya jadi
banyak merokok. Dulu selalu ada yang mengontrol dan menasihati, tapi bukankah
lelaki ditakdirkan untuk menasihati dirinya sendiri; menghibur diri mereka
sendiri. Dan (kalau bisa) melupakan tangisnya sendiri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Seksis!?<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Persetan! <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Kata orang di luar sana, mereka
yang sedang jatuh cinta itu lebay. Lebih nampak menjijikkan lagi ketika patah
hati. Tapi, ah, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndak </i>usah orang lain,
saya sendiri pun pernah melihat sebelah mata orang-orang yang sedang patah
hati. Pernah terjebak mengolok-olok mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Bro, sudah dapat ‘jatah’ curhat
dari si A**x?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Teman kuliah saya tertawa lepas,
tak menjawab. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Ya, sudah! Kemarin satu kos saya
semua dapat jatah. Rata!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Kok bisa begitu, ya?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Teman saya tak menjawab. Ia hanya
memegangi dagunya sambil melihat ke luar kantin. Usai rasan-rasan, kami tak
pernah bertemu lagi sekitar satu bulan lebih. Dan bulan berikutnya, di suatu
hari menjelang dini hari, teman saya datang ke rumah. Ia mengajak saya ngopi ke
daerah Kletek. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Di sepanjang perlajanan ia hanya
diam. Dan prediksi saya tak meleset: malam itu saya mendapat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">jatah</i> dari teman saya ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Jatah berikutnya saya dapat dari
seorang yang sudah cukup umur. Di warung Kletek juga tempatnya. Ia mengeluhkan
istrinya yang pergi lantaran lebih tertarik dengan orang lain. Menurutnya, ia
sudah banyak berkorban untuk istrinya. Sudah banyak harta dihabiskan untuk
menuruti kemauan istrinya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Sampean kena lintrik, kang?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ndak</i>, Cit. Memang saya yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cinta
setengah mati</i> (baca: bucin <i style="mso-bidi-font-style: normal;">abiz</i>) dengan
istri saya. Bahkan sampai sekarang ketika kami telah berpisah.” Jawabnya,
sedih. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Sudah cerai?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Sudah! Dia pilih orang lain yang
lebih kaya dari saya.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Kok tahu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”Dia yang bilang sendiri.” <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Menurutnya, apa yang ia berikan
pada istrinya sudah lebih dari cukup. Pria tua ini hanya mampu memberi,
memberi, memberi sebisanya. Meski pada akhirnya istrinya pergi juga. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Penghianatan yang ia terima tak
membuatnya membalas perlakuan istri dan selingkuhan istrinya. Ia doakan
keduanya bahagia. Tapi saya tahu peris, apa yang akan ”alam” lakukan pada kedua
pasangan selingkuh itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Dua tas besar barang bawaannya ia
bawa pergi sembari sebelumnya membayar semua makanan dan kopi yang aku pesan.
Ia pergi dengan sisa air mata yang tak terseka kemeja panjangnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Dari warung, saya lihat
punggungnya berlalu meninggalkan warung. Ia berjalan di antara gelap dan
ramainya kendaraan. Ia menolak saya antar pulang. Saya hanya menyaksikan ia
terus berjalan; mungkin ia menangis, mungkin tidak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Waktu itu, saya hanya mampu
mendengar. Mendengar! Mungkin diam-diam saya mencatat seperti apa warna air
matanya; mencatat dan mengingat-ingat apa yang ia lakukan untuk menyelesaikan
masalahnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wani’man nasir</i>,” katanya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Saya diam. Saya mengerti, tapi
tak tahu akan berbuat apa. Dan sekarang, saya tahu arti kata itu. Saya pun
akhirnya tahu mengapa ia ambil keputusan seperti itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Jatah lainnya terus datang.
Terlebih ketika saya memasrahkan diri untuk menjadi keranjang sampah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Pada awalnya saya berpikir:
mendengar luka patah hati adalah cara saya membantu seseorang meringankan rasa
sesak ketidakmungkinan dan kenyataan. Waktu itu, bisa-bisanya saya mikir hidup
adalah soal “siapa yang butuh”. Jadi kalau saya tak pernah menolak dicurhati
dua hari dua malam, maka kelak bila saya terpuruk, akan ada orang yang mampu
mengerti saya; mendengar cerita-cerita saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Dan ketika saya benar-benar patah
hati, saya bisu. Tak mampu meredakan beban sendiri dengan bercerita. Saya
simpan sendiri luka itu. Saya keloni luka itu tiap malam. Saya elus rambut luka
itu dengan sepenuh sayang. Apa ini ketololan yang menyamar? Mungkin saja!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Di kota ini pun, ketika saya sedikit lupa bila
saya adalah keranjang sampah, Gusti Allah seperti menyapa saya. Mungkin sapaan
itu hadir dengan mulai banyak lagi orang-orang yang bagi-bagi jatah dengan
saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Yang paling tidak masuk akal,
teman saya semasa SMA pernah jauh-jauh datang ke Jakarta hanya untuk memberi
saya jatah. Padahal, saya hampir-hampir tak kenal dengan teman saya ini. Karena
dulunya hanya sekelas. Kami sama-sama tahu bila satu sekolah. Dan pertemanan
pun hanya di medsos. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Dan mengapa ia mau jauh-jauh
datang dari Gresik ke Jakarta hanya untuk membagi jatah: ia berpikir saya
mengerti apa itu cinta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Saya tak keberatan menjadi
keranjang sampah semua orang yang patah hati. Mungkin sampai tua nanti saya
tetap bersedia. Tapi apa yang lebih sakit dari menjadi keranjang sampah orang
lain: melihat diri sendiri di dalam mata pemberi jatah. Dari matanya yang
berkaca-kaca, saya sadar, hanya soal waktu saya akan jadi seperti dia. Tapi,
sialnya saya bukan orang yang pandai membahasakan patah hati saya kepada orang
lain. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Di tengah kesombongan orang yang
merasa belum jatuh. Di antara kesombongan orang-orang yang telah bangkit dari
kejatuhan. Di antara ratap tangis para pen-jatah. Di antara keseriusan para
keranjang sampah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;">Gusti Allah sedang mencatat dan
mengatur jadwal…. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><b>Citra D. Vresti Trisna</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><i>Kelapa Dua, Jakarta <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Cambria",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 106%;"><i>Rabu Legi, 15 April 2020</i></span></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-630109483546024402020-04-12T11:57:00.004+07:002020-04-12T12:11:55.027+07:00Kenangan Kuliah & Tanda Bedes Om Hujok Dodojaitan<div class="MsoNormal" style="text-align: left; text-indent: 0.25in;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">(<b>Perihal Mendengarkan 2)</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><b><br /></b></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGaYQFevOiYi__xQPGnsNqnsTz668jClhF0m4-4V0jAskhZc_YcFy6B6WWrLh1EBnXenr-uj0zA_LtfBrcXuOzLki3Jig1Ih-4IpzwSXNG-mwE22WBg7V6xM0ZMMXQGA8K1R6eKUH08Bw/s1600/_DSC1916.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1060" data-original-width="1600" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGaYQFevOiYi__xQPGnsNqnsTz668jClhF0m4-4V0jAskhZc_YcFy6B6WWrLh1EBnXenr-uj0zA_LtfBrcXuOzLki3Jig1Ih-4IpzwSXNG-mwE22WBg7V6xM0ZMMXQGA8K1R6eKUH08Bw/s400/_DSC1916.JPG" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><b><br /></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sudah sejak lama saya
mempersilakan sekelompok pemabuk itu bertamu di tubuh saya. Membiarkan mereka
berbuat apa saja seenak udel—adalah keputusan yang bulat. Bisik-bisik dalam
batin saya berkata: ini adalah sebagian dari “tirakat”. Meski saya curiga
dengan bisikan itu, maka saya pungkas semua dengan istighfar agar sabar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tapi, ya, kalau sempat ada rasa
kesal yang merambat di sela batin lantaran ulah mereka itu hanya sebuah penanda
bila saya ini masih manusia. Mahluk yang GR dan merasa mampu menyensor hal-hal yang
perlu saya dengar dan yang tidak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Perihal “mendengar”, saya yakin
ini bukan tema baru. Segala yang berkaitan dengan mendengar telah dikupas
tuntas di berbagai disiplin ilmu, terlebih filsafat, jauh sebelum saya lahir.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di dalam filsafat sudah sering
disebut: semua mahluk yang memiliki alat (indra) pendengaran dan tidak tuli
pasti dapat mendengar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tapi lebih jauh dari itu, ada
perbedaan mendasar di sini: “mendengar” dan “mendengarkan”, dua hal yang nampak
sama namun berlainan. Dan setiap orang yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendengar</i> belum tentu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendengarkan</i>.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bagi saya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendengarkan</i> itu lebih dari proses alamiah ketika telinga (bagian
tubuh manusia untuk mendengar) menerima getaran gelombang suara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Mendengarkan” adalah jalan
panjang setelah seseorang mampu mendengar. Di dalam mendengarkan, ada proses
mencerna, mengingat, berpikir (menganalisis), kemudian berlanjut pada respon. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau si Heraclitos, filsuf
sombong, itu mampu berkata, ”mendengar adalah sikap bijaksana untuk
setuju-menyetujui,” mengapa saya—yang menganggap diri saya tak sombong—tak
mampu mendengarkan dengan lebih baik darinya; lebih ekstrem. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Meski di sebalik hati saya yang
lain, saya tak yakin-yakin <i style="mso-bidi-font-style: normal;">banget</i>
kalau si Heraclitos benar-benar mampu untuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendengarkan</i>,
tapi, ya, baik sangka sajalah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Soal mendengar, kebetulan sekali,
jelek-jelek begini saya adalah mantan mahasiswa komunikasi. Meski saya tak
bangga untuk hal itu, yang jelas, saya yakin bila tema utama komunikasi adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendengarkan</i>, bukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bicara. <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan seingat saya, di lingkar
universitas tempat saya dulu belajar, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendengarkan</i>
bukan jadi tema sentral. Bahkan, di momentum akhir sebelum saya benar-benar
meninggalkan kampus itu, seorang dosen yang saya pikir sangat mampu mendengar,
ternyata tak lebih dari pria rewel bertelinga ekslusif. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya tinggalkan kampus itu dengan
tawa terkekeh yang panjang. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Rasa cinta yang gagal saya kelola
dengan baik itu berubah jadi perasaan geli. Mungkin hanya kampus ini yang
memberikan saya banyak pengalaman ajaib. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya masih ingat, sewaktu masih
kuliah, ada beberapa dosen yang ingin mengubah kami menjadi “modern”. Entah
setan apa yang merasukinya? Mungkin waktu itu ia berpikir, dengan menyuruh kami
berjas dan berdasi, maka simsalabim jadilah manusia modern. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tapi, kembali lagi kalau hari ini
saya harus berbaik sangka, ya, bagaimana, ya. Mungkin waktu itu ia ingin
mengubah kami sekumpulan orang-orang udik yang gagap ini jadi sedikit punya
nyali untuk “bicara”. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Trunojoyo Madura, “peradaban”
kecil yang nanggung, di dalamnya ada sekumpulan mahasiswa yang ingin tampil dan
bicara. Dan setelah mereka keluar dari pentas teater kecil di kampus sunyi;
mereka menjalani hidup dan melihat kenyataan: mereka tetap saja udik dan
minder. Sebagai bentuk protes, di hari pertama diinstruksikan masuk kelas harus
berdasi, saya dan seorang kakak kelas mencoba melawan: saya pakai jeans robek
dengan kaus dan jaket warna hijau. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Waktu itu pak dosen bertanya,
“mengapa tidak pakai baju seperti yang lain?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Tidak ada gunanya, Pak.” Jawab
saya, ketus. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya lupa bagaimana awalnya, yang
jelas dia bertanya mengenai fungsi dasi. Saat itu juga saya katakan dengan
tegas: pencekik leher! <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dosen itu tak melawan, ia
membenahkan. Waktu itu ia bercerita tentang apa guna dasi. Entah dari mana ia
ambil cerita itu, tapi saya tidak peduli. Dosen itu kembali melanjutkan kuliah
dan membiarkan saya duduk di bangku paling depan dengan kakak kelas di antara
seluruh kelas yang menggunakan stelan jas rapi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menjadi modern atau tidak itu
pilihan. Dan paling tidak, saran saya, kalau hendak menjadi modern dan ingin menjadi
kebutuhan dunia kerja, paling tidak, ya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mbok</i>
“mendengarkan” dulu bagaimana manusia yang dianggap modern itu; “mendengarkan”
sembari melihat langsung seperti apa perubahan sarjana-sarjana siap saji itu
setelah masuk di dunia kerja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seandainya mereka diajar
mendengar terlebih dulu seperti apa jerit sarjana-sarjana disembelih nuraninya
oleh dunia kerja, mungkin kami semua ini menjerit, minta pulang dan ganti
jurusan tata boga. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bila saya katakan bahwasannya,
mendengar adalah tema utama komunikasi, itu tidak lantas “mendengarkan”
benar-benar jadi “kebutuhan sejati” seorang manusia. Mungkin Stephen R. Covey
ada benarnya. Menurut dia, kebanyakan orang tidak mendengarkan dengan tujuan
untuk memahami; mereka mendengarkan dengan intensi membalas ucapan pihak lawan
bicara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau demikian adanya, bajingan
dan maling uang rakyat pun mendengarkan. Pikiran mereka berjalan, menganalisis,
mencari celah untuk dapat memuluskan niatnya. Bila apa yang dikatakan Covey
benar, tentu saja “mendengarkan” bukan lagi urusan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">subjek</i>; urusan baik-buruk komunikator. Mendengarkan hanya jembatan
interaksi terjadi dengan wajar, tanpa noise, dan tujuan dari pihak yang
berkomunikasi tersebut sama-sama terakomodasi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Saya tetap yakin bila mendengarkan itu jauh
lebih kompleks dibanding mendengarkan seperti yang Covey katakan; sesuatu yang
sifatnya masih bergantung pada untung-rugi. Dan saya tak yakin, Covey bakal
mentolelir bila perkara mendengarkan bukan sekedar membalas lawan bicara.
Misalnya, mendengarkan dengan baik apa yang alam katakan lewat tanda-tandanya,
lewat sapuan angin di deras hujan, suara burung-burung ketika pamit
meninggalkan rumahnya di kedalaman hutan yang mulai gundul. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bahkan, mungkin ia akan
menganggap mendengar sekumpulan pemabuk yang sedang berdiskusi di tubuh kita.
Ya, saya tetap yakin, bila mendengar bukan seperti pekerjaan jurnalis yang
mendengar, merekam omongan narasumber untuk disampaikan kembali dalam bentuk
berita. Lalu yang menyebalkan, tiba-tiba perusahaan media tersebut mengklaim
bila dirinya sudah mampu mendengarkan amanat yang terkandung dalam hati nurani
rakyat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mendengarkan itu proses yang
“ramai” di dalam “sunyi”—yang kalau diteruskan—melahirkan sesuatu yang “suci”.
Kalau memang perusahaan media itu melahirkan sesuatu yang suci, lalu untuk apa
mereka repot-repot menggaji redakturnya untuk mengolah berita yang mereka
dapatkan agar sesuai dengan kepentingan sang bos. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mendengar juga bukan sebagaimana
yang humas perusahaan lakukan ketika ada sekumpulan warga yang berdemo di depan
kantor; di mana kata-kata yang mereka dengarkan itu diolah sedemikian rupa agar
dapat melihat peluang perusahaannya bebas dari kesalahan dan nama perusahaan
tetap bersih. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ya, mungkin ini sudah jadi
sesuatu yang saya jalani. Karena semasa kuliah saya tak mampu benar-benar
mendengar, maka jadilah saat ini saya dipaksa mendengarkan sekumpulan pemabuk
dengan omong besar. Dan sembari menemani mereka terus mabuk dan mengoceh, sesuatu
di dalam diri saya terus bertanya dan mengejar: ”apa yang mereka sampaikan
tidak berguna hingga kau begitu jengkel dengan mereka?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Kau sendiri yang memutuskan
untuk berhenti mendengar omong kosong televisi dan beralih untuk mendengar dan
menghikmahi apa yang Al Qur’an sampaikan. Kau sendiri yang menceritakan padaku
kalau kau sudah pusing dikepung berita-berita di televisi, yang bagimu, tak
lebih dari kotoran kambing. Dulu, berita politik di televisi itu kau sebut s
infotaimen badut; rombongan bodor merangkap <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tanda
bedes</i> (komedi topeng monyet) binaan Om HuJok Dodojaitan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Sekarang, kalau ada sekumpulan
orang yang datang bertamu, bisakah kau pastikan bila bukan gusti Allah yang
mengirim mereka padamu? Atau bahkan mungkin Gusti Allah sendiri yang sedang
bertamu? Dan kembali lagi soal Al Qur’an, apa kau tahu di dalamnya juga teramat
sering menyinggung soal “mendengar” dan “mengetahui”. Dalam hal ini <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mendengar</i> selalu disebut lebih dulu
ketimbang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mengetahui</i>. Bila kau anggap
penting hal ini, bukankah semestinya kau mulai mendengarkan dulu apa yang
mereka katakan. Soal ke mana arah omong kosong mereka, kau akan tahu kemudian;
akan dihikmahi kemudian. Dan bila Allah yang mendatangkan mereka padamu, tentu
saja Ia ingin memaksamu mendengar sesuatu yang tak kau ingin. Sesuatu yang kau
nilai buruk menurutmu. Sesuatu yang sejak dulu selalu berusaha kau hindari.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Kalau saya lihat, kau hanya
sedikit tak bisa bersabar mendengar apa yang pemabuk itu katakan. Kau juga
kurang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">santuy</i> mendengar <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tanda bedes</i> Om Hujok Dodojaitan. Kalau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">maqam</i> kau kurang kuat, saksikan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tanda bedes </i>itu usai sholat agar batinmu
senantiasa dikuatkan. Agar tak membuat konslet jutaan syaraf di otakmu. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ndak</i> masalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kok</i> aslinya menyaksikan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tanda
bedes</i> itu, asal di momen yang pas; wirid penguatan batin yang tak putus-putus
kau baca. Kasian juga kalau Om Hujok gak ada yang menonton. Ya, meski (mungkin)
si doi lebih seneng kalian <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndak</i> usah
nonton tv, nurut, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndak</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyangkem</i>, RUU Cilaka tetap jalan.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Baiklah, ampun! Ampun! Ya,
sudah. Sekarang saya akan berfokus mendengarkan mereka. Sudah, sudah… Kau diam.
