-Kepada artis
porno di seluruh dunia, Al-Fatihah.
Beberapa hari lalu saya terkejut dengan kehadiran
foto ”seram” adik kelas saya di Universitas Bunga (bukan nama sebenarnya) yang
beredar lewat sebuah grup facebook jurusan. Foto itu cukup fulgar karena si
perempuan sedang tidur dengan telanjang dada dan di sebelahnya ada seorang pria
berkulit gelap.
Saya sendiri tau foto itu karena kebetulan ada adik
tingkat, yang dengan baik hati mau mem-printscreen foto itu untuk saya. Saya
terkejut, sedikit senyum-senyum dan garuk-garuk kepala. Tapi, saya yakin kalau
foto itu diunggah oleh orang lain yang berniat tidak baik atau mungkin
dilatarbelakangi motif dendam.
Setelah sedikit senyum-senyum, sejurus kemudian saya
berpikir: bagaimana perempuan sekecil itu akan menjalani hari-hari kuliahnya?
Seberapa kuat adik (agak) manis itu menanggung malu karena fotonya tersebar di
media sosial?
Pada awalnya saya membayangkan bila perempuan itu
adalah adik perempuan saya. Lalu gelombang perasaan kembali berkecamuk:
bagaimana kalau pria dalam foto itu adalah saya? Ah, saya tidak mungkin mampu
menyembunyikan muka dari tatapan sinis orang-orang. Meski predikat ”cabul”
sudah melekat pada saya, tapi kalau untuk beban semacam itu tentu menjadi
sebuah persoalan malu yang bakal menggerogoti saya seumur hidup.
Tapi, setelah saya pikir lagi, ternyata Tuhan begitu
sayang pada adik (agak) manis itu. Ya, Tuhan meninggikan derajat kemanusiaan lewat
sesuatu yang tak pernah dia duga: mendadak jadi artis (yang dianggap) porno.
Kini, siapa yang masih sanggup menganggap artis
dadakan itu sebagai perempuan baik-baik? Dan tentu saja yang paling penting
adalah: mendadak setiap orang akan menjadikannya contoh dan tetenger untuk bisa mawas diri. Ya,
mawas diri dalam dua hal: pertama untuk
lebih berhati-hati menyimpan gambar telanjang; kedua berusaha sebisa
mungkin agar hidup kita bisa lebih baik dan ”bermoral”. Meski pada kenyataannya
tak satu pun dari kita merelakan diri kita jadi contoh agar kehidupan orang
lain bisa jadi lebih baik. Meski kita tau, bahwa kenakalan remaja yang
dilakukan adik (agak) manis bukan satu-satunya hal yang bisa membuat kita
pantas menilai bila jaman dulu lebih bermoral ketimbang jaman sekarang. Karena
secara tidak langsung teknologi membuat liku-liku kehidupan bisa lebih terbuka
dan lebih tampak muram dari sebelum-sebelumnya.
Bagiku, bersedia atau terpaksa menjadi contoh buruk
agar orang lain bisa lebih baik adalah sesuatu yang patut dihargai. Karena pada
umumnya seseorang hanya siap menjadi contoh baik, bukan contoh buruk. Seperti
halnya yang terjadi pada adik (agak) manis beberapa waktu lalu. Dia (mau tidak
mau) harus merelakan tubuhnya jadi tontonan banyak orang dan melepaskan
predikat ”anak baik” agar orang lain tidak menjadi seperti dirinya. Dan
pertanyaanku: orang macam apa yang nantinya tega menghukum adik (agak) manis
tersebut dengan sorot mata yang sinis dan menghakimi?
Meski foto itu telah dihapus dari grup, tapi bisakah
kita semua membantunya lepas dari rasa malu? Dan seperti dugaanku sebelumnya,
pasca foto itu beredar, perempuan malang ini absen dari beberapa kuliah.
Adik manis, kamu
boleh saja sedih dan merasa malu. Tapi, entah berguna atau tidak, aku berdoa
semoga kelak hidupmu bahagia. Sekarang, tangisilah rasa malumu, aku percaya
bila itu bukan kehendakmu. Dan andai kata semua kemalangan ini anugrahNya, maka
Dia juga yang akan menghapus tangismu. Percayalah! Kau ”lebih baik” dari semua orang yang hanya
mampu mencibir dan memandang rendah padamu.
Adik manis, percayalah bila kau tak sendiri. Banyak
orang yang mengalami nasib serupa dengamu. Kini kau adalah tiang tegak yang
menjadi contoh dan pengingat bila dunia kita sedang sakit. Hey, dimataku, kau
adalah sebuah pertanda bila dunia memang benar-benar harus kembali berbenah
untuk jadi lebih baik. Dan sekali lagi, tidak semua orang sanggup untuk jadi
contoh buruk. Bukankah sejak dulu dunia (sebagaimana aku) hanya mampu mencibir
dan menilai berdasarkan baik-buruk. Bukankah kita semua terlalu pengecut untuk
berani menunjukkan bopeng wajah kemanusiaan kita. Bukankah kita semua harus
berterimakasih padamu, karena berkat kau, dunia tak sempat mengkoreksi
keburukanku. Karena kini semua pandang mata tertuju padamu, kejelekanmu. Dan
berkat kau, kita semua masih pantas untuk disebut sebagai ”baik” dan
”bermoral”.
Dan percayalah
bila suatu ketika kau akan melihat bila orang-orang di sekitarmu pun tak sebaik
yang kau pikirkan.
SM, September 2014
Citra
D.Vresti Trisna
4 komentar:
Bingung juga sih .. Sering mikir gitu gimana jadinya kalo ada diposisi gitu yang tiap hari musti ngadepi orang2 yang ntah sukanya "mencibir mulu" atau emang ngga punya perasaan (kebanyakan kaum wanita, sedihnya)
Tapi ya nggak berhak mengkririk juga sih hehehe tauk ah ..
Hidup Medsos Indonesia :D
@Rully: woy, sampek sini juga kamu.
@Wahyu: Hidup pak lalat
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.