Alkisah di sebuah negeri yang aneh, hiduplah seorang pengembara yang bernama Bowo. Ia adalah seorang pemuda yang aneh. Setiap langkahnya menyusuri sudut-sudut jalanan, gang-gang sempit, pedesaan, sampai di rimba-rimba, selalu menimbulkan tanya yang tak selesai bagi setiap orang yang melihat.
Apakah anda penasaran denganya ? Baiklah akan saya gambarkan detail si Bowo kepada anda. Semoga ini penting buat anda.
Ia bertubuh sedang. Jangkung tidak, pendek juga tidak, tapi boleh dibilang tidak tinggi untuk ukuran pria dewasa. Matanya sipit dengan belek (kotoran mata) hampir di setiap sudut mata. Matanya juga selalu merah, maklumlah seorang pambaca yang baik. Ia kerap memakai kacamata khas mafia hongkong.
Hidungnya tidak begitu mancung, namun yang membuatnya selalu menjadi perhatian kaum hawa justru berasal dari hidung tak mancung ini. Sekalipun hidungnya tak mancung, tetapi lobang hidungnya sangat besar. Ia bahkan bisa ngupil dengan stik drum. Dari lubang itu, muncul bulu hidung yang OD (over dosis). Tapi ia meyakini bila berkat bulu hidungnya yang OD, ia bisa bebas dari alergi debu, pilek berkepanjangan. Ia juga meyakini bila bulu hidungnya adalah anugrah Tuhan yang diberikan pada orang-orang pilihan. Entahlah, alasan itu begitu mistis. Sebaiknya anda mesti coba.
Sedangkan rambut Bowo sedikit mengombak dengan panjang sebahu. Rambutnya tergolong tebal, tapi aku sendiri masih kurang yakin. Antara lebat, dengan sedikit unsur keriting, atau sebenarnya biasa saja, namun lengket (baca: anti sisir) pada rambutnya membuatnya terkesan lebat. Tak jelas. Tapi yang pasti, rambutnya sangat bau.
Pada bagian bibir, aku tak banyak catatan tentang bibirnya. Refrensi juga masih terbatas. Namun yang jelas, setiap kali dia senyum, pada sela-sela giginya ada bekas lombok yang nyangkut.
Bagaimana? Cukup!! Atau masih ada hal yang ingin kujelaskan lebih detail mengenai Bowo?
(diam sejenak)
Baiklah, kalau kalian hanya diam saja, kediamanmu itu kuanggap ‘ya’. Aku lanjutkan lagi.
Setiap perjalanannya selalu membawa sebuah buku besar milik para akuntan. Apakah Bowo adalah seorang akuntan? Tidak. Itu adalah diary Bowo. Ia menulis catatan harian pada buku besar itu. Semua hal yang dialami, dan dipikirkannya ditulis dalam catatan itu.
Soal cita-citanya menjadi seorang penjaga palang pintu perlintasan kereta api. Tidak jelas apa motifnya. Tapi dia menulis seperti ini dalam catatannya:
“Dear diary,
Entah mengapa dadaku selalu mendesir bila melihat seorang penjaga palang pintu perlintasan kereta api. Sebuah pekerjaan mulia, sedikit memiliki unsur tuhan (boleh main-main dengan keselamatan orang), gagah dengan seragamnya dan melihat rambutnya bergoyang diterpa angin kala kereta melintas dan ia melihat kereta berlalu dengan wajah lelah bersepuh puas. Namun alasan utama aku bercita-cita macam ini adalah: pekerjaan penjaga palang pintu ini memungkinkanku untuk santai dan bisa ditinggal-tinggal ngopi, bermain catur, membaca buku, menulis, bisa eek kapan saja. Menarik sekali
Kadang dalam malam-malam sepi tiada berbintang, ingatanku selalu kembali saat aku masih kecil dulu. Hampir setiap orang yang menanyai apa cita-citaku, aku seperti menjadi anak yang mandeg (goblog dan tak kreatif) sebab aku hanya punya empat koleksi jawaban: polisi, tentara, dokter dan pilot. Lain tidak.
Pilot = gagah + mengendarai pesawat.
Polisi = membawa pistol + dan menangkap penjahat.
Tentara = pegang senjata + berseragam.
Dokter (biasanya perempuan)= berseragam + bawa suntik + menyembuhkan orang.
Kalau kupikir-pikir, mengapa aku tak punya cita-cita menjadi seorang badut, tukang jual bakso, tukang sol sepatu, penjaga palang pintu, copet, pengamen, preman, maling, atau bahkan penganggur? Mengapa?
Apa sejak kecil kita memang dilahirkan dan tanpa sengaja terdidik sombong sehingga tak mengidolakan cita-cita yang membuat para ibu meretua di dunia begidik.
Apa aku ini sombong? Sombong gak sih aku ini? …”
Begitulah ia menulis dalam catatannya. Soal apakah dia pernah terbentur kepalanya, saya juga kurang tau. Tapi itu tadi adalah sedikit cuplikan dari cita-citanya, sebab apa yang ditulis bowo dalam buku besarnya itu mencakup banyak hal. Ada pula perenungan dan keinginan-keinginan sesaatnya. Seperti ini contohnya:
Oh malam, mengapa kau sangat gelap.
Oh bintang, segeralah jatuh. Aku ingin memohon, sekalipun mengharapkanmu adalah perbuatan paling idiot sepanjang masa. Tapi biar sajalah.
“Seandainya setiap kita kebelet buang air, bisa langsung ketemu ponten, tidak perlu ngantri, dan didalam WC ada play station. Pasti menyenangkan. …”
Bersambung…
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.