Agar saya bisa memusatkan perhatian pada apa yang mereka katakan.” Protes saya
pada suara itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Ah, kau. Memutuskan mendengarkan
mereka tapi sekarang berusaha jadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">new
orba</i> yang hendak menghalangi kebebasan bicara.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Ampun Om Hujok Dodojaitan!” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: 137.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Citra
D. Vresti Trisna<span style="mso-tab-count: 1;"> </span><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kelapa
Dua, Jakarta<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Minggu
Pon, April 2020<o:p></o:p></span></i></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-16584936440536775202020-04-01T14:50:00.000+07:002020-04-12T11:37:09.844+07:00Para Pemabuk dan Telepon dari Kawan Lama<div style="text-align: center;">
<b>(Perihal Mendengarkan)</b></div>
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ0XxVJfQZM4tawL-0UZTI8uVOMLXb1T6oQnyKwCcVhiXyX54YzYcztdpUiLqCUV8uBrh2GBvlWk2JN96EZW9actCyKUS377GKhbrrUkzbOZ5lyE2BagrMWCq_NjUkQN0Ug5ibu66kDQA/s1600/Pemabuk+dan+Telepon+dari+Kawan+Lama.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1060" data-original-width="1600" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ0XxVJfQZM4tawL-0UZTI8uVOMLXb1T6oQnyKwCcVhiXyX54YzYcztdpUiLqCUV8uBrh2GBvlWk2JN96EZW9actCyKUS377GKhbrrUkzbOZ5lyE2BagrMWCq_NjUkQN0Ug5ibu66kDQA/s400/Pemabuk+dan+Telepon+dari+Kawan+Lama.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Foto'e Bung Dalbo</td></tr>
</tbody></table>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br />Mereka
bukan sekedar bertamu dan minta ditemani diskusi. Lebih jauh dari itu, mereka
menjadikan tubuh saya sebagai tempat diskusi. Selama di tubuh saya, mereka bebas melakukan apa saja. Mereka bisa seenaknya memekikkan kata merdeka dan setelah
itu buang ludah bacin dengan cara paling bengis di hidung saya. Sambil
diskusi, mereka boleh buang air tepat di mata saya meski nantinya saya tak bisa melihat apapun kecuali kotoran. Saya pasrah! Entahlah, saya merasa terlalu cepat menjadi
jompo di umur saya yang sebenarnya masih muda. Sesakit itukah rasanya
mendengarkan?<span style="mso-spacerun: yes;"><br /> </span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="mso-spacerun: yes;"><br /></span></span></i></blockquote>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="mso-spacerun: yes;"><br /></span></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ada sesuatu yang tidak beres di
dalam tubuh saya! Mungkin ini gara-gara tiga hari lalu tubuh saya didatangi sekumpulan
pemuda bermata merah. Mereka ingin menumpang diskusi sambil mabok; membicarakan
puluhan tema diskusi tentang persoalan yang aneh-aneh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Terus terang, saya sedikit kurang
suka dengan cara mereka berdiskusi. Mereka memperlakukan tubuh saya (tempat
mereka berdiskusi) layaknya warung kopi di pinggiran jalan Pantura yang gaduh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Beraneka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">chaos </i>di dalam perdiskusian mereka membuat hidung saya terasa
gatal. Padahal sebelum mereka datang, saya bisa bernapas lega. Jujur saja,
keributan yang mereka ciptakan melahirkan berbagai ketidakseimbangan di tubuh
saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pernahkah Anda mengalami bersin
tertahan? Ingin bersin, tapi tidak jadi. Sumpah, tidak enak sekali rasanya. Hal
ini sering terjadi ketika diskusi para pemuda sontoloyo ini mulai menyentuh
tema-tema nasionalisme, golput, pembisik (sebut saja) Jokowi dan Megawati yang
mengantuk. Tapi mendadak saya akan bersin sejadi-jadinya ketika mereka mulai
bicara soal penanggalan Jawa dan mengaitkannya dengan pengumuman sejumlah
kebijakan Jokowi ke publik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Entahlah, para pemuda ini datang
dari dunia mana. Flu yang saya rasakan sekarang ini bukan seperti sakit flu
pada umumnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Yang paling membuat saya pusing
adalah ketika sekelompok sarjana muda sinting lagi pemabuk itu berorasi di atas
rambut saya yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">uwel-uwelan</i>. Di atas
kepala saya, mereka bicara keras-keras dan mengimbau rakyat Indonesia untuk
senantiasa sadar dan berpikir jernih. Mereka berharap, kejernihan itu
memudahkan rakyat mencerna-menganalisis berbagai gejala yang terjadi di dalam
kehidupan berbangsa-bernegara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan berengseknya, usai orasi,
mereka muntah-muntah karena terlalu mabuk. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.25in;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Belum selesai dengan rasa tidak nyaman
di dalam tubuh saya, seorang kawan lama menelpon. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Selain basa-basi menanyakan kabar,
kami membicarakan banyak hal: masa lalu, cinta sontoloyo dan terutama soal
profesinya sebagai tenaga pengajar di salah satu universitas negeri di
Surabaya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Obrolan via telepon ini membuat
saya dikembalikan ke masa lalu. Suatu ketika, di mana kami sama-sama muda dan
naif. Tapi yang paling saya ingat dari kawan saya ini adalah bentuk tubuh dan
jari-jari tangannya yang mirip Marx. Saya juga ingat sebuah momen ngopi bertiga
dengan pacarnya. Kawan saya ini senang menceramahiku soal beraneka teori sosial
di sebuah warung kopi dekat Terminal Purabaya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hanya bermodal otak encer dan
mulut selicin sales, kawan saya ini mampu mengejawantahkan beraneka teori
sosial. Ia juga mampu menelanjangi teori itu, mencari titik lemah dan
membuktikan bahwa teori-teori sosial yang dipelajari hari ini bukan hanya tidak
relevan, tapi juga sudah jadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">gombal amoh</i>.
Dan tentu saja, saya yang tak cemerlang ini hanya mampu manggut-manggut. Dan
pacarnya yang kini jadi istrinya juga melihat kawan saya dengan mata berbinar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Terlebih ketika ia dibiayai penuh
oleh keluarganya untuk studi lanjut. Ah, ya, kawan saya satu ini memang luar
biasa. Otomatis, saya pun semakin ketinggalan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau dulu saya hanya dibuat
manggut-manggut, usai studi lanjut, saya hanya bisa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngowoh</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndomblong</i>, penuh,
terkadang mengantuk mendengar nasihat dan kata-katanya. Terus terang saja, cara
saya menghormatinya adalah dengan bersabar tidak mendebat, terus mengajaknya
ngopi karena dia <s>selalu memaksa membayari kopi-rokok saya</s> adalah teman
baik. Dan yang terpenting selama diskusi berdua, saya berupaya sebisa mungkin
tidak memberinya pertanyaan tak bermutu yang dapat melukai kecerdasannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Yang mengherankan dari pria asal
Lumajang ini adalah ketika ia berubah jadi pria pendiam ketika sedang ngopi
beramai-ramai. Padahal kawan-kawan yang lain juga sama nol besarnya dengan
saya; siap didongengi teori-teori. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi bahasan
soal teori dan berganti guyonan maha receh. Ya, ia lebih suka ngopi bertiga:
dia, saya dan pacarnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Terus terang saya tidak tahu
persis, apakah waktu itu saya hanya dijadikan bahan praktik mengajar,
demonstrasi kemapanan, atau sekedar pembuktian kaliber intelektualitas di depan
pacarnya. Maka jadilah kalau kami sedang ngopi bertiga, saya hanya jadi kambing
congek, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bedes</i> kurap, atau monyet yang
sabar mendengar beraneka kuliah gratis dengan bonus kopi, rokok, camilan yang
ditutup penyetan Wonokromo yang pedas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hidangan penyetan pedas, teh
tawar, ditutup sebatang rokok sudah cukup mampu menghilangkan kelelahan
lantaran berjam-jam menjadi monyet yang patuh. Kehangatan teh tawar agak panas
meredakan sakitnya represi tekstual yang saya alami. Tapi sungguh, ada kalanya,
di satu situasi dan kondisi yang tepat manusia memang butuh menerima represi
tekstual; butuh merobek lidah sendiri sampai bisu dan menyiapkan telinga untuk
bersabar mendengar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sudah lama sekali saya menghapus
kata represi tekstual dari kamus hidup saya. Penghapusan ini memang sedikit
mengkhawatirkan, tapi yang jelas upaya ini hanya sebagai pagar dan cambuk diri
agar mau mendengar yang orang lain katakan; sesuatu yang Allah kehendaki untuk
saya dengar. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan ketika kami saling
berpamitan, dia akan langsung membuat janji pertemuan di kemudian hari. Mungkin
dia tak sabar dengan pertemuan selanjutnya. Saya merasa datar sambil senyum
(yang krik-krik) di atas motor menuju rumah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Demikian sekelumit kisah soal
masa lalu pak dosen asal Lumajang ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan pria yang menelpon saya hari
ini memang jelas berbeda dengan orang yang pernah saya kenal bertahun-tahun
silam. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ia mengeluhkan perubahan yang
terjadi di dalam dirinya. Jurang gelap dan dalam yang terdekat bagi para orator
adalah menjilat ludah sendiri. Ia sampaikan ketergerusan jiwanya; keyakinannya
yang dibuat keropos dan diganti dengan kembang-kembang kertas baru di mana ia
mau tidak mau harus terus hidup di sana. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ironi terbesar dalam hidupnya
adalah hidup, makan, tidur, berak dan mengajar sesuatu yang pernah ia bantah
mati-matian. Ia pernah mencoba keluar pakem; menyatakan apa yang dianggapnya
paling benar dan itu semua berakhir dengan teguran. Menyebarkan apati di dunia
pendidikan itu dosa besar bagi tuhan kecil universitas. Cita-citanya dibuat
gembos tanpa sanggup melawan. Kondisi internal keluarganya yang tak dapat
dibahas di sini, membuatnya mau tidak mau bertahan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seperti biasa, sebelum saya
menanggapi curhatannya dia sudah skak saya dulu, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">aku mung pengen dirungokno, Cit </i>(aku hanya ingin didengarkan,
Cit).” Maka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bhaaaeklah</i> kuping saya
masih tetap siap seperti dulu. <o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">(satu jam
pertama)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Teman
saya: Selamanya pendidikan di Indonesia adalah sampah bila tak mampu jadi mata
bor penggali jati diri. Dan output pendidikan hanya serangkaian seremonial yang
menunjukkan betapa kita adalah bekas pelecehan seksual dan akal sehat oleh
kolonial. Cok… Jancok… <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya:
manggut-manggut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">(hampir
dua jam)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Teman
saya: Menjadi pembimbing skripsi juga gitu. Apalagi jadi penguji, ndak
meluluskan disindir dan dikatai kalau saya ini terlalu keras. Saya ndak peduli
dan tak toleran lantas ditegur agar bisa lebih lunak. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Taek</i>! <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya:
Hahahaha… Masak gitu?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Teman
saya: Di universitas saya tak bisa mendidik, maka saya hanya mengajar dengan
benar, disiplin, dan keras. Leluhur kita bukan orang lembek; mereka ditempa
dengan keras dari pengajaran langsung dan langsung praktik di kehidupan nyata.
Mahasiswa sekarang hanya belajar di kelas, sementara pelajaran dari kenyataan
hidup dihindari karena sibuk PUBG, ML, dan senang-senang. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya:
hahahaha.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Teman
saya: “Iya cok-cook! <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ancene asu</i>
(memang anjing).”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya:
“Hahaha…” *lagi <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tiba-tiba telepon mati. Kawan saya
mengabari, kalau dia kedatangan tamu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Berhari-hari muntahan sekelompok
pemuda tadi belum kubersihkan. Saya sengaja tidak membersihkan dulu karena para
bromocorah ini muntah satu jam sekali. Saya pun tak menunggu para pemuda ini
berusaha membersihkan muntahan mereka sendiri. Karena setiap kali mereka
muntah, beberapa di antara mereka semakin terpacu untuk minum. Berbotol-botol
minuman didatangkan, bahkan lebih banyak dari sebelumnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Para sontoloyo ini yakin: semakin
banyak dan sering minum, semakin rendah itensitas muntah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau mereka yakin dengan
anggapan mereka soal ini, saya bisa apa? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Leleran muntahan bercampur dengan
bekas bungkus camilan teman minum berceceran di dada saya. Sementara obrolan
mereka semakin tinggi dan terasa sulit kugapai. Saya dibuat geleng-geleng
kepala dengan situasi ini. Ini zaman model apa? Atas tulah dan dosa yang mana
sehingga mereka hadir dalam hidup saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya bongkar-bongkar kembali
catatan harian saya. Dosa-dosa saya yang segunung itu tercatat semua dengan
rapi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Ayoh, silahkan berbuat onar
semampu kalian di tubuh saya. Atau hanya segini saja <i style="mso-bidi-font-style: normal;">chaos </i>yang bisa kalian ciptakan di tubuh ini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di antara upaya saya takabur atas
penderitaan, saya tak bisa menafikan tumpukan sampah itu makin menggunung.
Bebauan busuk di tubuh saya pada akhirnya melahirkan sesak napas yang panjang.
Omong tinggi soal zaman di telinga saya seperti memberi sensasi menghirup abu
vulkanik: terasa tajam di paru-paru. Sudah sesak ditimpa omong kosong. Lengkap
sudah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Apa ini yang namanya corona? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ya, baik sangka dan mendengar
adalah jalan panjang yang harus ditempuh; sebuah upaya bertahan dari rasa
sesak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ketika paru-paru eksistensi
dihimpit dan tak bisa napas, saat itu manusia meronta-ronta ingin bebas, ingin
bicara. Dan upaya menghayati mengapa manusia punya dua mata, dua telinga dan
satu mulut itu susah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kelapa
Dua, Rabu Pahing, 1 April 2020<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Citra D.
Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-26635076329632463162020-03-31T20:17:00.000+07:002020-04-01T14:25:57.325+07:00Baik Sangka dan FTV<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf4BhukfJ5dtmM22v_iWFZuUpWQSJGYOidfwhHypwxm1Waz3AMg2O_OoHDeEvXIj5CDXi02dpWQdN4MVtkj8Zk0Gz3n2GmxPlELV6_2GKqX31Cn5AAGrDc7XjTBu_psQlcbOJ0UI60pTk/s1600/Baik+Sangka+dan+FTV.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1200" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf4BhukfJ5dtmM22v_iWFZuUpWQSJGYOidfwhHypwxm1Waz3AMg2O_OoHDeEvXIj5CDXi02dpWQdN4MVtkj8Zk0Gz3n2GmxPlELV6_2GKqX31Cn5AAGrDc7XjTBu_psQlcbOJ0UI60pTk/s320/Baik+Sangka+dan+FTV.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Teman berbaik sangka</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di suatu subuh, di tengah
mencekamnya kondisi pagebluk massal corona,<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>saya bertanya ke diri saya sendiri, ”apa yang perlu dilakukan di
tahun-tahun serba susah ini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sepi! Tak berjawab! Kebetulan,
otak saya sedang direnovasi, belum bisa diandalkan. Jangankan dipaksa “mencemaskan
zaman” seperti omong kosong aktivis pers mahasiswa, menjawab pertanyaan siapa nama
istri Pasha Ungu saja saya kelimpungan. Maka demi kebaikan bersama, sebaiknya
memang perlu saya atasi sendiri kebuntuan saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">(Saya mengulangi pertanyaan) ”Apa
yang perlu dilakukan di tahun-tahun susah ini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">(Beberapa menit kemudian baru
menjawab) ”Baik sangka!” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Itulah jawaban terbaik yang bisa
saya hadirkan. Mohon maaf, ya, seandainya jawaban ini kurang memuaskan anda. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Apa tidak ada stok jawaban lain
di dalam otak saya? Sebenarnya ada saja <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sih</i>,
kalau kalian ingin pilih sendiri, berikut ini saya tuliskan daftarnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di file bernomor 1-122 isinya
skema dan skenario pernikahan dan perkawinan. File nomor 123 isinya soal
pertanyaan: besok makan apa? File 124-125 isinya ingatan soal resep sambel dari
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">facebook</i>
dan file 126-130 berisi kunci gitar beberapa lagu Malaysia. Otak saya juga
menyimpan beberapa file urusan negara. Kalau tidak salah, di file ke 131 isinya
nama presiden Indonesia yang entah kenapa saya tidak yakin bernama Joko Widodo.
Dan untuk ingatan siapa-siapa nama menteri dan fungsinya, kalau tidak salah
sudah saya hapus dan saya ganti ingatan soal nama-nama ikan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Jadi ketimbang kalian kesal,
lebih baik saya pilihkan jawaban yang paling baik menurut saya, ya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan</i>? Maka “baik sangka” adalah jawaban
terpantas untuk dihadirkan ketimbang jawaban lain.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mungkin karena terlalu kesal
dengan banyak hal, Defy (selanjutnya disebut Eyang) menempuh keseimbangan hidup
paling radikal (baca: menonton ftv). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nontok iki ae, mas! Enteng nang utek.</i> (menonton ini saja, mas!
Ringan di otak).” Kata Eyang.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seperti yang saya jelaskan di
awal: saya sedang sibuk dengan urusan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">baik
sangka</i>. Kalau sudah yakin akan berbaik sangka, ya, saya akan berkomitmen.
Berusaha sebisa mungkin tetap <i style="mso-bidi-font-style: normal;">santuy</i>
dengan apa saja yang hadir “di meja makan saya”, termasuk ftv. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya sudah mencoba sabar, tidak
ngomel dan berkomentar sejak pertama kali film ini main. Tapi ternyata
pertahanan saya jebol dan komentar saya muncrat tak bisa dibendung. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kesal sekali rasanya mendapati
kenyataan bila ternyata saya adalah manusia yang kurang bisa bersabar. Memutuskan
tidak bicara di saat kita (seharusnya) bebas bicara itu sulit. Bicara hanya
tentang hal-hal yang baik dan benar itu butuh perjuangan. Menyampaikan
kebenaran dengan cara yang baik itu perlu kecerdasan. Dan tahu kapan momentum
yang tepat untuk bicara itu butuh kepekaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau kembali soal ftv, ya sudah,
saya mengaku kalah. Saya tidak bisa menahan diri untuk tidak nyinyir dan
misuh-misuh. Tapi saya mohon anda jangan salah paham dulu, misuh saya ini
lantaran saya ingin benar-benar memuji eksistensi ftv. Film seperti inilah yang
benar-benar mengerti kebutuhan penonton. Tayangan jenis ini sangat memahami
rakyat masih memiliki ketidakmungkinan menang dalam hidup, penonton butuh
hiburan sekaligus jalan masuk menuju imajinasi kemenangan-kemenangan kecil di
kepala mereka.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ftv tidak egois. Tidak memaksakan
kehendaknya untuk menghadirkan tontonan yang masuk akal yang mendekati
ketidakmenentuan realitas hidup. Ftv tidak perlu dipusingkan dengan kerumitan
sinematografi yang berkelas agar nampak eksklusif. Ya, ya, ya, ftv sangat
mengerti penonton kelas tempe goreng di Indonesia butuh lebih dari sekedar
tontonan yang menghibur. Manusia kelas dua yang ingin ikut merasa bahagia tokoh
utamanya mendapatkan cinta. Penonton sangat menunggu orang-orang buangan
mendapat sesuatu cinta yang megah dan mewah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Urusan penonton dibodohi itu lain
soal. Karena saya sendiri pun belum tentu sanggup menghibur orang-orang di
sekitar saya. Dan pada akhirnya berbaik sangka saja, itu yang penting. Lalu
orang-orang kepepet seperti saya ini perlu menyalakan tv. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kelapa
Dua<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Selasa
Legi, 30 Maret 2020<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Citra D.
Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<br /></div>
Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-3897846185900392252019-07-08T12:46:00.001+07:002019-07-08T12:47:15.659+07:00Bojomu My Adventure, Bojomu Bojoni Lupus 2<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Malam lebaran: malam terkelam
bagi pejalan!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Lebaran tahun ini, sebelum sampai
rumah, saya mampir ke Kota Mojokerto. Perjalanan kali ini untuk menemui seorang
kawan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mbambung</i> yang kini jadi dukun
kondang. Kami bertemu di sebuah warung yang hampir tutup. Dukun yang kondang
yang pernah didaulat jadi pawang hujan selama sebulan penuh ini bercerita pada
saya tentang salah satu pasiennya. Kurang lebih begini ceritanya:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 45.0pt; margin-right: 85.5pt; margin-top: 0in; text-indent: 13.5pt;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt;">Pada suatu
hari, seorang pasangan suami-istri datang menemui Mas Dukun. Si suami
mencemaskan istrinya yang sering sakit-sakitan. Ia menduga, penyebab
penderitaan istrinya adalah terlalu banyak dipasangi ”barang-barang gaib”
penglaris. Karena, kebetulan si istri bekerja sebagai PSK yang beroperasi di
sebuah penginapan di Kota Solo. Dan yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">unch
</i>sekali adalah: si suami menggermoi istrinya sendiri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 45.0pt; margin-right: 85.5pt; margin-top: 0in; text-indent: 13.5pt;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt;">Suami ini
minta ke Mas Dukun melepas beraneka jimat dan susuk penglaris yang terpasang di
tubuh istrinya. Permintaan si suami ini disanggupi Mas Dukun dengan risiko istrinya
sepi pelanggan. Mas Dukun tidak mau pilih-pilih, ia mau bersihkan semuanya.
