Catatan: pernah dimuat di Koran Tempo 28 November 2020
Ziarah
:
penyihir hex
Kurang lebih seperti itu, di masa
depan aku akan melihat
diriku menangis sejak tiga ratus
tahun lalu
Di bawah pohon mahoni, sore itu,
dadaku remuk
mengetahui hari itu adalah akhir
kisah. Aku benci caramu
yang dengan jemari lentik menyelipkan
kembang
kamboja di telingamu-telingaku.
Lalu kata tak lagi saling silang
dan di jalanan buntu, rindu diketuk
bertalu-talu
Aku tetap menangis sekali lagi
ketika tiga ratus tahun lalu
Kota jadi bentangan deret makam
ngelangut. Hari berjalan
di antara sisa bau kamboja
bercampur wangi skincare
rambutmu yang setengah mati
kuingat. Apa kita telah selesai
ketika perjalanan hanya sakit
kepala dan doa ziarah dibacakan
lalu di sudut mana aku harus
bersembunyi dari kenang
yang senang membicarakanmu?
“Pergi saja dari kota ini agar
tiada bekas diriku di sini,” jawabmu
Mungkin yang belum kujelaskan
padamu hanya tentang aku
dan kota ini sama-sama dibikin
dari debu kotor; deras alir sungai
otomotif yang kucintai melebihi
dirimu; sekumpulan mayat
di kotak kardus, jalan-jalan
tikus dan bisik pengantar jenazah
atau tentang mayat yang membeku
di mesin ATM
Kasih, apa yang harus kulakukan
bila semua mayat ini busuk,
menyatu dengan refren yang
telanjang? Apa mungkin kelak ada
cinta yang bahagia meski sudah
tidak lagi perawan?
Sekarang mengapa kau diam tanpa
penjelasan, dan aku
tetap menangis seperti tiga ratus
tahun lalu
Jakarta, 2020
Ketika Ikan Sungai Besor Memburu
jangan menikah di hari sabtu
kata ibu, ikan-ikan selalu cemburu di hari itu
mereka mencintaimu segila deras alir sungai besor
dari gunung boker sampai ke laut tengah
namamu disebut, tapi kau tak kunjung pulang
mereka ingin menyusulmu ke bursa saham
tapi tak jadi, mereka teramat patuh
ikan-ikan adalah jelmaan dua ratus tentara daud
yang kelelahan mengejar orang amalek
nyawa dua ratus tentara ini menguap ke langit
lalu jatuh kembali ke bumi sebagai ikan
apa kau telah saksikan bola mata ikan-ikan itu?
ada jurang yang dibikin dari cemburu tak sampai
dipisah keinginan atas darah dan tubuh korban
yang menggunung itu tercatat statistik
“aku ingin menikah di hari jumat, ibu!”
tapi ibu hanya diam, mematung di dekat tungku
“terlambat! mereka telah tiba di kampung ini
dan sebentar lagi mengetuk pintu!”
Jakarta, 2020
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.