Apa
benar media massa akan menjadi seperti yang aku bayangkan kelak? Apa benar
Indonesia akan begini, begitu? Apa benar mahasiswa akan jadi penghisap penis Eropa
paling khusuk? Apa benar ini dan itu
atau anu dan anu, berjalin-jalin menjadi sesuatu yang tak pernah aku pikirkan.
Bisa jadi apa yang aku
pikirkan dan analisa dengan beberapa kawan itu benar. Bisa jadi juga salah. Tapi,
itu semua terbentur dengan sebuah pertanyaan pamungkas: lalu mau apa?
Dari hasil riset dan
kajianku bersama rekan-rekan di Jakarta beberapa waktu lalu, mungkin ada benarnya.
Sesuatu yang tiba-tiba menjadi nisbi; ketika rumus sosial, logika, pembacaan
sejarah dan hati berkata demikian. Lalu, aku kembali harus mengulang: aku ini
mau apa?
Ya, kata-kata Mas Dukun
memang benar adanya. Tau banyak itu sakit. Kalau kata si pongah dari kota M:
orang yang mengerti itu pantas mati. Tapi,
yang membuatku kerap bertanya pada diriku sendiri adalah: mengapa sampai hari
ini aku kerap meyakinkan diriku bila aku ini tidak tau. Aku ini mestilah
bermain kesana kemari dan hidup normal laiknya banyak pria: bermain, insaf,
kerja, menikah, bercinta, membesarkan anak, lalu mati. Itu saja dan tidak perlu
terlalu lux.
Karena memang aku ini
seperti sebagaimana manusia lainnya: terbentuk dari perpaduan antara bermain
aman dan juga “pecandu” sesuatu yang sungil, menggelitik, sedikit bangsat.
Ayoh!
Siapa yang tak terima dan mengaku suci, sini acungkan tangan! Kemarilah, kau
pasti tau bagaimana senangnya orang yang nasib merokoknya esok hari sedang tak
menentu.
---
Selamat pagi. Saya
tidur dulu.
Cdv_t
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.