Nanggung, katanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 45.0pt; margin-right: 85.5pt; margin-top: 0in; text-indent: 13.5pt;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt;">Sempat
bimbang juga si suami dengan pilihan itu, tapi sudah kepalang tanggung,
beraneka jimat pelaris itu dilepas semua. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 45.0pt; margin-right: 85.5pt; margin-top: 0in; text-indent: 13.5pt;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt;">Dan pasangan
ini pulang ke Solo. Singkat cerita, si istri tidak lagi sakit-sakitan. Meski, keduanya
punya persoalan baru: si istri sepi pelanggan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">***</span></div>
<a name='more'></a><o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau beberapa waktu lalu saya
sedikit ngeri membayangkan sebuah kondisi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojo
bojoni lupus</i> lantaran praktik pamer kebahagiaan di medsos. Kali ini <i style="mso-bidi-font-style: normal;"><a href="https://pakdedalbo.blogspot.com/2019/06/bojomu-my-adventure-bojo-bojoni-lupus.html" target="_blank">bojo bojoni lupus</a></i> hadir dengan lebih
rasional: jual-beli lendir. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sang suami ”terpaksa” menggermoi
istrinya sendiri; merelakan orang lain meniduri istrinya demi uang. Saya bisa
membayangkan seperti apa kehidupan macam ini. Namun, saya tak bisa sembunyikan
kengerian yang terjadi di kehidupan rumah tangga yang seperti ini. Kehidupan
rumah tangga ayah-ibu di rumah tergolong normal, bahkan mungkin harmonis.
Meski, seiring makin meningkatnya itensitas perjalanan saya menemui banyak
orang; mendengar cerita rumah tangga mereka, tetap saja, saya masih tak habis
pikir seperti apa rasanya rumah tangga seperti yang dikisahkan kawan saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mungkin para hidung belang yang
sedang jajan itu, tidak memusingkan sedang meniduri perempuan macam apa. Mungkin
juga pria itu tak butuh tahu siapa nama perempuan yang sedang ia tiduri. Asal
dari segi fisik cocok, bayar, dan hasrat yang bicara. Terlebih bila perempuan
yang ditiduri adalah istri si germo yang ia temui pertama kali sebelum
berkencan. ”Ini hanya urusan sepuluh sampai lima belas menit, untuk apa
dipusingkan,” kata seorang kawan lama yang juga doyan jajan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Saya terus membayangkan!
Seandainya orang yang ada di lingkar-lingkar pelacuran, misalnya teman si
suami, kebetulan sedang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kepepet</i>
hasrat dan kebetulan menginginkan istri kawannya. Apa iya, si suami yang juga
germo tidak mengizinkan. Bagaimana dialog itu terjadi. ”Hai, bro. Aku pakai
istrimu dulu, ya.” Begitu kah? Atau… <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Meski begitu, saya masih sulit
menerima apa yang disampaikan Geoffrey: pelacuran adalah penjualan pelayanan
seksual kepada siapa pun juga tanpa keterlibatan emosi sama sekali. Bisakah
seks terjadi tanpa emosi, bahkan sepersekian detik sebelum dan sesudah. Pada
tiap tubuh yang terangsang secara fisik, di situ ada celah rasa, emosi, hasrat.
Sesuatu, yang saya yakini, dimana Tuhan sedang ”menyapa”.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Kok bisa seperti itu? Terbuat
dari apa hati si suami?” tanya Mas Dukun, melanjutkan ceritanya. Saya diam.
Bisu. Pikiran saya terus membayangkan dan menerka seperti apa kehidupan mereka.
Suami macam apa yang merelakan istrinya ditiduri asal membayar dan si istri
tetap menjadi miliknya. ”Profesi.” Kata Mas Dukun, menjawab sendiri
pertanyaannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau benar demikian, saya
sedikit sepakat dengan Alinson J Murray tentang apa yang disebut sebagai
”pelacuran rasional”. Lalu apa itu rasional? Apakah rasional adalah ”api” dan
pelatuk: api pembakar segala yang tabu? Atau tarikan pelatuk setelah akal jadi
buntu oleh kebutuhan dan standar hidup manusia modern yang irasional. Dan
bisakah, di wilayah yang lain, kita sebut ”rasional” dalam hal ini adalah salah
satu ”pembunuh Tuhan dan cinta”</span><span style="color: black; font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> —</span><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">ketakutan manusia modern hidup tanpa materi
setelah nikah? Ya, ya, kamu benar, Mbah Jo: mencintai itu takdir dan menikah
itu nasib. Sebab, dalam sekali hidup, kita kerap tak bisa menghindar dari satu
pelacuran ke pelacuran lainnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalengkan
cintamu bila tidak masuk akal secara materi; Tuhan (mungkin) akan menggantinya
dengan yang masuk akal. Saat malam pertama tiba, bila kau tak jua mencintainya,
bisikkan sesuatu di kuping si rasional itu: sayang, apa aku ini pelacur? <o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Lalu
tunggulah sampai wajah sang rasional itu nampak menjijikan di sebalik hatimu. </span></i><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Di tengah situasi liberal yang
nanggung, bisakah ketidakteraturan dan relativitas nilai-nilai soal pelacuran ini
dirajut kembali menjadi satu keteraturan? Bisakah misteri tentang pelacuran
yang begitu dekat dengan kehidupan manusia ini bisa dicari sangka baiknya? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Saya kembali memikirkan kata-kata
Mas Dukun sewaktu masih berserakan di jalanan: tidak ada cara lain mendidik
seorang yang ”nanggung”: rusak saja sekalian, biar nanti kehidupan yang akan
menata sendiri segala sesuatunya (dengan kejam). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jangan nanggung kalau sedang
liburan di pantai: menikmati sore sambil berjalan di pinggir pantai, menikmati
buih ombak menyapu kaki, kata Mas Dukun. ”Kalau bisa berenang saja ke tengah,”
lanjutnya. Kalau saya pikir lagi, mungkin dengan berenang ke tengah, kalau bisa
sampai ke seberang laut, kita akan tahu apa dan siapa yang benar; jadi tahu
wajah hidup; wajah kenyataan yang konon mengerikan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau saya teruskan, mungkin bisa
jadi seperti ini: jangan hanya jadi feminis non liberal, jadilah yang liberal.
Feminis <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kok mikir</i> dan terpengaruh
persepsi masyarakat dalam mendayagunakan tubuh. Merdekakan tubuhmu! Berenanglah
sampai ke batas yang tak kau mengerti. Dan kalau sempat, turun ke jalan sambil
menuntut pemerintah melegalisasi pelacuran.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Apa pelacuran itu salah? Ya,
belum tentu! Apakah hari ini ada batas yang jelas: mana yang melacur dan mana
yang tidak? Tipis sekali, Tuan. Setipis selaput dara nilai-nilai. Karena
mungkin, tanpa disadari, di dalam pernikahan yang resmi pun punya sisi
kebinalan pelacuran tersendiri. Seberapa pelacur? Ya, tentu saja serasional
alasanmu memilih pasangan hidup dan menyepelehkan: besok makan apa? Cinta, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">hah</i>! Monyet… <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mungkinkah pasangan suami istri,
pasien Mas Dukun itu dianggap sebagai sebuah dosa yang berdiri sendiri;
kesalahan yang hanya ditanggung keduanya? Atau pelacuran mereka adalah cermin
maha besar dari Gusti Allah untuk kita bercermin setiap hari? Jawab saja
sendiri. Karena, yang saya tahu: saya ini haram jadah yang tak pantas menilai
anda. Titik.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">*** <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bagaimana kalau itu istri saya?
Bagaimana kalau itu istri Anda? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tentu saja selalu ada awalnya. Bagaimana
mereka memulai? Seperti apa dialog pasangan suami-istri itu ketika memilih
profesi yang kini mereka jalani. Kalau pun sebelumnya si istri adalah pelacur,
dan keduanya bertemu dipelacuran, hingga keduanya memutuskan menikah, itu
mungkin saja. Tapi, saya tetap tak bisa membayangkan bagaimana rasanya merelakan
belahan hati kita bersama orang lain di satu kamar dan tahu apa yang mereka
lakukan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Cinta! Saling cintakah keduanya? Kata
Mas Dukun, keduanya saling cinta.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Kebetulan pasangan itu terlibat adu mulut di di kost Mas Dukun. Si istri
itu memprotes kelakuan suaminya yang suka serong dengan perempuan lain. Ia tak
suka, uang hasil bekerja istrinya dipakai untuk membiayai perempuan lain.
”Bagaimana kamu bisa cemburu, kamu sendiri mau ditiduri orang lain?” tanya Mas
Dukun pada si istri. Lalu sambil terisak, si istri menjawab: ”ini <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan </i>profesi, Mas!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Singkat cerita, setelah pasangan
suami istri itu pulang ke Solo, alhasil si istri sepi pelanggan dan kembali
menghubungi Mas Dukun untuk minta dipasang penglaris yang tokcer tanpa harus
sakit-sakit seperti sebelumnya. Ia memelas pada Mas Dukun karena ia butuh
banyak uang untuk menghidupi keluarga, juga anaknya yang jadi juara penghafal
Qur’an. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Setelah dipasang lagi penglaris
itu, tak ada kabar. Mungkin saja semuanya menggelap. Segelap kamar pengap
penginapan. Apa kau ingin tahu seperti apa kehidupan mereka, tengok saja orang
terdekatmu, mungkin itu saya sendiri, mungkin juga anda, yang kebetulan sedang
melacur diam-diam dengan rapi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mohon maaf, saya tak kuat
melanjutkan. Setahu saya, salah satu kutipan puisi yang cocok untuk perjalanan
saya adalah puisi Sitor. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Malam
lebaran, bulan di atas kuburan</span></i><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> </span><span style="color: black; font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">— Sitor Situmorang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kebon Jeruk, 2 Juli 2019<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-family: "cambria" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Citra D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-38638469830667492282019-06-19T16:30:00.000+07:002019-06-19T16:31:33.007+07:00Juni Mop Sandiaga Uno <br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Sandiaga Uno Digadang
Menjadi Menteri Kabinet Jokowi Periode Kedua.” Kata berita.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Jokowi: lima tahun ke
depan saya tidak memiliki beban apa-apa.” Kata berita lagi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Namanya juga artis.
Omongannya bakal diperdebatkan banyak pakar. Termasuk yang paling banyak
diperdebatkan adalah hangat-hangat tahi ayam berita soal Sandiaga. Mungkin
inilah biang kerok yang membuat mantan Gubernur DKI ini kerap <i style="mso-bidi-font-style: normal;">keselek</i> waktu makan: dirasani <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngalor-ngidul</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bukan Jokowi namanya
kalau tidak kontroversial. Kalau orang-orang pada ndak ngerti, tolong
dicatatat, ya! Seandainya Sandiaga benar-benar masuk kabinet, ini berarti rekonsiliasi
yang serius. Siapa berani meragukan kedigdayaan mantan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kang</i> kayu dari solo ini dalam menyatukan rakyat? Konon hanya dengan
kentut, keterbelahan rakyat akibat kontestasi pilpres 2014 dan 2019 dapat
teratasi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Belio adalah panutan
saya karena salah satu tipe manusia langka yang hadir di tahun-tahun sudrun
ini. Konon untuk mendapatkan satu sosok Jokowi, butuh jutaan Semar diblender
dan saripatinya diperas, dicampur air mata rakyat, umpatan pembencinya di
jeruji penjara, pekik protes penuntut kasus HAM diselesaikan. Usai semua
bahan-bahan itu dicampur. Diurap jadi satu dan jadilah Jokowi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sufi besar dari Solo
ini adalah pemimpin besar yang sederhana. Kesederhanaan pria kurus ini jauh
melampaui Semar. Kalau Semar berbadan tambun, Jokowi sangat ramping. Kemudian hubungkan
dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pengiling</i> yang mengatakan:
berhati-hatilah pada orang yang bertubuh gemuk. Kalau Jokowi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan</i> ramping, jadi boleh dong kalau kita
bisa percaya-percaya saja padanya. Meski di sisi lain, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kang</i> kayu ini tidak terlampau senang dipuji dan tidak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mewek</i> dimaki. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Segala yang melekat
pada pada Jokowi, baik fisik dan sepak terjang politiknya, menunjukkan
kebersahajaannya sebagai seorang pemimpin. Coba anda lihat wajahnya yang tidak
pintar dan tidak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndlahom</i>; lihat
tingkahnya yang tidak ndeso dan tidak terlalu kota. Jokowi adalah penghayat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">khoirul umuri ausatuha</i> (sebaik-baik
perkara adalah yang di tengah). Mungkin inilah yang membuat keputusan yang ia
buat kerap mencurigakan, mencemaskan sekaligus nyeleneh. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Para pakar yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kemeruh</i> itu boleh saja menilai rakyat
bakal kecewa mendalam dengan para elit, karena rekonsiliasi yang terjadi adalah
masuknya nol dua dalam kabinet. Tapi, sekali lagi, para pakar itu ngerti apa? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Berani-beraninya para
pakar sekarang kritik Jokowi. Apa mereka ndak tahu Jokowi sekarang sedang ndak
punya beban apa-apa. Itu semacam kode keras bila dia sedang berlibur. BPN dan
pakar boleh terus lontarkan kritik kalau kebetulan Pakde sedang kerja kerja
kerja. Tapi, kalau sedang gak ada beban; sedang selo, dan kalian para pakar dan
BPN masih ngomong ngawur. Tunggu saja giliran dikutuk jadi teman Ahmad Dani
main gaple di penjara.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Saya minta tolong pada para pakar sekalian. Mohon anda berwudu
agar analisa anda jernih. Jangan hanya mengasosiasikan kata ”beban” hanya pada
kecerewetan mama Megawati saja, pada tarik kepentingan para mantan Orba di
pemerintahan belio. Bertobatlah, minta ampun, pada Tuhan dan Mas Joko. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Para pakar yang budiman, bisakah saya minta tolong agar
anda bersikap biasa saja dan tidak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kagetan</i>
dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nggumunan</i> macam ABG. Apa anda
tidak belajar bila selama ini belio kerap membuat sesuatu yang membuat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngaceng</i> banyak pihak. Lalu mengapa
sekarang mesti kaget dengan agenda masuknya Sandiaga di kabinet. Ini <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan </i>belum terjadi. Ya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mbok </i>santai dikit. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p><br /></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau begitu, kenapa ndak Prabowo
saja sekalian dijadikan wakil</span></i><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p><br /></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">O, tenang saja. Prabowo boleh masuk kabinet asal tepat
posisinya. Di wilayah mana Prabowo bisa masuk? Ke urusan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">perjumblengan</i> tentu saja. Kerjanya apa? <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nimpal</i> kotoran kuda, bikin teh kalau ada tamu, dan menulis puisi
sembari merenungi hidup. Kenapa puisi, dia bukan penyair? O, itu simpel sekali.
Kekecewaan berkepanjangan mengantar seseorang ke tiga alamat: RSJ, fakultas
filsafat dan dunia kepenyairan. Kalau caleg gagal bolehlah masuk RSJ, kalau
negarawan satu ini sebaiknya kita doakan jadi penyair dan filusuf.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kita harus memahami, keputusan Jokowi tidak melibatkan
Prabowo dalam kabinet adalah sesyahdu-syahdunya cinta pada lawan abadinya ini.
Seperti apa bentuk cinta itu? Ya, tentu saja membiarkan Prabowo sendiri.
Memberi waktu luang yang banyak untuk mengendapkan puisi yang telah ditulis.
Bisa juga meresapi kejombloan Nietzsche yang berkelana menyimpan patah hati
penolakan. Atau sedikit ngambek pada Tuhan lantaran tak kunjung memeluk doanya.
Prabowo punya banyak PR luka yang harus dimanajemen; diurai positif negatifnya
menjadi cahaya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Pakde juga memberi waktu pada separuh rakyat yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mewek</i> menyesali kekalahan Prabowo.
Mereka diberi waktu untuk bersedih, untuk kemudian diajak—seperti tahun 2014
silam—salam tiga jari. Soal benar-benar bersatu atu tidak itu urusan nanti.
Tiga jari saja dulu. Metal sekali, bukan? Sudah bisa merasakan keluhuran
Jokowi? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kembali soal Sandiaga yang baru saja kalah judi. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lho, bukannya MK belum beri keputusan</i>?
Ssshhh… ndak usah banyak cingcong, itu cuman soal kentut dua tiga kali dan
beres. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Yang perlu direnungkan serius adalah soal skenario
Sandi benar-benar masuk kabinet. Kalau ini benar, tentu saja ini adalah bentuk
kebaikan presiden kita. Simpel saja dong mikirnya: bangkrut di nol dua, dipersilahkan
dan ditolong untuk masuk kabinet. Mudah, bukan? Kalau memang batal masuk
kabinet, itu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan</i> sudah biasa. Oya,
sekedar bocoran, kalau Sandiaga ternyata hanya di-PHP, lagi-lagi ini adalah
salah satu bentuk kesufian Jokowi yang lain. Hanya belio yang mampu mendidik
rakyat untuk tidak menggantungkan harapan pada manusia. Karena sebaik-baik
tempat menggantungkan harapan adalah Gusti Allah. Nah, apakah penjelasan saya
barusan bisa menenangkan anda bila sewaktu-waktu sufi agung ini tidak tepati
janji kampanye?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Dan untuk Sandiaga, pengusaha muda satu ini perlu
dididik lebih keras agar ke depan tidak salah langkah memilih kawan berjudi.
