Laman

Tampilkan postingan dengan label mitos. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mitos. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 Mei 2015

Sorga dari Keprawanan Mbak Cantik

Suatu malam, seorang kawan datang kepada saya dan mengatakan bila dia akan menikah dua bulan lagi. Dia mengaku merasa senang karena akan memiliki seseorang yang bertanggungjawab penuh pada hidupnya. Karena, selama ini dia hanya dimanfaatkan para bergajul-bergajul cengegesan untuk kesenangan hormonal. Tapi, yang menjadi keresahan mbak cantik di depan saya itu adalah salah satu dari para bergajul cengengesan itu telah merenggut keperawanannya.
Di sisi lain, pria yang akan menikahinya ini tidak tahu bila si mbak cantik ini sudah tidak perawan. Kata si mbak cantik, hidup calon suaminya itu begitu lurus. Selain itu, pria ini juga sangat konservatif dalam urusan seks dan sangat percaya pada “mitos keperawaan” saat malam pertama. Inilah yang membuat hati mbak cantik—yang  salah satu hobinya adalah mentraktir saya nasi soto dan kopi pahit—ini gundah gulana.
Dia merasa kiamat akan datang di malam pertamanya nanti. Karena selama ini dia belum menceritakan soal masa lalunya pada calon suaminya. Dia kawatir calon suaminya bakal minggat bila tau dia sudah tak perawan. Meski setelah bertunangan dia menyesal karena tidak bercerita ke pasangannya. Sekarang, dia merasa sudah terlambat menceritakan hal itu dan membiarkan suaminya nanti tau sendiri.
Saya lihat mata mbak cantik memejam. Air mata meleleh di sudut matanya. Dulu saya kenal mbak cantik ini sebagai perempuan yang berpikiran ”merdeka”.  Dia menolak segala belenggu pada perempuan, termasuk keperawanan. Tapi, mungkin konstruksi sosial dan budaya patriarki yang sudah mengakar kuat menggerogoti keyakinannya hingga dia merasa perlu menangis untuk ketakutan yang belum tentu terjadi.

Kamis, 19 Januari 2012

Nusantara

   Nusantara punya ceritanya sendiri. Tentang hidup, kejayaan, “mitos” dan hipotesis tentang bom waktu yang bakal meledak esok hari ketika wacana nusantara meluas. Saat ini, nusantara masih terpendam bersama wacana sebayanya – atlantis, yang katanya di Indonesia – untuk menunggu banyak ahli  dan ramai-ramai mengasumsikan, menggali dan mengambil hipotesis. Begitu juga denganku yang juga bisa sekehendak hati untuk mengambil hipotesis sederhana terhadap wacana itu, dimana berkaitan dengan dengan proyek besar disintegrasi di Indonesia dan keperdulian sesama – terutama kaum cendekia – yang pada akhirnya terjebak pada primordialisme dan fanatis sempit yang picik.
   Siapa yang bisa menduga benar tidaknya nusantara dengan segala kejayaannya. Tapi, ada indikasi bila itu benar adanya berdasarkan bukti yang telah ditemukan. Apalagi melihat “manusia jawa” yang bagiku masih “di luar logika”; karena tidak ada penjelasan ilmiah yang bisa memetakan manusia jawa dengan baik sehingga bisa memberikan kejelasan tentang teka-teki nusantara dan segala dampak. Dan yang terpenting: apakah wacana nusantara ini bebas dari politisasi dan setting global untuk disintegrasi di Indonesia.