Sudah tahu Prabowo adalah legenda kalah judi, masih saja pasang taruhan
padanya. Prabowo adalah Tsunade pria dari Indonesia. Terbukti zonk, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan</i>?<span style="mso-spacerun: yes;">
</span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ndi Sandi, lu mamam tuh jengkol
warteg</i>. Anggap aja ini Juni Mob, karena April sudah lewat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Lebih jauh lagi, bila hembusan kentut soal masuknya
Sandiaga di kabinet ini ternyata hanya pepesan kosong. Justru inilah puncak
kesunyian Mas Joko dan sesuatu yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Subhanallah</i>
sekali. Ini bukti kerelaan dan keberanian Jokowi untuk tampil buruk dan dinilai
plinplan di mata rakyat. Karena sesungguhnya, apa yang belio lakukan adalah
menyadarkan rakyat yang keblinger syirik kecil: menaruh harapan pada manusia. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kang </i>kayu yang sederhana ini tidak tega
hatinya membiarkan rakyat dimurkai Gusti Allah. Kalau sudah begini, saya ingin
menantang para pembencinya. Mana buktinya Jokowi hanya bisa pencitraan saja? Duh,
Jokowi, aku makin sayang sama sampean. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Soal ribut-ribut analisis pakar nol dua yang
mengganggap upaya Jokowi memasukkan Sandiaga ke kabinet hanya upaya menjatuhkan
reputasi nol dua, sekali lagi ini hanya prasangka. Tinggal pinjam jurus sakti
Adian Napitupulu: mana buktinya, jangan asal tuduh, jangan bikin hoax, kasihan
rakyat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Cape deh nanggepin pakar geblek</span></i><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">. Mending nge-es-teh siang-siang
gini.<o:p></o:p></span><br />
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span>
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><i>17 Juni 2019</i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Citra D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<br />
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-39067589004845602772019-06-18T12:37:00.000+07:002019-06-18T13:02:39.419+07:00Bojomu My Adventure, Bojo Bojoni Lupus<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguJxjwEXkGW6ZG39poNNXQ8Wp_c_moq6XQ879zwpZJs8fo1nkNM_7SnpVsAl7w7hFBXLNPle13P2wwYtxPilMx7qiG4ungfBQDZppke1FdNsNiIF2lavVkwVmHQbwbkR06PbR4WFXveUs/s1600/Bojomu+My+Adventure.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="color: black;"><img border="0" data-original-height="432" data-original-width="432" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguJxjwEXkGW6ZG39poNNXQ8Wp_c_moq6XQ879zwpZJs8fo1nkNM_7SnpVsAl7w7hFBXLNPle13P2wwYtxPilMx7qiG4ungfBQDZppke1FdNsNiIF2lavVkwVmHQbwbkR06PbR4WFXveUs/s320/Bojomu+My+Adventure.png" width="320" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bojomu My <a href="https://nendangbanget.wordpress.com/2015/12/14/kumpulan-meme-plesetan-my-trip-my-adventure-ini-pasti-bikin-ngakak-abiz-ganz/bojomu-my-adventure-gambar-dp-bbm-bahasa-jawa/" target="_blank">Adventure</a></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Konon, sesuatu yang
membuat ”manusia penjara” tetap hidup adalah membaca ulasan tentang destinasi
wisata. Mengapa itu perlu dilakukan? <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tentu
saja, agar tetap hidup dan bermimpi.</i><span style="mso-spacerun: yes;">
</span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Konon, mimpi ”mengawetkan”
harapan. Dan harapan membuat manusia sadar sesuatu: nyawa itu ulet. Kesadaran ini
membuat manusia lebih siap hidup dan menjalani berbagai kemungkinan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sudah, sudah, cukup! Saya
tak berniat meneruskan kalimat saya sebelumnya, karena nama saya bukan Mario.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">* <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Untuk petualangan luar
biasa di kemudian hari, mari ucapkan, ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojomu
my adventure</i>”. Eh, maaf, maksud saya, ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">my
trip my adventure</i>”. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Maafkan kebejatan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">congor</i> saya barusan. Sekedar info, saya baru
saja <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nggliyeng</i> membaca tulisan di kaus
seseorang yang kebetulan lewat: ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojomu
my adventure</i>”. Sebelumnya, maafkan saya yang gampang ”masuk angin” dan
sentimentil pada gejala-gejala. Tulisan di kaus itu membuat saya berpikir: saya
disapa ayat Tuhan model apa lagi kali ini? Duh, Gusti, ampun… Soal setuju dan
tidaknya saya pada kalimat itu, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pikir
keri</i>. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Rasa penasaran ini
membuat hasrat goyang saya tersentuh. Mungkin ini sedikit 4l4y, tapi
percayalah. Ingatan soal kalimat durjana itu terasa begitu dekat. Sedekat musik
dangdut yang menghentak-hentak kala saya menulis ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tentu saja, spontanitas
yang muncul macam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojomu my adventure</i>,
jelas muncul dari seorang begawan yang tingkat kesufian sekaligus kesuwungannya
pilih tanding. Saya ndak tahu pastinya, siapa begawan itu? Apakah ia hidup di lingkaran
pemerintah, jalanan, atau per-purel-karaokean. Meski latar sosiologis lahirnya
spontanitas itu penting</span><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">—</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">untuk menakar seberapa gawat kebangkrutan hidup yang
telah terjadi di lingkar-lingkar sosial</span><span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">—tapi, saya putuskan untuk berdamai dengan
ketidaktahuan. Kata seorang kawan, ”adakalanya kebejatan lebih nikmat dirasakan
dengan ’mata’ terpejam”.</span></div>
<a name='more'></a><o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Lalu entah bagaimana spontanitas sang begawan
ini terbang tak tentu arah dan sampai di kepala <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kang</i> desain kaus yang jiwanya diliputi suwung kecil-kecilan. Alhasil,
spontanitas sang begawan dari antahbrantah ini menempel di kaus, disablon,
dijual dan dibeli bocah-bocah akhir zaman. Lalu dengan perkenan Gusti Allah, bocah itu
melintas di depan saya. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></b>
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kengerian
Terstruktur, Sistematis dan Masif<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">My
trip my adventure</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojomu
my adventure</i> adalah sesuatu yang”dekat”. Ya, sama-sama petualangan,
sama-sama menantang. Tapi, sekotor-kotornya saya sebagai bujang tengik. Saya tetap tak
bisa membayangkan betapa mengerikan hidup macam itu: sebuah situasi yang mirip <i style="mso-bidi-font-style: normal;">homo homini lupus</i>. Atau jika dimodivikasi sedikit <s>ngawur</s> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngintelek </i>menjadi:
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojo bojoni lupus</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Apa
iya situasi semacam bojo bojoni lupus itu mungkin</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">?
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Anda tentu ingat
kata-kata ini: rumput tetangga selalu lebih hijau. Silahkan kalau setelah ini
Anda membatin, ”karena terlalu sibuk memperhatikan rumput tetangga, rumput di
halaman rumah sendiri jadi tak terurus.” Silahkan saja! Ini adalah spontanitas
yang wajar dan menunjukkan mekanisme pertahanan diri Anda masih bagus. Dan yang
terpenting saraf takut anda masih <i style="mso-bidi-font-style: normal;">greng</i>
dan berfungsi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Saya harap, Anda tidak
perlu merasa kesal dengan mata iseng orang lain pada kekasih, pacar, suami-istri.
Terlebih lagi sampai membejat-bejatkan mata itu. Simpan rasa kesal dan tuduhan
itu pada diri Anda sendiri. Sukur-sukur anda mau bertanya: mengapa mata orang
lain begitu nganggur lihat ke halaman Anda. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bagi saya, mata-mata
iseng itu tidak sepenuhnya salah. Mata itu bisa sampai ke halaman anda pasti
bukan tanpa sebab. Bukan, bukan otak tetangga anda yang bejat, tapi mungkin
saja anda yang mempersilahkan mereka melihat ke halaman Anda. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Saya
ndak pernah mempersilahkan mata-mata bejat itu memelototi halaman rumah saya!</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Apa iya budaya pamer
kehangatan keluarga dan hubungan percintaan di medsos tidak melukai orang lain?
Pernahkah Anda berpikir kemesraan yang terpublikasi itu punya kemungkinan bisa
sampai ke mata seseorang yang sedang bermasalah dengan halaman rumahnya? Bisakah
Anda pastikan orang yang melihat halaman rumah anda lewat medsos itu puas dan
sudah bahagia dengan halaman rumah mereka sendiri? Atau mungkin saja kemesraan itu sampai ke
mata gelandangan yang tidak punya halaman (baca keras-keras: jomblo)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bisakah Anda bisa memastikan
penonton yang tidak bahagia itu bisa bijak menanggapi kemesraan anda dan tidak sampai terluka hatinya, tergetar kejomloannya,
terusik kesendiriannya, hingga pada akhirnya dada mereka tak dipenuhi iri, dengkiti?
Apa iya orang yang sedang tidak bahagia itu tidak berandai-andai memiliki
halaman sebagaimana di rumah anda? Ketika hasrat mata-mata yang terluka itu
tiba, bisakah Anda memastikan bukan gambar halaman rumah anda yang dibawa ke
kamar mandi? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Anda boleh tidak
percaya dengan omongan saya, tapi yang jelas lewat medsos, Anda telah membuka
”pintu rumah” lebar-lebar untuk tetangga, teman, dan para tuna asmara. Mereka menunggu meminta masuk dan numpang joget.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></b>
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kadar
Haram Lima Persen di Tubuh Kekasih<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Puas hanya dengan kamar
mandi? Belum tentu! <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kenapa
tidak cari halaman nganggur untuk ena-ena sendiri tanpa mengganggu milik orang
lain</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">?
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Di titik inilah
petualangan baru dimulai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: center 616.5pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bagi
saya, hasrat adalah salah satu hal yang mengembalikan manusia pada puaknya. Hasrat
menjadikan kedewasaan mundur di titik nol: balita. Mungkin perkiraan saya bisa
salah, tapi kurang lebih inilah perumpamaannya, anda jelas tahu maksud saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: center 616.5pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau
ada bocah menangis minta mainan temannya, jangan anda pikir mereka bisa Anda redakan
tangisnya dengan memberi dengan mainan baru. Anda keliru. Bocah itu tetap ingin memiliki apa yang ada tangan temannya; bukan mainan baru. Kalau pun
bocah itu reda tangisnya, jangan dipikir ia bisa menerima begitu saja mainan
baru yang Anda berikan. Di sebalik hatinya tetap akan menyimpan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">gelo</i>. Ia tetap menyimpan keinginan
memiliki mainan temannya. Dan mata-mata yang terluka penonton setia halaman
rumah Anda itulah yang bakal jadi bocah tua nakal. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: center 616.5pt; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Yang
menentukan apa yang bakal dilakukan bocah tua nakal kemudian, bergantung dari tingkat
kenekatan. <i>Menginginkan kekasih orang itu haram bro?</i> Anda tentu ingat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">dark jokes</i>
ini: mengurangi kadar alkohol dari lima persen ke nol persen agar bir halal diminum
itu tidak menyelesaikan masalah. Karena justru kandungan alkohol yang lima
persen pada bir itulah yang membuat enak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ya
sudah, silahkan saja kalau masih ada orang sakit jiwa pencuri foto di medsos.
Selama dia tidak merealisasikannya di dunia nyata. Silahkan saja menggila.<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ah, ya ndak juga! Anda
harus ngerti, singa tua kelaparan justru makin buas dan lapar menjilati sisa
darah bekas buruan singa muda lainnya. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mengapa
singa tua?</i> Ketidakmungkinan lantaran kadar haram lima persen di tubuh
kekasih anda membuat mata-mata yang terluka itu menjadi singa tua. Ya, singa
tua: begitu lapar, liurnya menetes, tapi mengendus dengan teramat perlahan
karena ia tak bisa begitu saja nekat menyongsong tubuh kekasih anda. Mereka berhati-hati,
menunggu, siap goyang, mempersiapkan bekal selama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngadven-Croot</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Para pemilik halaman
yang budiman, tak bosan-bosan saya ingatkan, foto kekasih Anda, hanya membuat
singa tua makin lapar dan kreatif. Ketika kamar mandi telah menjadi seremonial
belaka, singa-singa tua penikmat bir itu mendambakan sesuatu yang lebih <i style="mso-bidi-font-style: normal;">real</i>. Anda mesti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">eling lan waspodo</i> serta memafhumi makna di balik ”kelaparan”;
potensi-potensinya. Ingat, kelaparan membuat Karl Marx menghasilkan sesuatu
yang mengguncang dunia di tiga per empat abad. Bukan tidak mungkin singa itu (tetangga,
teman, musuh dan orang yang anda kenal) sedang menyusun rencana berburu di
”musim yang baik”. Lalu, sejurus kemudian tiga per empat umur anda dibuat stres
oleh luka kehilangan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">O,
jadi kami dilarang bagi-bagi kebahagiaan dengan pasangan di medsos? Gitu? Lha medsos
diciptakan untuk apa?<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Coba hitung berapa
jumlah teman Anda di media sosial. Apakah di antara ribuan teman itu terselip
satu-dua singa tua lapar yang siap <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngadven-Crut</i>
tubuh, hati dan pikiran <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojomu</i>? Anda tak
mungkin menanyai mereka satu-satu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tapi, kalau Anda orang
yang berpikir positif, baiklah. Itu bukan salah Anda. Memang lebih baik saya
renungi sendiri saja perjalanan hidup saya. Pernahkah selama ini, sengaja atau
tidak, saya pamer kemesraan dengan kekasih hingga melukai kejombloan seseorang?
Pernahkah di sekali waktu saya membangunkan rasa iri kaum pecinta kamar mandi?
Atau mungkin pamer kebahagiaan dengan kekasih di tengah carut-marut hubungan
percintaan kerabat atau rekan kerja? Dan bagi saya, betapa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bojo bojoni lupus</i> itu abadi meski sifatnya kasuistik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mungkin juga,
barangkali selama ini kekasih kita telah berubah menjadi lembar-lembar foto
bercaption; menjadi daftar destinasi wisata yang ingin dikunjungi singa tua (pelancong
sinting)? Mungkin juga pelancong sinting itu sudah menyiapkan bekal? Atau mungkin
juga (bisa jadi) pelancong itu sedang ber-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">ena’-ena’</i>
dengan hikmat sementara anda lengah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Waktu
Mundur</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">, 17 Juni 2019<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Citra
D. Vresti Trisna<o:p></o:p></span></b></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-12995644544939203622019-06-16T13:36:00.001+07:002019-06-16T13:45:57.413+07:00Markas Keblek atau Mahkamah Konstitusi<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJuDqYG0tWNKVARAozTVlSqzN-2GlfZU0zZul2IYLjDNmOQF6fAP4Nn0fgf2uN2zINPNMWSWsJsDrhKGLreD51JC8GCgEFuOxA_JCk9f369zmuUip7YCo1DPQmJs4BYwl0jYaK1fRb39I/s1600/Burung+Keblek.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="269" data-original-width="301" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJuDqYG0tWNKVARAozTVlSqzN-2GlfZU0zZul2IYLjDNmOQF6fAP4Nn0fgf2uN2zINPNMWSWsJsDrhKGLreD51JC8GCgEFuOxA_JCk9f369zmuUip7YCo1DPQmJs4BYwl0jYaK1fRb39I/s1600/Burung+Keblek.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Burung <a href="http://ajitusupratikno.blogspot.com/2013/08/legenda-burung-keblak-keblek.html" target="_blank">Keblek</a> </td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Kampung saya sedang
ramai! Soal apa? Ah, bukan hal yang penting. Tapi, ya, lumayan perlu sih untuk
diceritakan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Jadi begini. Ribut di kampung saya
itu soal pemilihan ketua RT. Dua orang calon mempersoalkan hasil
penghitungan suara. Beda tipis sih, tapi salah pemilihnya juga, kenapa
pemilihannya harus tertutup. Itu lo, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nganu</i>,
sok-sokan meniru pemilu di Indonesia: bebas dan rahasia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Ini kan koplo. Bebas kok
rahasia. Kalau sudah bebas milih, ya, tidak perlu rahasia. Ndak perlu ngomong
kebebasan-kemerdekaan dalam memilih kalau pake rahasia rahasia segala. Warga diajari
gak jentelmen. Pemilihan sebelumnya, ya tetap voting. Tapi, masing-masing tahu
siapa pilih siapa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="line-height: 115%;">Nanti
kalau tahu bisa ribut?</span></i><span style="line-height: 115%;"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Kalau gitu kenapa gak musyawarah
saja; dibicarakan baik-baik antar warga dan dirembukkan siapa yang pantas dipilih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Menurut saya, salah
satu sumber keributan ini adalah karena anak-anak muda lulusan universitas yang
dianggap pintar itu disuruh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cawe-cawe</i>
urusan pemilihan RT. Eh, ndak taunya kok malah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndlahom.</i> Seharusnya mereka lebih belajar dan menundukkan kepala di
hadapan orang-orang kampung, bukannya keminter. Orang kampung disuruh belajar
berdemokrasi, votang-voting-votang-voting. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Matane
amblek</i>!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Bawawuk, pihak yang
kalah tipis itu merasa dicurangi oleh Jopukon, RT periode
sebelumnya. Jopukon dianggap melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis
dan masif. Memang sih panitia pemilihan itu memang dekat dengan Jopukon. Dan orang
ini pula yang sebelum pemilihan paling banyak ikut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">riwa-riwi</i>.</span></div>
<a name='more'></a><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><o:p></o:p><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Panitia kok ndak
netral. Jopukon <i style="mso-bidi-font-style: normal;">jancuk</i>!” umpat
Bawawuk. ”Kalau gak diulang, tak laporin MK loh panitia-panitia <i style="mso-bidi-font-style: normal;">taek</i> ini.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”MK itu apa?” tanya
Mbah Min. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Itu loh, Mahkamah
Konstitusi. Di Jakarta… jauh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sono</i>!” Jelas
salah seorang pemuda. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Ngawur! MK itu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">markas keblek</i>!” Protes Mbah Min.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Keblek? <i style="mso-bidi-font-style: normal;">What</i>?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Wot <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndasmu</i>! <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Keblek </i>itu hewan jadi jadian yang kaya kelelawar. Kalau terbang
bunyi blek-blek-blek. Kerjaannya nyolong beras. Kalau gak gitu ya kerjanya
ngasih kabar kalau bakal ada yang mampus. Itu aslinya hewan jadi-jadian yang
hanya bisa dibikin oleh dukun tiban. Kemarin saya lihat di rumah Parjono
dindingnya ditulisi ’Markas Keblek’ besar-besar.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Bawawuk yang nampaknya tidak paham dengan apa
yang disampaikan Mbah Min, mengangguk-angguk saja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Sampean jadi melapor
Nak Wawuk?” Ditanya begitu, oleh Mbah Min. Bawawuk kembali mengangguk. ”Sampean
itu keliatannya gagah, tapi ternyata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndlahom</i>
juga. Mempercayakan nasib dan hal gawat begini ke barang jelmaan itu bodoh, syirik. Ngerti sampean?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Merasa dituduh curang,
Jopukon tak bergeming. Mukanya diam dengan seribu ke-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndlahom</i>-an yang terstruktur sistematis dan masif. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Mbah Min masih coba
menengahi keduanya. ”Kalau sampean bagaimana Nak Pukon?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Maaf ya mbah. Ini si
Wawuk memang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">asu</i>! Kamu jangan sebar
hoax, Wawuk! Tak serut mukamu pakai serutan kayu tau rasa loh. Kalau ada kecurangan, laporkan! Jangan
main tuduh!” <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">”Aneh-anak saja
orang-orang di sini. Karena panggil-panggil <i style="mso-bidi-font-style: normal;">keblek</i>,
liat saja pasti nanti ada yang mati. Kamu siap mati, Wawuk? Kamu itu sudah tua, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mbok</i> ya mikir, Wuk-Wawuk. Ini si Pukon
juga sama. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ndlahom</i> kok dulu bisa
kepilih… ” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Karena konfilik tak
kunjung selesai, Mbah Min pergi berlalu sambil terus ngomel. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Kurang lebih begitu! Kalau
menurut saya, salah sendiri sekarang ketua RT pakai acara dibayar. Ya, jadinya
pada rebutan. Seandainya, jadi ketua RT ndak dibayar tapi masing-masing yang
terpilih sadar bakal dapat pahala luar biasa, pasti ndak jadi rebutan. Tapi,
hari gini sapa juga yang lebih pilih pahala ketimbang uang? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="line-height: 115%;">Kelopo
ten</span></i><span style="line-height: 115%;">,
16 Juni 2019<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif; line-height: 115%;">Citra
D. Versti Trisna <o:p></o:p></span></b></div>
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><br /></span>
Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-28820699129350700502019-06-12T13:41:00.002+07:002019-06-12T13:41:59.676+07:00Pertanyaan Mbah Ripul untuk Pendukung Jokowi dan Prabowo<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Usai tarawih, di depan
mimbar mesjid, suara Mbah Ripul melengking tinggi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Saudara-saudara,
apakah anda di antara kalian yang pernah jadi pendukung salah satu capres?
Kalau ada, silahkan angkat tangan,” Tanya Mbah Ripul. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tak seorang pun warga
yang mengangkat tangan. Tidak puas karena masih juga tidak ada yang angkat
tangan, ia mengerahkan kekuatannya. Kali ini suaranya lebih melengking lagi dan
menembusi isi hati warga dan menanyai para warga dengan pertanyaan yang sama.
Nihil! Lagi-lagi tidak ada yang mengangkat tangan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Belum juga menemukan
sesuatu di kedalaman hati warganya, Mbah Ripul mencoba masuk lebih dalam lagi.
Suaranya yang kasat mata terbang sampai jauh dan didengar mahluk-mahluk
lainnya. Dedaun hijau yang merasa ikut ditanyai bergetar hebat lantas menguning
dan runtuh ke tanah. Angin yang semula berhembus lembut kini berhembus kencang
sebagai tanda ia abstain oleh pertanyaan Mbah Ripul. Kalau batu-batu gunung
yang jadi pondasi mesjid di Dudakarta itu tidak sayang pada para warga, tentu
saja ia ikut menunjukkan sikap dengan menolak dituduh kampret dan cebong.
Mungkin cara batu-batu itu menunjukkan sikap adalah dengan menggeliat hingga
mesjid rubuh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Ayo, silahkan ada yang
berani jawab dan angkat tangan!” Mbah Ripul mengulang pertanyaan yang sama.
Kali ini getaran suaranya sampai ke luar dari Dudakarta dan masuk ke Jakarta.
Tak berselang lama Mbah Ripul kaget karena hampir seluruh warga Jakarta
bersuara dengan mantab. Suara warga Jakarta itu membuatnya sampai terpental
mundur tiga langkah dari mimbar.</span></div>
<a name='more'></a> <o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mbah Ripul diam
beberapa saat dan menunggu gelombang suara itu reda. Setelah reda, barulah ia
kembali ke mimbar dan melanjutkan kata-katanya. ”Baiklah, kalau kalian adalah
salah satu pendukung capres, silahkan saja. Itu hak kalian. Saya tak akan
menghakimi kalian dengan apa yang sudah kalian pilih. Toh, kalian juga sudah
dewasa dan tahu risiko pilihan-pilihan anda. Tapi, di balik kukuhnya pilihan
anda pada salah satu calon, saya ingin bertanya…” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Meski suaranya mulai
gemetar lantaran ingin menangis, tapi ia tetap lanjutkan kata-katanya. ”Berapa
persen pengetahuan anda atas Jokowi dan Prabowo? Apakah pengetahuan atas dua
orang itu sudah sampai 100 persen hingga kalian siap tarung sampai mati dan ikhlas
untuk perang saudara? Dari mana sumber pengetahuan anda itu? Berapa persen
pengetahuan otentik kalian atas dua orang itu, berapa persen dari medsos,
berapa persen dari media massa yang gembelengan memberikan pendidikan politik
pada rakyat?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tidak ada jawaban.
”Apakah kalian tahu siapa sebenarnya Jokowi? Apakah anda tahu mengapa ia begitu
<i>ngeyel</i> dan berjuang mati-matian demi
menjadi presiden? Apa iya kalau tidak jadi presiden maka Indonesia akan tamat?
Wahyu macam apa yang memenuhi isi kepalanya hingga ia tahan dan tak malu
diteriaki orang-orang sebagai pihak yang curang? Apa yang harus ia tuntaskan
atau selesaikan dalam satu periode mendatang hingga dia bisa acuh pada
kenyataan: keterpilihannya dalam pemilu ini akan melukai separuh rakyat
Indonesia?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Warga dudakarta hanya
plonga-plongo menyaksikan Mbah Ripul bicara tanpa arah. Di antara mereka saling
menoleh kiri-kanan, barangkali ada salah seorang warga yang angkat tangan.
Kosong! Tak seorang pun angkat tangan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Apakah anda semua para
pendukung tahu apa yang ada di kedalaman hati Kiyai Makruf hingga ia bisa
senyum-senyum ketika diwawancara, meski tentu saja Kiyai Makruf tahu bila rasa
tidak ridha rakyat padanya akan sampai ke langit dan turun kembali padanya
tidak hanya sebagai mimpi buruk, tapi juga sebagai tulah di dunia dan akhirat.
Mengapa saya terus bertanya? Baiklah, saya mengaku! Mungkin kadar keimanan dan
kaliber Kiyai Makruf lebih tinggi dan mripat kejeliannya lebih tajam
dibandingkan saya. Kalau saya kebetulan tidak tahu, tolong anda semua yang
sudah memutuskan untuk jadi pendukung garis keras jelas punya bocoran dan
pertimbangan matang. Tolong beri tahu saya, apa yang jadi pertimbangan Jokowi
dan Kyai Makruf nampak tenang saja. Siapakah yang melantik dan memilih mereka?
Gusti Allah atau demit pasar atau KPU? Siapa yang membisikkan keyakinan pada
mereka: Gusti Allah atau sudut tergelap di dalam hati mereka? Apakah mereka
berdua merasa sedang dibimbing Allah atau sedang disesatkan? Hey, para
pendukung, apakah kalian para pendukung bisa memberi saya sedikit informasi
mengenai hal ini? Apakah mantan tukang kayu itu pernah memberitahukan pada anda
dasar keyakinan sehingga mereka berdua berani mencalonkan diri? Tolonglah
berikan saya jawaban, saya sedang kepo ini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Pendukung Jokowi
mendiamkan pertanyaan Mbah Ripul. Ia menunggu beberapa menit. Lalu ia berganti
bertanya ke pendukung Prabowo. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Jangan merasa
enak-enakan kalian. Tolong jawab saya,” pinta Mbah Ripul, ”mengapa anda begitu
yakin bila Prabowo menang, Indonesia akan jadi lebih baik? Apa kalian tahu
motivasinya hingga ia kembali mencalonkan diri setelah sebelumnya kalah?
Baiklah, anggap saja Prabowo punya jurus jitu membenahi Indonesia yang sedang
luluh lantak ini, dari mana dia dapat formula itu? Dari Gusti Allah, dari para
ahli, dari analisa rasionalnya saja atau justru dari setan yang mengipas-ngipas
hatinya? Adakah di antara kalian tahu soal ini? Sudahkah kalian menghitung
manfaat dan mudharat dari keputusan memilih dia di pemilu kali ini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Pendukung Prabowo juga
mendiamkan Mbah Ripul. ”Kenapa kalian diam! Saya juga heran dengan anda semua.
Mengapa setelah keputusan KPU keluar, kalian tetap tidak peduli dan memutuskan
turun ke jalan? Mengapa anda begitu yakin dengan mantan prajurit itu?
Sebenarnya siapa yang kalian bela usai keputusan KPU keluar: Prabowo, dugaan
praktik kecurangan, atau rasa tidak terima kalian dibully kubu sebelah?
Seandainya dia yang jadi presiden, dan Indonesia jadi lebih buruk, apakah
kalian akan tetap mendukungnya seperti sekarang? Oh, iya, apa Sandiaga Uno
memberikan kalian penjelasan: belum tuntas di Jakarta kok sudah ke capres?
Apakah Prabowo pernah membisiki kalian apa yang membuatnnya merasa pantas jadi
presiden hingga membiarkan rakyat berdemo hingga jatuh korban? Sudahkah kalian
diberitahu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Nihil. Tak satu pun
dari mereka buka suara. Agar tidak dikira stres, Mbah Ripul menyapa warga
Dudakarta. ”Apa kalian sudah menganggap saya stres?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Alhamdulillah hampir,
mbah!” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Baiklah, mungkin
kalian benar. Kalau saya stres karena Allah insyaallah saya terima…”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Kalau misal Gusti
Allah milih sampean jadi capres bagaimana, mbah?” Tanya Pakde Dalbo.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Warga Dudakarta kembali
melongo. Belum selesai pertanyaan itu dilontarkan, Mbah Ripul sudah lenyap.
Warga kembali ribut ketika Mbah Ripul lenyap. Warga yang membubarkan diri
kasak-kusuk sambil mencari sendal. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Kemana, ya, Mbah
Ripul?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Mungkin lari ke kali
dan mancing di sana.” Kata Mas Rombong sambil tertawa kecil. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Citra D. Vresti Trisna</span></b>Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-67806166446552023882019-06-12T13:21:00.001+07:002019-06-12T13:30:33.256+07:00Anak Band Ngehitz VS Mesin Sampink<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5E4XeQwljjSA87kHk6gb2g3l451UJP2ulQsc2urNPfV6waUPxUJrg4G5mtTVaulxC-thn83JKHEmzn2Ul9qLvTZaeQT-3V5C2fQBLmldcUmTYnww06WmZXofePsZzNXFW7yJBZk_PqNY/s1600/Mesin+Sampink.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="548" data-original-width="960" height="227" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5E4XeQwljjSA87kHk6gb2g3l451UJP2ulQsc2urNPfV6waUPxUJrg4G5mtTVaulxC-thn83JKHEmzn2Ul9qLvTZaeQT-3V5C2fQBLmldcUmTYnww06WmZXofePsZzNXFW7yJBZk_PqNY/s400/Mesin+Sampink.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Mesin Sampink</td></tr>
</tbody></table>
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sejak kecil,
saya sudah akrab dengan musik. Banyak hal dalam hidup saya berubah karena
musik. Di sekolah dasar, saya dikenal sebagai pencinta lagu-lagu Malaysia.
Hampir setiap hari, buruh pabrik yang kos di belakang rumah tak pernah absen
memutar lagu Malaysia keras-keras hingga terdengar sampai ke meja belajar saya.
Berjam-jam membuka buku pelajaran, tak ada satu pun yang masuk. Pikiran saya
melayang jauh dan batin pun hanyut meresapi luka sang penyanyi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Lagu Malaysia
mengajarkan saya arti patah hati dan merana ditinggal kekasih. Alunan musiknya
yang mendayu-dayu membuat saya <i>—</i> yang saat itu belum cukup umur <i>—</i><span style="mso-bidi-font-style: italic;"> diam-diam menyimpan obsesi patah hati. Saya
ingin merasakan rasa sakit ditinggal kekasih. Karena, saya pikir, kalau sudah
patah hati akan dapat lebih khusyuk menyanyi. Syukur </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Alhamdulillah</i> cita-cita saya merasakan
patah hati bisa kesampaian di masa SMA. Meski ketika patah hati saya justru
lupa pada lagu Malaysia, tapi malah jadi brandalan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menginjak SMP, </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">televisi mengisi </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">waktu
makan siang saya sepulang sekolah</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
dengan sajian musik dari Boomerang</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">. Saat itu, mau tidak
mau</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">,</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> lagu-lagu Malaysia merelakan
</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">diri berbagi </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">sebagaian ruang
di hati saya untuk diisi Boomerang. Karena Boomerang membuat pikiran saya jauh
lebih rileks dari sebelumnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kehadiran
Boomerang di kehidupan saya ibarat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wahyu
Makutoromo</i> yang membisiki batin saya dengan kata-kata motivasi yang
keramat: ”kamu harus jadi anak band”. Ya, saya benar-benar meyakini bisikan
itu. Saya sugesti diri saya tiap hari. Saya masukkan Boomerang dalam diri saya
agar kelak bisa sangar seperti rambut John Paul Ivan; cadas seperti Farid
Martin Badjeber; suram tapi asik seperti Hubert Henry Limahelu; lantang seperti
Roy Jeconiah. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Subhanallah</i> sekali, akhirnya saya jadi
anak Band.</span></div>
<a name='more'></a><o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bahkan guru
fisika dan guru seni di SMP, selalu manggut-manggut dan bertanya pada saya
tentang perkembangan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">skill </i>saya.
Mereka benar-benar mensuport saya dan tidak peduli bila ketika di kelas saya
adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kebo kopok’en</i> yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tolah-toleh.</i> Karena, bagi saya,
keyakinan dan usaha keras akan membuat saya bisa seterkenal Boomerang. Ya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">seng penting yakin!<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sebelum
meninggalkan masa keemasan musik, Metallica meracuni pikiran saya. Mas Minto,
anak almarhum Pakde yang setiap hari main ke rumah, memutar VCD bajakan
Metallica berulang-ulang. Saya menghormatinya karena dia jauh lebih anak band
ketimbang saya. Dia sempat kursus gitar, sering diundang manggung di Surabaya
dan konon hendak rekaman. Jadi rekomendasinya soal musik patut saya dengarkan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pada awalnya,
gebukan drum Lars Ulrich di lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">St.
Anger</i> terdengar seperti kaleng kerupuk yang dipukul bertalu-talu. Setiap
Mas Minto datang, tak enak rasanya mendiamkan VCD bajakan tergeletak percuma
dan saya putar hampir seharian. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Namun,
pikiran saya berubah sejak mendengar </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">melodi di akhir
lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nothing Else Matters</i></span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">. S</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">aya </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">dibuat </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">ngowoh</span></i><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
dan akhirnya serius untuk mendengarkan lagu-lagu Metallica yang lain, termasuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">St. Anger</i>. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Syukur <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Alhamdulillah</i> rasanya Gusti Allah
memeluk mimpi saya untuk masuk di SMA negeri berbekal jalur prestasi olahraga.
Rekomendasi Diknas Sidoarjo membebaskan saya untuk memilih SMA negeri tanpa tes
dan nilai UAN. Tanpa jalur prestasi, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">insyaallah
</i>saya hanya akan berakhir di STM swasta. Dulu, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kebentoan</i> saya membuat saya berpikir bila SMA negeri adalah tempat
berkumpulnya anak band yang keren, gaul dan asik. Sedangkan STM adalah tempat
mangkal anak band <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndeso</i> yang
berteriak-teriak kampungan di depan gerbang SMA negeri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Fortune, fame<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Mirror vain<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Gone insane<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">But the memory
remains<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Akhirnya
dengan iringan lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Memory Remains</i>
dari Metallica dan tangis kawan-kawan satu kelas yang tak masuk sekolah negeri,
saya masuki gerbang SMA dengan kepala tegak dan angan-angan melangit.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya memang
ceroboh. Tujuan saya sekolah bukan menjadi juara di bidang akademik, tapi mimpi
akan kekayaan, ketenaran, dan kesuksesan sebagai anak band. Dengan beberapa
kali coba-coba, akhirnya saya menemukan rekan yang tepat. Saya semakin serius
bermusik, ikut festival, manggung dan tidak lupa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nggaya.</i> Selamat tinggal lagu Malaysia dan Boomerang. Hallo
Metallica. Selamat datang Nirvana, Audioslave, Queen, Scorpions dan GNR. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Singkat
cerita, h</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">idup saya berubah di suatu hari yang
melankolik. Saya tiba di belokan hidup saat merasakan patahan hati. Ya, jatuh
cinta dan satu bulan kemudian patah hati. Saya hancur! Menyaksikan bagaimana
arus hidup berputar sedemikian cepat dan membawa cita-cita saya sewaktu di
sekolah dasar: patah hati. Saya hanya bisa meringis sambil merokok di WC
sekolah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di tengah
keterpurukan, Mas Hendra, anak bungsu Pakde mengajak saya jalan-jalan. Ia
mengajak saya jalan-jalan menemui teman-temannya. Saya dibawa mampir ke rumah
Mas Hendrik, mantan drumer Boomerang, sebelum Farid Martin. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">The best drumer</span></i><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
Surabaya itu banyak menasihati saya soal cita-cita bermusik bukan ketika saya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">fresh. </i>Ia membeberkan kenyataan pahit di
musik ketika saya sedang patah hati. Sambil setengah mabuk ia mengkuliahi saya
soal arti kenyataan hidup dan mimpi manis menjadi musisi. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Lihat aku
sekarang, tidak ada yang peduli lagi dengan saya yang hanya jualan pot
kembang,” kata Mas Hendrik dengan bahasa Surabaya yang terdengar kasar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya pulang
dengan kaki lemas. Pandangan kuyu dan tak punya semangat hidup. Persetan dengan
band, ketenaran dan panggung. Mungkin Mas Hendrik adalah Gatholoco pertama yang
merobohkan puncak ”iman” saya di musik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya terperosok
semakin dalam. Hidup saya jadi kian lebam waktu itu lantaran gelombang hidup
membawa saya ke jalanan. Saya masuk ke terminal dan membagi waktu antara
sekolah dan mengamen. Tak ada lagi lagu-lagu Boomerang. VCD bajakan Metallica
hilang entah kemana. Dalam waktu singkat, saya lupa bau AC studio musik dan digantikan
bau apak keringat di atas laju bis Sumber Kencono, Restu dan Mira. Bahkan, saya
lupa apa itu musik meski hampir setiap hari saya bermain gitar.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Musik
adalah ingar-bingar yang sunyi<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Setelah kuliah
saya rampung, saya tak percaya lagi dengan musik. Meski diam-diam saya mengakui
bila saya jadi orang yang sangat kering waktu itu. Tapi lagi-lagi Gusti Allah
berbaik hati mempertemukan saya dengan musik di Mojokerto. Persentuhan saya
dengan musik dimulai ketika saya kenal dengan Sumik (Oki Saputra), gitaris
Mesin Sampink. Mungkin saya jadi cepat akrab dengannya karena sama-sama tipe
orang yang gampang sungkan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Perjumpaan saya
dengan musik tidak lantas membuat saya berniat kembali jadi anak band.
Jangankan untuk jadi anak band, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">lha wong</i>
sekarang saya sudah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kethul</i> dengan
alat musik. Jadi saya memutuskan untuk menghormati dan angkat topi saja pada
orang-orang yang memiliki kualitas dan kaliber di musik. Dibandingkan Sumik,
saya hanya setahi upil alias tidak ada apa-apanya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mungkin saya dan
Sumik sama-sama pernah goyah dan punya mimpi-mimpi manis di musik. Bedanya,
Sumik bertahan dan saya tidak. Bahkan, pria yang konon paling ganteng di
Mojokerto ini sempat mengambil kuliah jurusan musik di Unesa, Surabaya. Meski
kuliahnya tidak selesai, tapi dengan kualitasnya bermusik, saya tetap angkat
topi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Setelah semakin
dalam saya mengenal Sumik dan Mesin Sampink, semakin saya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kecele.</i> Kekaguman saya pada Mesin Sampink bukan lantaran kualitas
musik mereka, atau tentang pemahaman mereka soal reagae. Kekaguman saya pada Mesin
Sampink justru ketika tahu personil Mesin Sampink adalah orang-orang biasa;
orang yang bersahaja dan cerdas dalam urusan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">guyon</i>. Tapi di sisi lain, mereka memiliki lagu yang tidak biasa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Poin penting
yang saya catat dari Mesin Sampink adalah kesadaran untuk tahu diri. Band asli
Mojokerto ini membuat saya mengerti, apa yang mereka lakukan lebih dari sekedar
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">fame.</i> Musik lebih dari sekedar
kecerdasan akan nada, tapi pemahaman akan hidup; penghayatan dan proses
penyatuan antara hidup dengan bunyi, nada, notasi, kepekaan, kata dan sebuah
niat baik. Penilaian ini mungkin sangat subjektif, tapi yang jelas: saya tidak
pernah kagum dengan orang hebat, saya kagum dengan orang baik dan yang punya
niat baik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mesin Sampink
membantu saya meredakan sakit kepala soal hidup, terutama untuk menertawai
kedegilan masa lalu. Karena saya hanya bagian dari generasi yang mempersempit
makna musik <i>— </i><span style="mso-bidi-font-style: italic;">yang sebenarnya
merupakan </span>simfoni agung alam semesta <i>—</i> menjadi sekedar cita-cita
uang dan ketenaran. Apakah masa lalu saya hanya pantulan sorot lampu senter
industri musik, cita-cita kolektif sebuah generasi, atau memang saya sudah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mblunat</i> sejak dilahirkan? Anda semua
yang berhak menilai, sebagaimana saya yang juga berhak menilai Mesin Sampink
dari sudut pandang saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sisipan-sisipan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">guyon</i> di lagu-lagu Mesin Sampink membuat saya sadar bila sebagai
manusia, kita perlu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">srawung</i>,
menertawai kebodohan-kebodohan kecil. Sisipan-sisipan itu kembali menyambung
”saraf tawa” dalam diri saya yang sebelumnya telah diputuskan oleh lagu-lagu
yang mengajak orang ”bunuh diri” dan ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">turu
sore-sore</i>”.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bagi saya,
lagu-lagu Mesin Samping adalah observasi ”tingkat lanjut”. Sebuah potret buram
remaja Mojokerto yang nampak terburu-buru dan tergagap ”ingin ke kota”;
”menjadi kota” dan ”mengantuk” di usia muda. Mungkin di luar sana banyak
musik-musik yang ”memberontak” dan marah-marah pada negara; pada
kesewenang-wenangan pemerintah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ya, saya tidak
akan menutup mata dengan band atau kelompok musik semacam ini. Meski, saya juga
tak bisa menutup mata pula pada ideologi-ideologi ”kosmetik” yang mereka anut.
Karena konon menjual image sebagai aktivis akan meningkatkan panggilan
manggung. Karena, mungkin yang dipahami orang-orang saat ini adalah panggung
sebagai inggar-binggar, uang dan popularitas. Atau mungkin musisi semacam itu
berpikir dengan cara lain: menolak makan di tempat yang mapan, agar dapat makan
(dengan porsi yang sama) di tempat yang tak mapan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya tak tahu
persis apa yang terkandung di kedalaman Mesin Sampink ketika berada di atas
panggung. Apakah inggar-binggar itu mereka rasakan dengan sejumput
megalomaniak, atau justru ”menundukkan hati” untuk senantiasa tetap <i style="mso-bidi-font-style: normal;">eling</i> bila panggung adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">washilah</i>, bukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ghoyah</i>; adalah jalan, bukan tujuan. Lalu, saya melihat di dalam
Mesin Sampink ada <i style="mso-bidi-font-style: normal;">washilah</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ghoyah</i> yang bertemu di ruang sunyi. Dan
di ruangan itu mereka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">istiqamah</i> pada
niat baik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menurut saya,
musisi boleh saya ”bising” di atas panggung, tapi ia harus kembali ”sepi” usai
turun panggung. Untuk Mesin Sampink, jangankan menikmati waktu untuk sekedar <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyeleb</i>, menikmati ekslusifitas dan
merasa besar kepala saja mereka tak sempat. Sebenarnya mereka bisa saja
menikmati <i style="mso-bidi-font-style: normal;">privilege</i> untuk
bercengkrama dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cabe-cabe</i> liar
Mojokerto. Tapi kalau saya kebetulan ke Mojokerto, Sumik pasti dengan senang
hati menemani saya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyempil</i> di
rumbuk-rumbuk petilasan atau warung kopi murah. Bagaimana mungkin, musisi
kekinian <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kok</i> berurusan dengan pawang
hujan; dupa kemenyan? Bagaimana mungkin musisi cukup kondang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kok</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngeplong
</i>sandal? Bagaimana mungkin ada musisi yang aktif <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngudek </i>kopi dan melayani penggemarnya. Mungkin band semacam Mesin
Samping ini adalah rumah untuk berteduh orang-orang rendah hati, sehingga yang
masih silau ketenaran, tak akan betah berlama-lama di sana. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Nunut ngiyup nang oma’e</span></i></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> Mesin Sampink<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Setahu saya, personil-personil
Mesin Sampink adalah ”pembaca” yang serius, terutama membaca seseorang. Berkaca
dari pengalaman saya bertemu dengan personilnya yang lain, mereka masuk dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">guyon.</i> Sebuah metode yang cukup kreatif
untuk menyamarkan inverioritas yang jadi penyakit khas remaja Mojokerto. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saya kenal Sumik
sebagai pembaca karena dia adalah tipe orang yang terbuka pada wacana-wacana
baru di luar genre musik yang ia tekuni. Ia mau menerima itu semua sebagai
sesuatu yang melengkapi untuk mencari benang merah dari simfoni agung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gusti Kang Murbeng Dumadi</i>. Semua hal
yang didengarnya disimpan dan dierami dalam dirinya untuk kemudian
diidentifikasi; dicari kemungkinan lainnya; dicari positif-negatifnya agar
menjadi cahaya. Dan hasil dari pembacaan-pembacaan itu, mereka gunakan
mambangun keyakinan dalam bermusik. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mesin Sampink
adalah salah satu generasi Mojokerto. Sebuah desa dari kampung yang kita beri
nama Indonesia. Tentu akan sangat mustahil bila generasi mudanya bebas dari
kenakalan-kenakalan. Dari pengembaraan mereka bermusik, mereka dikejutkan
pengalaman baru bersinggungan dengan ”hantu” masa silam: komunis. Saya tidak
menyalahkan PKI, karena saya menganggap hal itu adalah sesuatu yang harus
terjadi. Tapi kekuasaan telah mengambil sikap untuk menganggap PKI sebagai
haram-jadah yang harus dibrantas <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sak
sempak-sempak’e.</i> Sehingga lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genjer-genjer
</i>mengantar personil Mesin Sampink untuk wajib lapor.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saat kasus
mereka ramai, terus terang saya hanya menunggu sambil ngopi dan senyum-senyum. Saya
ingin melihat apakah polisi yang berperan sebagai Gatholoco, berhasil
merobohkan komitmen mereka di musik. Apakah dingin dan kakunya kantor polisi
membuat mereka menangis di kamar dan meninggalkan panggung. Tapi lagi-lagi saya
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">kecele</i> dan membuat skor sementara
Mesin Samping dengan saya 2 : 0. Mesin Sampink unggul dari saya karena mereka
dua kali mampu bertahan dari ujian kesungguhan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Setidaknya malam
ini saya sadar bila Mesin Sampink adalah pil pahit untuk membangunkan saya dari
kedunguan masa silam. Menyadari bila ketenaran, kebanggaan, dan ideologi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">hitz</i> yang saya yakini waktu muda adalah
pasir pantai yang saya tumpuk untuk menghadang ombak. Ketika ombak itu datang,
benteng saya jebol dan saya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">keluncum</i>.
Itu sebabnya dulu saya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nunut ngiyup</i>
di Mojokerto yang menjadi rumahnya Mesin Sampink, sembari mengeringkan baju
lalu melanjutkan perjalanan ke kota lain. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Citra
D. Vresti Trisna</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">*Pernah dimuat di <a href="https://www.kabarmojokerto.com/anak-band-ngehitz-vs-mesin-sampink.html" target="_blank">Kabar Mojokerto</a><o:p></o:p></span></i></div>
<br />Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-60424233742454651542019-06-12T13:09:00.000+07:002019-06-12T13:09:02.517+07:00Stress, Mbah Jenggot Mojokerto Solusinya<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Situasi sedang
gawat. Saya melihat tahun 2017 adalah</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">
waktu di mana</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> semua persoalan sampai di titik klimaks</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">baik urusan di sekala
nasional, daerah, kecamatan </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">dan bahkan </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">sampai
ke bilik kamar. Tentu saja sebagai seorang penulis, saya ingin menulis semua
kerumitan itu. Memetakan persoalan yang ada lantas menawarkan solusi. Meski
kaliber saya di bidang penulisan hanya sekelas <i style="mso-bidi-font-style: normal;">coro</i>, tapi sebagai seseorang yang berupaya baik, saya ingin
memberikan kontribusi positif bagi anda semua. Terutama bagi pembaca Kabar
Mojokerto yang budiman. Namun, apalah daya saya. Nafsu besar tenaga kurang.
Maafkan saya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ketika hendak
merenungi lebih dalam bahan yang akan saya tulis, mendadak tangan saya jadi
kaku. Tidak biasanya saya jadi seperti ini. Terlebih ketika menyadari dampak
tulisan-tulisan saya ibarat sebutir pasir di Gurun Sahara. Hal ini sangat
menyiksa batin saya. Duh, Gusti, betapa sombong dan angkuhnya manusia macam
saya ini karena tidak mau belajar dari pengalaman. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sudah
jelas-jelas tahu bila masalah-masalah di segala lapisan tidak mungkin diselesaikan
tanpa bantuan Allah, tetapi masih saja <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngeyel</i>
dan sok ikut-ikut menyelesaikan. Saya ini tidak punya modal kewaskitaan dan
kejelian <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mripat</i> untuk melihat dan </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">m</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">emetakan persoalan-persoalan
yang ada. Punggawa pemerintah di segala lapisan pun bisa dipastikan akan gagal
membenahi situasi saat ini. Bahkan teori-teori sosial paling canggih yang
dipercaya jadi obat mujarab membenahi Indonesia tidak akan mempan mengatasi
persoalan yang sedemikian kompleks ini. Kalau presiden, gubernur, bupati,
akademisi, dan budayawan saja tak mampu, apalagi saya.</span></div>
<a name='more'></a> <o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Batin saya
sebagai seorang yang sok jadi penulis ini masih harus disiksa dengan permintaan
orang-orang terdekat untuk tidak usah bikin tulisan yang berat-berat. Itu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kan </i>menyiksa eksistensi saya sebagai
seseorang yang sok <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngilmiah</i>. Tujuan
saya diminta membuat tulisan yang ringan dan mudah dicerna ini dikarenakan
pembaca Kabar Mojokerto umumnya adalah generasi muda. Big bos Kabar Mojokerto
kerap mengeluhkan kemalasan muda-mudinya untuk mencerna sesuatu yang berat.
Waktu muda-mudi Mojokerto sangat mahal harganya, sehingga kalau sempat mampir,
ya, minimal baca satu tulisan sampai rampung. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Permintaan itu
diam-diam saya sanggupi sambil sedikit <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngedumel</i>.
Dalam hati, saya membatin, betapa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kempong</i>
gigi generasi muda hari ini. Sehingga untuk memahami sesuatu pun mereka butuh
dibantu mengunyah. Betapa lembek calon garda depan penerus bangsa di semua
daerah, terutama Mojokerto. Bahkan untuk sedikit mau tahu dan mengidentifikasi
persoalan di kampung mereka sendiri pun enggan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Namun porsi kejengkelan
yang menyala di kedalaman saya ini lebih banyak untuk diri saya sendiri. Saya
menyadari bila sudah setua ini masih saja bodoh untuk menyusun kata-kata.
Betapa saya masih kurang mampu “mengerem” diri saya sendiri untuk tidak
terlampau meledak dalam menyusun argumen. Rasa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">eman</i> saya pada gen-gen unggul muda-mudi Mojokerto begitu besar
sehingga membuat saya gagal mengambil jarak pandang yang tepat untuk memahami,
menuangkan gagasan saya di dalam tulisan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mungkin saya
terlalu tegang dengan gejala-gejala; terlalu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">lebay</i> dalam melihat persoalan. Padahal generasi muda yang jadi
sasaran saya pun tidak mau ambil pusing. Lalu untuk apa saya terlalu
bersemangat. Bukankah hari ini generasi muda Mojokerto tetap tak bergeming meski
badai persoalan sudah nempel di depan hidungnya. Mungkin saya butuh piknik agar
kembali normal. Kembali menjadi manusia Indonesia yang mampu menertawai
masalah-masalah yang ada dan menyikapinya dengan santai. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dan bahkan mungkin mampu menertawakan
masalah-masalah tersebut. Ya, saya butuh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">guyon</i>
agar tetap menginjak bumi dan tidak GR untuk merasa menjadi sesuatu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Guru
Besar Ilmu Guyon<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ngomong-ngomong
soal <i style="mso-bidi-font-style: normal;">guyonan</i>, saya jadi ingat seorang
kawan dari Mojokerto yang sudah S3 dalam hal <i style="mso-bidi-font-style: normal;">guyon</i>. Sebut saja dia Mbah Jenggot. Kekhusyukannya menertawai hidup
sudah sampai ke tingkat nabi. Kalau kebetulan anda sedang putus asa dalam
hidup, temuilah Mbah Jenggot dan ajak dia ngopi. Kalau kebetulan anda ingin
menemui Nabi Khidir, konon kita bisa menjumpainya di pertemuan dua arus air, di
tempat ikan-ikan berkumpul. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mbah Jenggot
Mojokerto relatif lebih mudah ditemui ketimbang Nabi Khidir. Kita bisa
menemukannya di pertemuan dua arus hidup: pertemuan antara warung elit dan
warung murah. Ia juga biasa terlihat di tempat bertemunya ibu-ibu muda, para
janda muda, dan ABG. Terkadang ia kerap terlihat di tempat-tempat ngopi yang
jadi pertemuan antara sekumpulan pekerja keras dan penganggur; juga di
pertemuan arus masa silam dan masa kini; di pertemuan intelektual kampus dan
pengagum budaya atau dupa-kemenyan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mbah Jenggot
adalah sosok yang unik. Tubuhnya pendek dengan jenggot lebat macam Gatholoco. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Konon usia jenggotnya lebih tua dari Gunung Arjuna. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hidup</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;"> Mbah Jenggot bisa dibilang </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">tak
teratur. Di tengah orang-orang sibuk mencari uang, dia tetap bisa santai</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">. Jelas-jelas ia punya banyak beban hidup yang harus dibayar
dengan uang, tapi ia bisa tetap santai. Dalam soal hidup, i</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">a
adalah sosok yang cukup <i style="mso-bidi-font-style: normal;">lungit</i></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">, terutama </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">dalam hal <i style="mso-bidi-font-style: normal;">gembelengan</i>. Sudah jelas-jelas tidak
bisa dagang, tapi ngotot berdagang hingga sangat akrab dengan kebangkrutan. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Cobalah dekat
dengannya barang sehari, lalu pinjamlah modal dagang usahanya, tentu ia akan
dengan suka rela memberikan modal dagangnya padamu. Apa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ndak lungit</i> kalau bisa seperti itu? Atau kalau kebetulan sedang
jenuh di rumah, anda bisa mengajak Mbah Jenggot jalan-jalan meski ia akan
berangkat berdagang. Kalau perlu, anda bisa mengajaknya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mbambung</i> dan bersenang-senang seminggu lamanya ke luar kota, pasti
akan ia turuti dengan sepenuh hati.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau pada
umumnya seseorang bersedia menjadi contoh yang baik bagi orang lain, Mbah
Jenggot menempuh jalan sunyi yang berbeda. Ia rela berlagak seperti orang
kurang waras, berlagak seperti penganggur, untuk dijadikan contoh dan teladan
buruk agar orang lain bisa lebih baik dan tidak meniru dirinya. Kalau kebetulan
anda adalah tipe pria yang kerap ditolak perempuan, maka ajaklah Mbah Jenggot
main bertiga</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;"> ke rumah calon pasangan
anda</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">insyaallah</i>
ia bersedia menjadi “monyet” agar perempuan yang anda taksir merasa jijik, lalu
melihat anda seperti malaikat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hidup Mbah
Jenggot itu kelewat guyon, hingga bisa kalian sewa untuk mendongkrak kebanggaan
orang tua anda kepada anda. Dengan mengajaknya ke rumah anda, otomatis akan
membuat dia berperan untuk menjadi badut bebodoran yang tidak berguna. Sehingga
saking rendah Mbah Jenggot di mata orang tua anda, maka semakin bersyukur
mereka punya anak seperti anda. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tapi awas saja,
jangan berpikir bila dia adalah orang bodoh. Ia mengerti betul apa yang
dilakukannya. Ia mampu menakar seberapa kadar akting, guyon dan cara
menginjak-injak dirinya sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Jurus
Mabuk</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hidup manusia
modern hari ini sedang didikte keinginan-keinginan yang tak prinsipil. Hal ini
membuat mereka setengah mati mengejar hidup, kebanggaan, pencapaian dan
kemapanan untuk memenangkan persaingan hidup. Tapi, hal ini tidak berlaku di
mata Mbah Jenggot, karena segunung beban hidup hanya sebesar bulatan upilnya
yang hitam. Kerumitan dunia tak serumit jenggotnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau anda tidak
percaya, cobalah sekali waktu mendatanginya ketika ia sedang bangkrut dan
perhatikan air mukanya. Mata anda akan dikejutkan dengan air danau yang luas,
tenang, dalam dan tanpa riak air. Begitu tenang dan bening air danau di
wajahnya sehingga kita dapat berkaca dari sana. Kita akan dikejutkan karena di
wajahnya kita menemukan diri kita menangis meraung-raung karena urusan kelas
tempe goreng. Atau mungkin sekali waktu lihatlah wajah Mbah Jenggot ketika
sedang tidur, ia akan nampak seperti bayi yang tak punya beban. Tidurnya yang
pulas akan mengingatkan kita semua yang kerap tergagap-gagap bangun karena
mimpi buruk dan masalah yang belum terselesaikan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kadang saya
merasa miris dengan hidup Mbah Jenggot. Saya tahu persis bila selama ini
kawan-kawan yang mengaku teman baik juga kerap menjegal Mbah Jenggot baik
secara terang-terangan atau pun secara licik. Namun ia kerap melarang saya
membenci orang yang sudah menyakitinya. Ini adalah jurus mabuk Mbah Jenggot.
Ini adalah laku sabar yang ia tempuh.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dari delapan
tahun lebih mengenalnya, saya bisa mengambil kesimpulan bila Mbah Jenggot
adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tetenger</i>. Ia adalah salah satu
bagian dari “alam” yang menunjukkan kepada kita sebuah kebaikan, setia kawan
dan rela berkorban di titik ekstrim. Umumnya, sebelum anda menolong orang lain,
maka tolonglah diri anda dulu, terutama mereka yang masih berpegang ditataran
syariat. Kalau ada lebihnya, baru kita bisa menolong orang. Saya tahu persis,
Mbah Jenggot bukan orang sembarangan. Mbah Jenggot bisa saja kaya kalau dia
mau, tapi ia menolak halus semua itu. Atau mungkin ada saatnya ia mengambil
kesempatan itu di lain hari. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mbah Jenggot
hanya manusia biasa sebagaimana kita semua. Mustahil apabila ia tidak
kelimpungan mengembalikan modal dagang dan bangkit setiap kali jatuh. Ia pun
juga bisa pusing sebagaimana kita semua. Kalau pada umumnya orang, keterpurukan
akan membuatnya berubah lebih baik, atau setidaknya punya keinginan berubah.
Tapi yang dilakukan Mbah Jenggot adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">istiqomah</i>
dengna kerumitan-kerumitan itu. Ia begitu akrab dengan kerumitan,
masalah-masalah, baik di dalam atau di luar dirinya. Ya, Gusti, betapa beraneka
ragam dan teramat guyon ciptaanMu yang satu ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau pada suatu
hari, karena terlampau kesal dengan sikap Mbah Jenggot yang terkesan masokis,
kita akan mudah terjebak untuk menceramahinya soal tata cara hidup rasional. Meski
ketika ditanya, apakah ia mau gagal lagi dalam usaha, tentu saja ia akan menjawab
bila ia akan menggeleng tanda tak mau. Tapi percayalah, itu hanya upayanya
untuk menyenangkan dan membuat anda tidak mengasihaninya. Setelah anda usai
menceramahinya, dia akan mengangguk penuh kesungguhan dan berkali-kali
mengucapkan terimakasih pada anda. Sebenarnya apa yang dia lakukan adalah
caranya menyenangkan anda karena sejatinya nasihat untuk orang lain itu seribu
kali lebih relevan untuk diri sendiri. Karena ia tahu persis, bila nasihat dan
tudingan yang kau lakukan itu lebih pantas untuk anda sendiri ketimbang
untuknya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau pun ada
yang menuduhnya tidak rasional dalam hidup, ia akan dengan sabar bahkan
mendoakan dengan baik orang yang mencercanya. Sebab, ia sendiri memahami bila
rasionalitas suatu hal itu sangat subjektif. Matematika hidup manusia yang
masih terkait dengan untung rugi tidak dapat disamakan dengan matematika Allah
yang maha teliti. Dan Mbah Jenggot tentu punya matematika sendiri dalam
mengkalkulasi hidupnya. Percayalah, Mbah Jenggot adalah indikator cukup tepat
untuk menilai apakah hidup anda masih bergantung pada prinsip untung-rugi.
Karena, umumnya orang yang terlalu berorientasi pada untung rugi kerap tak
cocok dengannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hadirnya Mbah
Jenggot adalah ayat dari Allah agar kita sadar betapa rapuh hidup manusia hari
ini. Temui, temani dan sapalah ia dengan cinta agar anda segera sadar bila
ternyata masih terlalu cengeng menjalani hidup. Ia adalah obat mujarab
penghilang rasa sakit karena, selain dia akan menghiburmu dan mengajakmu
tertawa dengan tingkah lucunya, ia akan membuatmu sadar bila derita adalah
mahluk yang bisa terus hidup bila anda beri ruang di kepala dan hati. Karena di
mata saya, Mbah Jenggot adalah kutub yang ekstrem yang membantumu lebih paham
siapa diri anda; peran anda di dalam drama hidup; memahami kebahagiaan dan
nikmat yang sebelumnya anda dustakan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sebenarnya,
ditengah kebutuan-kejengkelan saya atas situasi terkini, ada perasaan rindu
dengannya. Kalau dulu, saya sedang suntuk menulis, saya akan mendatanginya dan
menyanyi tengah malam di karaoke murahan, menikmati kopi pahit di rolak songo,
atau sekedar <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyelempit</i> ke petilasan
sambil guyon akan hidup atau sekedar suit-suit-kampungan ke cewek-cewek
kampung. Ya, karena saya sekarang sudah jarang ke Mojokerto, saya hanya
mendoakannya saja dari jauh agar batinnya tentram. Sebenarnya banyak sekali
yang akan saya tulis mengenai sosok Mbah Jenggot. Namun saya membatasinya
sampai saya kembali menemukan kekuatan dalam diri saya sendiri untuk terus
semangat menjalani hari. Mungkin bagi saya, menghayati kehidupannya membuat
saya sadar akan keterbatasan saya mengelola tekanan hidup. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dan di akhir
tulisan ini saya sadar bila hidup itu bukan untuk berhasil, tapi berjuang
sebisa mungkin tanpa mengeluh. Sebagaimana upaya semut yang berusaha membawa
setetes air untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Memang nampak
tidak berguna, tapi bukan itu yang penting. Karena yang penting adalah niat
kita akan sesuatu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mungkin dalam
hidup kalian, sebenarnya terdapat Mbah Jenggot lainnya yang akan diam-diam
menyapamu dan mengajakmu tertawa dan bangkit lagi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mbah Jenggot
sedunia, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Al Fatihah.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Citra
D. Vresti Trisna</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">*Pernah dimuat di Kabar Mojokerto<o:p></o:p></span></i></div>
<br /><br />
Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-28188258048790938562017-11-06T21:35:00.000+07:002017-11-06T22:03:22.379+07:00Ular di Sarung Mbah Ripul (Ekspedisi Warga Dudakarta)<b><u><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;">#DUDAKARTAdanJAKARTA17</span></u></b><br />
<b><u><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;">Citra D. Vresti Trisna</span></u></b><br />
<b><u><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><br /></span></u></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Warga Dudakarta sedang
direpotkan soal ular. Alkisah, sekembalinya Mbah Ripul dari kepergian yang
misterius — tidak satu warga pun yang bisa meneropong keberadaannya — ia
kembali ke Dudakarta dan memberikan pengajian di surau pada suatu subuh. Yang membuat
warga heran, beberapa detik usai membuka pengajian dengan salam, Mbah Ripul
terdiam. Ia baru melanjutkan kata-katanya usai jamaah sudah mulai kasak-kusuk. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Saudara-saudaraku,
kita harus waspada kepada ular. Ular adalah hewan yang berbahaya, termasuk ular-ular kecil yang dilemparkan oleh penyihir Firaun sewaktu adu kesaktian
dengan Kanjeng Nabi Musa. Tapi, di sisi lain, kita harus mengenal ular-ular itu
dan kita pelajari atau dicari ilmunya,” kata Mbah Ripul. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Warga Dudakarta hanya
melongo menyaksikan ceramah Mbah Ripul. Karena Mbah Ripul paham ketidaktahuan
warga, ia melanjutkan kata-katanya, ”sebelum saya jelaskan lebih lanjut, saya
mempersilahkan warga Dudakarta pergi mengembara mencari ular-ular itu. Silahkan
mencarinya ke sawah, ke diskotek, ke kali, ke jumbleng, barongan juga boleh, ke
Alas Lalijiwo oke juga, atau langsung ke Mesir, kalau mampu lolos dari mripat
dunia, silahkan cari ke gedung putih atau ke bawah kolong dukun tiban. Setelah saudara-saudara
menemukan, kita bicara lebih lanjut. Kalau kalian tidak mau, saya tidak akan
kembali lagi ke Dudakarta. Wasalam... ” Ketika warga masih heboh, Mbah Ripul
sudah lenyap.</span></div>
<a name='more'></a><o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dipimpin Mas Rombong,
warga Dudakarta merapatkan kata-kata Mbah Ripul sewaktu pengajian subuh. Karena
tidak menemukan jawaban kecuali kasak-kusuk tidak jelas, Mas Rombong mengambil
alih dan memutuskan untuk menyanggupi permintaan Mbah Ripul. Akhirnya
perjalanan dengan nama Ekspedisi Mencari Ular Kecil Agar Mbah Ripul Mau Kembali
ke Dudakarta (EMUKAMRMK2D) — usulan Pakde Dalbo — langsung disetujui warga.
Empat orang yang diputuskan berangkat dalam ekspedisi ini adalah Mas Rombong,
Pakde Dalbo, Kumis, dan Wakebol. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Meski Mas Rombong memberanikan
diri memutuskan menjadi ketua EMUKAMRMK2D, tapi ia sendiri belum tahu harus
berbuat apa dan mencari ular itu dimana. Berbekal <i>bismillah</i>, niat baik dan juga sekepal nasi lauk garam pemberian
istri, ia bersama timnya berangkat mencari ular. Pada awalnya instruksi Mbah
Ripul diterjemahkan Mas Rombong sebagai proses penelitian sejarah untuk mencari
dimana tepatnya penyihir Firaun melemparkan ular ke Musa. Dan setelah sampai
TKP, mereka bermaksud untuk menemukan hikmah dari ular-ular milik penyihir Firaun.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Warga Dudakarta pergi
ke mesir dengan <i>cekeran</i>. Dalam tempo
beberapa menit, warga Dudakarta sudah sampai di Mesir. Setelah tanya sana sini,
tanya calo, tanya sisa-sisa pendemo, mahasiswa, sejarawan, dan masyarakat
sekitar, Mas Rombong kecewa karena hasilnya nihil. Tak seorangpun tahu dimana
persisnya tempat ular-ular kecil itu dimakan ular besar dari tongkat Musa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Bagaimana kalau kita
ke kebun binatang saja,” saran Wakebol, ”siapa tahu ular-ular penyihir itu
tidak sepenuhnya dimakan ular Musa, lalu ular itu menjalani hidup dan beranak
pinak di kebun binatang,” lanjutnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Gundulmu, Bol. Sudah
jauh-jauh ke sini, sebaiknya kita serius mencari dan belajar,” sergah Mas
Rombong. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Bagaimana kalau kita sekalian
<i>ngatvencures</i> ke Bukit Thursina? Ketimbang
kita <i>tolah-toleh </i>di sini, lebih baik
kita ke tempat Kanjeng Nabi Musa pernah merasa <i>songong</i> dan diperingatkan Gusti Allah. Sapa tahu, beliau kepingin
dolan lagi ke sana sambil bawa kopi dari sorga dan kita bisa wawancara beliau; bertanya
langsung mengenai ular-ular yang dimaksudkan Mbah Ripul,” saran Dalbo. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sebagai pimpinan
perjalanan, Mas Rombong merenung sejenak. Dari mimik mukanya ia nampak setuju,
tapi di sisi lain ada sedikit cemas di wajahnya. Dalbo menangkap kecemasan itu
dan segera menyahut, ”tenang saja, Mbong. Nanti kalau tidak kuat nanjak, kita
dorong bareng-bareng.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Nah kalau begitu saya
setuju.” Ujar rombong dengan wajah sumringah. Akhirnya warga rombongan Mas
Rombong memutuskan pergi ke Bukit Thursina. Karena tidak mengerti bahasa
setempat, Mas Rombong dan warga Dudakarta lainnya memutuskan jalan kaki hingga
ke puncak gunung sembari merenungi apa yang dimaksudkan Mbah Ripul. Setelah berada
di puncak, mereka <i>ngaso</i> sejenak. Ada yang
sholat dan ada yang ngopi dan menikmati bekal. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tidak terasa sudah hampir
seminggu mereka <i>ndomblong</i> di puncak
tanpa hasil. Tidak ada tanda-tanda Nabi Musa <i>sowan</i> ke puncak bukit. Warga Dudakarta yang <i>kaliren</i> sudah hampir putus asa. Mas Rombong yang nampak tegar
membuat anggota rombongan jadi sungkan untuk mengajak pulang kembali ke Dudakarta.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Ndak ada tanda-tanda,
Mbong?” Tanya Dalbo. Menanggapi pertanyaan Dalbo, Mas Rombong hanya menggeleng
dan kembali <i>silo-sendakep</i>. Tidak puas
dengan jawaban Mas Rombong, Dalbo kembali bertanya, ”sampai kapan kita di sini,
Mbong?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Sabar, Bo.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Jawaban singkat dari
Mas Rombong membuat Dalbo kembali klesetan di tanah sambil siul-siul dan
sesekali <i>rengeng-rengeng</i> Serat Wedatama:</span><br />
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”...<i>Nggugu karsane priyangga, <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 21.3pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Nora nganggo peparah lamun angling<o:p></o:p></span></i></div>
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> Lumuh ingaran balilu</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br />
<i> Uger guru aleman</i><br />
<i> Nanging janma ingkang wus waspadeng
semu,</i><br />
<i> Sinamun samudana,</i><br />
<i> Sesadoning adu manis...</i>”</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--><i><o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ternyata sampai juga <i>rengeng-rengeng </i>Dalbo ke telinga Mas
Rombong. Dalam <i>silo-sendakep</i>, Mas
Rombong terus mendengar pangkur sambil mengantuk.</span><br />
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”...<i>Uripe
sapisan rusak<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Nora mulur nalare ting saluwir <o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kadi ta guwa kang sirung <o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sinerang ing maruta <o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pindha padhane si mudha<o:p></o:p></span></i></div>
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Prandene paksa kumaki...</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Suasana puncak bukit kian
dingin. Beberapa kali angin dingin menyapu ke tubuh warga Dudakarta yang masih terjaga
dan larut dalam perenungannya masing-masing. Sedangkan Mas Rombong kian hanyut
terbawa.</span><br />
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”...<i>Kekerane
ngelmu karang <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kakarangan saking bangsaning gaib<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Iku boreh paminipun<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tan rumasuk ing jasad<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Amung aneng sajabaning daging kulup<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Yen kapengkok pancabaya <o:p></o:p></span></i></div>
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ubayane mbalenjani</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">...”<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di akhir tembang, Mas
Rombong mengumpulkan anggota rombongannya. ”Kita pulang ke Dudakarta sekarang. Tapi,
sebelumnya kita jalan-jalan di pusat kota Jakarta dulu.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Ndak jadi ngopi sama
Kanjeng Musa?” Tanya Wakebol. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Hussy... Ayo pulang
sekarang...” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Setelah bersabar dan
berjalan setapak demi setapak, tibalah Mas Rombong dan rombongan di kaki bukit.
Usai memakan sisa bekal yang tinggal sedikit dan mencari sumber air untuk
membasahi kerongkongan, mereka tiba dalam sekejap di halaman mall Grand Indonesia.
Dengan baju yang masih kotor dengan debu bukit, mereka jalan ke resto dan
melihat kumpulan orang-orang mengantre makan dan lalulalang orang yang
berbelanja. Karena tidak menemukan resto yang menjual ketela goreng, mereka
memutuskan keluar mall dan berjalan ke arah kerumunan warung kopi di pinggir
sungai mampet dan memesan kopi sambil <i>ngebul</i>.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sepekan di Bukit
Thursina dan mendadak ke Grand Indonesia membuat mata warga Dudakarta sedikit
kesleo. Mereka ibarat sekelompok orang yang ditidurkan Gusti Allah di goa
selama ratusan tahun dan ketika bangun mereka heboh sendiri dengan perubahan
yang ada. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Beberapa gadis yang
berjalan beriringan dengan menenteng barang belanjaan mengganggu konsentrasi
Wakebol. ”Ndak ketemu ular penyihir, ketemu ular Grand Indonesia... Kenapa Mbah
Ripul ndak nyuruh nyari ular yang macam ini saja, ya? Senengnya kok nyari yang
aneh-aneh,” kata Wakebol. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Diam-diam Mas Rombong
membatin, ”kampret satu ini ternyata sudah makin pintar sejak otaknya yang <i>kempel</i> dicairkan terik Bukit Thursina!”
Setelah merasa klik dengan celetukan Wakebol, ia menimpali, ”perempuan itu
bukan ular, tapi apa yang melekat dan melilit di sekujur tubuhnya itu adalah
ular yang dilempar penyihir Firaun. Mereka juga sedang membawa sekardus
ular-ular kecil. Yang menempel di muka mereka dan membuat mereka menor juga
merupakan ular-ular Firaun yang hidup kembali di zaman ini,” jelas Mas Rombong
sembari mengunyah gorengan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pakde Dalbo yang juga
klik menyahut, ”jangan salah, lho. Perempuan-perempuan itu bisa menjadi ular
ketika mereka memasang bandrol di tubuhnya. Dan lelaki berduit yang mampu
membeli, sejatinya sedang berkencan atau <i>nganu-nganu</i>
dengan ular-ular kecil yang tidak sejati. Mungkin ini yang dimaksud Mbah Ripul,
Mbong?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Mungkin iya, Bo.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Kalau bagi saya, ya,
inilah ular yang dimaksud Mbah Ripul. Ular-ular kecil yang ndak sejati. Ular kecil
yang akan kalah dengan ular besar sejati dari tongkat Musa. Kalau saya ambil
contoh, ular-ular kecil di Alexis tidak akan mampu mengantar pria hidung belang
ke sorga. Karena yang mampu membawa ke sorga adalah perempuan sejati yang dinikahi
dengan sah. Perempuan kesepian yang ditinggal suaminya berdinas juga kerap
mencari ular-ular kecil yang tidak sejati ke pasar gigolo. Pria pemuas ini
bukanlah yang sejati, karena kata-katanya tidak sekeramat suami sah para tante
itu...” Jelas Dalbo. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Sekarang itu sudah
lumrah ada pasutri yang saling merelakan pasangan mereka berkencan dengan orang
lain dengan syarat-syarat khusus. Si suami, biasa saja istrinya ditindih pria
lain, begitu juga dengan istrinya. Asal pasangan selingkuh yang dipilih
dianggap bersih dari penyakit, mereka asik-asik saja,” ujar Wakebol. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kumis yang sedari tadi
diam bertanya, ”apa hubungan yang sampeyan bicarakan dengan ular kecil yang
dimaksud Mbah Ripul?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mas Rombong menjelaskan
pelajaran yang ia tangkap kepada Kumis. Ia menunjukkan bila saat ini masyarakat
modern, terutama di Jakarta, sudah jauh dari apa yang sejati. Ular bikinan
tukang sihir adalah sesuatu yang tidak nyata, tidak berbahaya namun memiliki
daya untuk menipu penglihatan manusia. Karena Kanjeng Nabi Musa memiliki
kewaskitaan dalam dirinya, ia merasa begidik dan takut dengan ular-ular kecil
itu. Manusia modernlah yang tidak punya rasa takut dan menerjang apa saja asal
merasa nikmat dan terpuaskan dengan sesuatu yang semu; yang sihir. Mereka melupakan
apa yang sejati. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Saat itu, Allah
mengingatkan Musa agar jangan takut dengan ular itu karena ia lebih unggul
lantaran memegang tongkat (kesejatian) — dengan kekuasaan Allah — tongkat itu
menjadi ular besar yang memangsa ular-ular kecil bikinan penyihir Firaun sampai
habis. Ini adalah perlambang yang diberikan Allah untuk memperingatkan kita:
hanya kesejatian yang akan menyelamatkan manusia; kesejatian adalah sesuatu
yang harus dikejar melebihi apapun di dunia ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kini, setelah masa itu
jauh terlewat, kini hampir sebagian dari kita merindukan ular-ular itu kembali.
Manusia modern setengah mati mengupayakan agar ular itu kembali di kehidupan
mereka sebagai mitos kebahagiaan. Mereka mengira Gusti Allah begitu jauh,
sehingga di tengah perasaan seolah-olah sendiri itu mereka butuh teman semu
yang mampu menghilangkan kesadaran mereka hilang dan melupakan rasa takut
kesendirian untuk sejenak. Apa yang dilakukan manusia modern hari ini tidak ada
bedanya dengan yang dilakukan Firaun. Rasa takut kehilangan kewibawaan di mata
warganya — karena terlanjur mengakut tuhan — membuatnya mencari kedamaian
kepada penyihir yang hanya sanggup melahirkan ular-ular kecil yang tidak
sejati. Firaun dan masyarakat modern hari ini mengingkari apa yang dibawa Musa.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Belum tuntas Mas
Rombong menjelaskan perkara ular kepada Kumis, tim EMUKAMRMK2D dikejutkan oleh sebuah
mobil yang berjalan lambat. Di dalam mobil itu — bersama beberapa sosialita cantik
— ada Mbah Ripul yang sedang melambaikan tangannya ke warga Dudakarta. Mbah
Ripul berteriak dengan gaya kampungan ke Mas Rombong dan kawan-kawannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kumis
melambai-lambaikan tangannya minta ikut, tapi sejurus kemudian ia diam karena
digampar Pakde Dalbo. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Heeeeii, mengapa
kalian di sana? Kalian mau ikut saya? Jangan! Jangan! Kalian bau debu, di sini
wangi. Saya mau ngopi bersama ular-ular kecil; mau observasi, kalian pulang
saja ke Dudakarta. Salam cinta untuk semua warga. Mmmuuuuach...!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kini Mas Rombong dan
tiga orang kawannya yang dibikin melongo. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">”Bajingan tua... Ular
itu ada di sarungnya Mbah Ripul ternyata,” ujar Pakde Dalbo, protes. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<b><i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Jakarta,
Senin Kliwon, November 2017<o:p></o:p></span></i></b></div>
Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-42313141540086287672017-11-04T07:51:00.000+07:002018-06-21T00:19:07.738+07:00Buto Abang Darurat Rabi, Pakde Dalbo Nggondok ke Mama Kebo<b><u>#DUDAKARTAdanJAKARTA16</u></b><br />
<b><u>Citra D. Vresti Trisna</u></b><br />
<b><u><br /></u></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Dudakarta sedang
dirudung duka dan sekaligus punya hajat besar. Kedatangan Buto Abang ke
Dudakarta membuat warga sedikit resah. Kalau saja tidak ada urusan penting,
tentu saja kawan <i>mbambung</i> Pakde Dalbo
ini tidak akan jauh-jauh ke Dudakarta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Setelah menikmati
singkong rebus dan kopi pahit, Bhuto Abang mengutarakan keresahan hatinya
karena tidak kunjung menikah alias darurat <i>rabi</i>.
”Bo-Dalbo, saya ini sudah sepuh, sudah sunat, kelewat pantes pacaran, tapi kok,
ya, susah buat menikah. Ini gimana, Bo-Dalbo?” Tanya Buto Abang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Berdasarkan teropongan
Mbah Ripul, apa yang sedang dialami Bhuto Abang merupakan situasi gawat darurat
nasional. Tanpa penanganan yang baik, situasi ini bisa membawa dampak ke seluruh
alam.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Nama asli Buto Abang
adalah Raden Fathur Gimen Rahman-Rahim Al Nasakomi. Bhuto Abang adalah salah
satu tokoh penting penjaga keseimbangan alam semesta. Di Jakarta, Bhuto Abang
menempuh kemuliaan hidup dengan menjadi <i>keset agung</i>, <i>gedibal</i> alias <i>bolodupakan</i> Partai
Demokrasi Mama Kebo Indonesia (PDMKI). Meski Buto Abang tidak dihitung dalam
peta perpolitikan Indonesia, tapi di mata warga Dudakarta, justru posisi Bhuto
Abang adalah bagian terpenting dan istimewa. Mengapa demikian?</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<a href="https://www.blogger.com/u/1/null" name="more"></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Warga
Dudakarta memiliki kesadaran untuk membalik cara pandang dan sikap. Untuk
menjaga keseimbangan cara pandang dunia, warga Dudakarta membalik konsepsi
ketokohan dengan memuliakan <i>keset</i> partai ketimbang ketua
umumnya. Bahkan presiden yang terpilih atas rekomendasi partai tidak lebih
penting dibanding para <i>keset</i> di dalam
partai. Kalau Ketua Umum PDMKI datang berkunjung ke Dudakarta,
masyarakatnya <i>woles</i> atau <i>selow</i> saja. Warga
Dudakarta juga tidak benci, tapi tidak terlalu menyanjung. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tapi, kalau yang datang
adalah <i>keset </i>partai, seluruh warga akan sibuk dan gegap
gempita memberikan penyambutan. Bahkan semua warga yang sedang belajar menguji
iman di Jakarta kembali ke Dudakarta hanya untuk ikut menyambut. Apa yang
dilakukan warga Dudakarta adalah cara untuk mengingatkan diri sendiri untuk
tidak melupakan pacul ketika sedang makan nasi; tidak melupakan sekop, gergaji,
linggis dan kuli bangunan ketika melihat mall megah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jadi bisa dibayangkan
bagaimana sibuknya warga Dudakarta melakukan penyambutan kedatangan Buto Abang.
Terlebih lagi Buto Abang adalah salah seorang teman Pakde Dalbo ketika masih
berproses di Partai Pulpen Madesu Mahasiswa Indonesia (PPMMI). Bahkan Eyang
Abiyoso sampai harus lepas dari wadagnya dan terbang sampai ke Dudakarta untuk
ikut bersimpati.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Di mata warga Dudakarta,
sakit kepala Buto Abang lantaran darurat <i>rabi</i>
adalah situasi gawat darurat nasional. Biarpun televisi tidak menganggap
peristiwa ini sebagai sesuatu yang penting, tapi bagi warga Dudakarta, ini
adalah ayat Allah yang wajib dicermati. Tentu warga akan kelimpungan dan rapat
selama berbulan-bulan untuk menyelesaikan persoalan ini. Mereka juga akan
sholat tobat dan sholat hajat berjamaah agar Gusti Allah berkenan melunakkan
hati, memberikan kesabaran serta rizki melimpah dan memberikan <i>garwa
padmi </i>(syukur-syukur) <i>garwa ampil</i> bagi Buto Abang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Demi solidaritas dan
rasa prihatin, Warga Dudakarta juga memberikan simpatinya kepada Buto Abang
dengan cara mengencangkan ikat pinggang dan merapatkan lilitan sarung untuk
ngelembur berdoa dan sholawatan. Bahkan Mas Rombong memberlakukan jam malam
bagi muda-mudi <i>sliweran</i> dan menetapkan larangan apel ke calon
suami atau istri demi menjaga ketentraman batin Buto Abang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sambat Buto Abang
membuat perhatian warga Dudakarta atas penutupan Alexis sedikit berkurang.
Karena salah satu akar persoalan Alexis juga tidak lepas dari kian merebaknya
duka batin manusia semacam Buto Abang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Matane Mak’e
Kebo <i>amblek</i>! Maunya diperjuangkan terus, didukung, tapi abai pada
duka mendalam Buto Abang. Mak’e Kebo boleh saja lupa memikirkan apakah pejabat
sekelas Buto Abang ini sudah aman rokok, makan dan kopinya. Tapi, jangan sampai
lupa dengan urusan batin dan pernikahan para pejabat partainya. Seharusnya
Mak’e Kebo yang kedunguannya kerap membahayakan piring nasi rakyat ini <i>ngawulo</i>;
menempuh lelaku spiritual menikahkan pejabat partainya agar dosanya diampuni,”
protes Pakde Dalbo di warung Mang Alim.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mas Rombong dan Mbah
Ripul yang juga sedang kongkow di warung pun ikut masam wajahnya lantaran
memikirkan nasib Buto Abang. ”Lha iya Bo, kok ya <i>sontoloyo</i> sekali
itu si Mak’e Kebo. Dia bisa berleha-leha dan merasa sakti setelah memenangkan
Dukun Tiban di Pilpres, tapi lupa memikirkan nasib para pejabatnya yang sedang
menggigil menahan birahi yang tak tersalur. Bagaimana mau memikirkan nasib
bangsa bila para pejabatnya masih kerap murung dilanda darurat <i>rabi.
Pancen kebo ketulub</i>,” timpal Mas Rombong yang juga <i>ngambek</i> kepada Mama Kebo. ”Bagaimana menurut sampeyan, mbah?”
Lanjut Mas Rombong.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Wajah Mbah Ripul nampak
dingin dan kaku seperti memendam sesuatu. Pakde Dalbo yang sedari tadi
mengepalkan tangan kembali menyahut, ”kalau saya ditelantarkan negara dan tidak
diurusi kebutuhan saya untuk menikah itu masih lumrah. Karena orang semacam
saya ini hampir <i>ndak</i> punya kontribusi apa-apa kepada negara.
Tidak <i>keliyengan</i> setengah mati sebagaimana Buto Abang dalam
memikirkan nasib bangsa; memikirkan ketepatan dan relevansi ideologi negara
serta tegaknya Demokrasi di Indonesia.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Para sesepuh Dudakarta
nampak terus gusar memikirkan nasib Buto Abang. Mereka menganggap kelalaian
jongos partai dalam mengurus pejabat sejati semacam Buto Abang ibarat
membiarkan mesin yang dipaksa bekerja tanpa ganti oli. Padahal mengganti oli
adalah kewajiban yang tidak boleh diabaikan agar mesin tetap bekerja optimal.
Tanpa mengganti oli, komponen mesin yang bekerja terus-menerus ini terancam aus
dan bahkan bisa membuat patah roda giginya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Belum tuntas keresahan
sesepuh Dudakarta, Mang Kumis datang melapor, ”Mbah Ripul, Pakde, Mas Rombong,
mas Buto Abang sudah bangun dari tidur.”<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mendapat laporan dari
Mang Kumis. Sesepuh Dudakarta saling berpandangan dan bergegas menemui Buto
Abang. Dalam perjalanan menemui Buto Abang, para sesepuh kompak berdoa dalam
hati, ”Ya Gusti, dalam keteraniayaan nasib hamba-hamba ini, peluklah keinginan
Buto Abang. Hanya <i>Njenengan</i> yang mengerti apa yang ada di
kedalaman kami dan Buto Abang. Hanya <i>Sampeyan</i>yang jauh lebih pantas
dan mampu memberikan restu atas kemaslahatan kami dan Indonesia. Amin.”<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<b><i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dudakarta, Sabtu Pon, November 2017</span></i></b>Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-45894929277993118322017-11-03T22:53:00.001+07:002018-06-21T00:19:34.097+07:00Yasinan untuk Alexis 2<b><u>#DUDAKARTAdanJAKARTA15</u></b><br />
<b><u>Citra D. Vresti Trisna</u></b><br />
<b><u><br /></u></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Merasa belum mendapat
kemantapan hati atas Alexis, warga Dudakarta kembali lembur yasinan. Setelah
mata cukup panas dan perut warga sudah keroncongan, barulah mereka <i>ngaso</i> barang
sejenak. Pedas wedang edang jahe buatan istri Mas Rombong membuat mereka
kembali greng. Mata mereka lebih greng lagi ketika sadar bila Gus Miek <i>rawuh</i> yasinan
dan ikut menikmati suguhan wedang jahe. Setelah ia berkata, ”<i>khairul umuri
ausatuha</i>,” beliau lenyap.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sebaik-baik perkara
adalah yang di tengah!</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Akhirnya warga
Dudakarta <i>manthuk-manthuk</i> dan mulai bertanya satu sama lain
untuk mempertanyakan apakah mereka akan meneruskan yasinan atau justru pulang
ke rumah masing-masing.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Tengahnya Alexis itu
apa hayo?” Celetuk Wakebol disambut riuh rendah suara warga yang <i>ngaso.</i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<a href="https://www.blogger.com/u/1/null" name="more"></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Warga
Dudakarta sepenuhnya sadar bila mencari jalan tengah dan mengambil hikmah atas
perkara Alexis tidak semudah pertanyaan tebak-tebakan anak kecil: tengahnya
pasar ada apa? Lalu akan dijawab, ”ada essssss...” Mereka juga sudah
memperhitungkan bila ”tengah Alexis” itu bukan ”ex”, melainkan kompleksitas
persoalan yang sudah runyam dan mengakar. Selain itu, pelacuran adalah salah
satu kebudayaan purba yang masih hidup hingga kini dan terus memperbarui diri
dengan wajah yang baru. Pelacuran boleh dikekang, tapi selalu ada celah dan
cara manusia untuk melampiaskan hasrat yang ilegal dengan cara baru yang lebih
canggih. Karena pelacuran kelamin adalah akibat kesekian dari pelacuran etika,
kepercayaan, iman, pendidikan dan lainnya.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau warga Dudakarta boleh
berbaik sangka, upaya Pemprov DKI hanya sejengkal dari upaya <i>kaffah</i> yang
perlu didukung. Masyarakat memang lebih tua dan matang dari Pemprov, tapi
hendaknya sebagai orang yang berada di depan perlu memberi teladan sikap. Kalau
ternyata penutupan Alexis hanya sekedar langkah dan tidak diikuti upaya <i>kaffah </i>lainnya.
Atau upaya <i>kaffah </i>ini juga kembali
berlaku ketika Alexis jilid dua, tiga, seratus. Karena penutupan Alexis itu
berbeda dengan penutupan warteg di tanah sengketa. Alexis jilid 2, 3, 4, sampai
1000 hanya butuh waktu beberapa hari untuk kembali bangkit. Sedangkan untuk
usaha mikro bangkit setelah dihajar buldoser itu susahnya setengah modyar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kalau boleh melanjutkan
berbaik sangka, penutupan Alexis kali ini adalah salah satu jalan untuk
menyelesaikan persoalan tanpa buldoser dan memasang aparat untuk diadu dengan
rakyat. Jalan yang ditempuh Anies terbilang cukup sunyi dibanding gubernur
sebelumnya meski langkah yang telah diambil bukan tanpa risiko.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Alexis boleh saja
ditutup dengan cara yang senyap dan hampir tanpa teriakan kasar orang kecil
yang mengamuk sambil memberanikan diri menyongsong pentungan polisi. Tapi,
apakah mereka (orang-orang kecil dalam lingkaran Alexis) benar-benar diam?
Jawabnya belum tentu. Siapa yang tidak marah usahanya <i>kukut</i>? Kalau
mereka tidak buka suara dan berteriak memaki di depan hidung pemprov, mereka
bisa saja berteriak dalam hati sambil sesegukan menangis mengadu langsung ke
Gusti Allah sang pemilik 100 persen saham kehidupan manusia; pemilih
benar-salah dan hakim paling jujur atas hidup. Terikan dalam sepi ini justru
lebih berbahaya dari dibandingkan demo ribuan warga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Susah juga, ya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kepekaan Mas Rombong
mendengar suara sunyi di kedalaman hati warganya segera diutarakan kepada Mbah
Ripul. ”Susah juga, ya, mbah jadi Gubernur?!” Kata Mas Rombong.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Kalau pemimpin
terbiasa bersikap munafik dan punya bakat memimpin warga sambil <i>nyambi</i> dagang,
ya, tentu sulit. Kalau mereka mau sedikit saja puasa dan tirakat tentu mereka
tidak akan kesulitan mendengar suara sunyi. Yang harus dilakukan Pemprov DKI
adalah belajar mendengar suara sunyi rakyat sebagaimana pemimpin terdahulu.
Mendengar suara sunyi dalam konteks kepemimpinan itu hukumnya wajib, bukan
sekedar sunnah,” jawab Mbah Ripul.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Menurut Mbah Ripul,
satu-satunya jalan pemprov terhindar dari kualat orang-orang kecil — tidak
hanya perkara Alexis — adalah belajar mendengar suara sunyi dan mengambil
tindak lanjut atas kebijakan yang sudah dibuat berdasarkan suara sunyi itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Apakah pemimpin baru
DKI itu sudah pandai mendengar suara sunyi?”tanya Mas Rombong lagi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Besok saya akan undang
dua orang itu untuk wawancara di warung Mang Alim,” tukas Pakde Dalbo. ”Saya
juga akan kasih mereka pertanyaan sulit soal ”jalan tengah” Alexis sebagaimana
kata Gus Miek ketika <i>rawuh</i> tadi,” ujarnya yakin.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Modelmu Bo-Dalbo.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Kalau begitu tengahnya
Alexis ada apanya?” tanya Wakebol.<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Ada eeexxxxx” warga
koor dengan kompak.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<b><i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dudakarta,
Jumat Pahing, November 2017<o:p></o:p></span></i></b></div>
Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3580208324472565271.post-44581718680919681172017-11-02T17:04:00.000+07:002018-06-21T00:19:51.428+07:00Yasinan untuk Alexis<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-indent: 18.9333px;">
<b><u><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 13.5pt;">#DUDAKARTAdanJAKARTA14</span></u></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-indent: 18.9333px;">
<b><u><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 13.5pt;">Citra D. Vresti Trisna</span></u></b><br />
<b><u><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 13.5pt;"><br /></span></u></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sejak 27 Oktober 2017,
masyarakat Dudakarta menyambut langkah Pemprov DKI untuk tidak memperpanjang
izin usaha hotel dan gria pijat Alexis dengan yasinan dua hari dua malam. Apa
yang mereka lakukan bukan lantaran pro atau kontra pada penutupan Alexis.
Mereka hanya tidak tahu harus bersikap seperti apa.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketika berita ramai
meminta pendapat warga, warga Dudakarta justru <i>ketlingsut</i> dan tidak seorang wartawan pun yang memintai pendapat
mereka. Tapi, mungkin karena Gusti Allah tidak ingin warga Dudakarta terlalu
minder akan statusnya sebagai manusia yang mungkin butuh <i>nggaya</i>, maka datang juga seorang wartawan yang nyasar dan
mewawancarai Mbah Ripul dan si Kumis ketika keduanya sedang andok bakso di Mall
Roxy. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> ”Pendapat anda soal penutupan Alexis?” Tanya
wartawan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”E... ee... ee... <i>nganu...
kepriwe ya... nganu...</i>”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<a href="https://www.blogger.com/u/1/null" name="more"></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sadar
telah salah mewawancarai orang, wartawan itu meninggalkan dua mahluk aneh
Dudakarta. Seandainya warga Dudakarta dikumpulkan dan diwawancarai secara
serius pun, mereka tidak dapat menjawab dengan baik.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kebisuan warga
Dudakarta pada penutupan Alexis bukan tanpa sebab. <i>Pertama,</i>sebagai
warga ilegal yang menumpang tinggal di Jakarta, mereka merasa tidak pantas
dimintai pendapat dan mereka juga bukan pelanggan Alexis yang taat. Mereka tak
ingin pendapatnya dicatat, dipublikasikan secara luas hingga harus melukai
pekerja Alexis. Karena dalam kacamata warga Dudakarta, penghuni Alexis bukan
hanya para punggawa PT Grand Ancol Hotel, tapi juga OB, tukang jamu kuat,
tukang parkir dan ribuan orang yang hidup dari perputaran bisnis Alexis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mereka juga paham,
drama penutupan Alexis adalah dialektika cinta antara Pemprov DKI dengan bos
gank Alexis. Agar semakin akur, kedua pihak memang harus repot-repot bikin
klarifikasi di media mengenai rasa keberatan keduanya. Nantinya kedua pihak
bisa saling merajuk, misalnya saling menyalahkan dan mempertanyakan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Yang membuat warga
Dudakarta ngelembur yasinan adalah adanya lintasan bayangan dialog seperti ini
antara pemprov dan bos gank Alexis:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Mengapa tidak sayang
kepadaku sebelum aku jadi bos di Jakarta? Aku benci kamu!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Lha gimana, wong saya
urunan bukan buatmu. Aku harus bagaimana ini, cintaku? Maafkan aku!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">”Ya sudah, kita tutup
lembaran kelam ini. Bukalah lembaran baru, gantilah bajumu, juga namamu. Itu
hanya mengingatkanku pada kisah yang lalu dan mulai sekarang belajarlah
mencintaiku.” Dan keduanya pun berpelukan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Lintasan pikiran warga
Dudakarta bukan tanpa alasan. Drama sontoloyo memang dibutuhkan untuk sebuah
pentas kota sekaliber Jakarta. Dialog dan ekspresi yang terpajang di televisi
harus dibuat dramatis dengan tujuan agar penonton hanya bisa menerka dan tawur
sendiri-sendiri di media sosial. Soal tawur itu prinsipil atau tidak memang
bukan yang utama. Karena tugas orang pintar hari ini adalah membuat drama agar
digunjingkan, diributkan lantas orang-orang itu kehilangan fokus dan kejernihan
atas apa yang terjadi. Inilah ilusi optik dari drama dan media sosial hari ini:
kaburnya substansi dan masyarakat jadi pemuja tragedi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sedangkan yang membuat
warga Dudakarta menitikkan air mata di tengah yasinan adalah rasa bersalah
karena sempat merasa kehilangan Alexis berarti kehilangan laboraturium belajar
sabar menahan birahi. Tapi, di sisi lain, mengabaikan tangis istri-istri yang
kesepian di rumah dan menunggu suami pulang sambil mengantuk. Padahal warga
Dudakarta sepenuhnya paham bila kehilangan Alexis hanya satu tahap untuk
mendapatkan laboraturium lain yang lebih besar, lebih rapi dan lebih
menghentak-hentak birahi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Setelah yasinan dua
hari dua malam, Mbah Ripul membuka omongan, ”warga Dudakarta sekalian. Sudah
dapat petunjuk dari Gusi Allah?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tidak ada jawaban.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mbah Ripul meneruskan,
”acara yasinan ini akan terus dilakukan agar kita sebagai tetangga Jakarta
tidak salah berpikir, menentukan sikap dan bertindak atas penutupan Alexis.
Yasinan ini juga bentuk dari keterbelahan sikap dalam hidup untuk menentukan
baik-buruk dan mengambil hikmah. Ada keterbelahan sikap antara prihatin
lantaran Alexis ditutup tapi separuhnya bersyukur. Bagaimana saudara-saudara?”<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Masih tidak ada
jawaban.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<b style="text-indent: 18.9333px;"><i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<b style="text-indent: 18.9333px;"><i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Jakarta,
Kamis Legi November 2017</span></i></b></div>
</div>
Citra D. Vresti Trisnahttp://www.blogger.com/profile/03824725902788610781noreply@blogger.com0