(Nasihat Bagi Mantan Sekjen yang Keblinger)
Defy dengan Rambut Sai Baba |
Apabila banyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta — Sultan Takdir
Alisjahbana.
Mungkin nukilan dari ”Gurindam Dua Belas” karya Sultan Takdir Alisjahbana,
gubahan Raja Ali Haji adalah ”pengingat” kita semua. Tapi, bukankah hampir
semua orang menganggap “kata” adalah pintu masuk; keniscayaan; dan jalan
menuju...
Ya, mungkin si doi waktu bikin tuh kata-kata lagi selo banget dan iseng dan
lagi mendem congyang.
Keyakinan saya pada keagungan ”kata” begitu mendalam. Sehingga saat membaca
nukilan Gurindam dua belas, saya jadi
sensi. Saya berpikir apa yang ditulis Sultan Takdir Alisjahbana (STA) —
yang saya bayangkan mencari inspirasi sambil nongkrong di WC dan kebas-kebus
Surya 12 — adalah dagelan tak lucu bagi penggiat media alternatif dan media
mainstream saat ini. Dan saya rasa, menganggap nukilan gurindam dua belas sebagai ramalan kebangkrutan era media saat
ini adalah sikap terburu-buru dan barbar. Tidak gaul banget kan STA
ini?
Begitulah orang tua: dekaden dan terlalu kaku dengan gejala-gejala. Dan remaja
macam kita, (lagi-lagi) dipaksa memahami dan mentoleransi pandangan orang tua yang
udik dan terkesan tidak bisa lihat anak muda seneng.
Mungkin, sejak usia muda, STA ini kuper. Tidak gaul. Tidak ikut persma,
tidak kenal budaya diskusi sambil mabok (simbok). Tidak ikut PPMI — organ
yang sejak kelahirannya mempunyai cita-cita agung untuk membenahi Indonesia
lewat media alternatif. Mungkin juga si doi
menghabiskan masa mudannya di pentas ndangdut dan tidak
pernah melihat betapa garangnya aktivis PPMI saat membahas isu bersama.
Coba bayangkan! Apa yang lebih gagah dari sekumpulan muda-mudi dari seluruh
Indonesia mengawal isu bersama dan di masing-masing kota mengawal isu tersebut
lewat media mahasiswa (media alternatif)? Apa pendahulu kita ini ndak ketangis
gulung-gulung neng kuburan bangga melihat generasi muda melakukan perjuangan
yang revolusioner untuk Indonesia yang lebih baik? Bayangkan?! Dan, ah,
”kata-kata”, persma, perjuangan, isu bersama, media alternatif. Oh... Saya
benar-benar kehabisan kata melukiskan betapa puitik perjuangan adek-adek
mahasiswa ini.
Yang paling syukur alhamdulillah adalah saya sempat
mencicipi untuk ikut-ikut nimbrung sebagai penggembira di PPMI.
Kalau misalkan si STA ini beredar di medsos, ah, sudah pasti diundang
di forum facebook untuk dibantai habis-habisan
dengan perang meme argumentasi
rasional yang diilhami oleh kesadaran kolektif perjuangan mahasiswa. Dan untung
saja tidak banyak yang kenal STA. Sehingga, yang harus dibantai adalah si boko
haram Defy Firman (bukan nama sebenarnya), yang dianggap ingin memberangus
PPMI-yang suci.
Di era media, ”kata-kata” adalah keniscayaan. Kata-kata adalah segalanya.
Karena dari sanalah kita melihat luasnya cakrawala. Dari sana pula generasi
muda menemukan jati diri, konsep ideal berbangsa-bernegara, belajar sejarah,
dan rumus-rumus hidup di masa depan.
Coba adek Defy pikirkan, apa yang tidak bisa kita cari di era banjir
informasi seperti saat ini? Dari persoalan ekonomi, budaya, ideologi, hobi,
gaya hidup, tersedia dalam bentuk ”kata”. Semuanya tersedia tanpa perlu
susah-susah mencari tahu langsung; terlibat dan melakukan observasi
partisipasi. Bahkan, untuk mencari informasi soal foto SBY kukur-kukur
anunya saja bisa kita temukan di media. Bisa ditemukan penjelasan
ilmiahnya.
Dek Defy yang kesepian dan tidak dibolo alumni, coba anda
pikir lagi, apa salah PPMI sehingga anda begitu gemagah ingin memeranginya? Apa karena PPMI adalah organisasi yang bangkrut?
Atau karena ideologinya setua kancut boneka-boneka
98 yang kini jadi antek partai, sehingga PPMI pantas dibubarkan? Apa karena
mbah-mbah alumni sudah banyak yang jadi bandotan partai hingga menginspirasi
anda merobohkan rumah suci PPMI? Ingat Def, mereka itu nabi, wali, kudus Def. Apa
karena PPMI sudah banyak dilupakan LPM-LPM besar — yang mulai bosan lantaran
ada ketidakjelasan arah gerak; mulai geje; tidak beres mengawal isu
dan mulai absurd orang-orangnya — sehingga AD ART nya pantas dibongkar
dan dirubah secara mendasar?
Defy Kenther |
Oh men, opo toh sing mbok ngen-ngen kui? Opo koe ora oleh hidayah saking
nabi besar PPMI, hah? Dobol tenan kowe iki!
Dek Defy yang tidak lagi revolusioner, tanpa ”kata”, anda bukanlah
siapa-siapa. Tanpa kata, anda tidak mungkin bisa jadi seperti sekarang. Jika
kau ingin memberangus PPMI-yang suci banget lantaran mereka adalah fans club
kata-kata, lantas dari mana lagi generasi muda mentransformasi wacana dan
kesadaran kolektif untuk melawan kedunguan pemerintah? Apa adik-adik ini anda
suruh mempertebal militansi perjuangan mengawal kebijakan pemerintah yang tidak
pro rakyat lewat motivasi Mario Teguh?
Bukankah selama ini mahasiswa memperoleh update wacana kekinian dan
perkembangan dunia lewat jawapos, kompas dan tempo media alternatif
untuk modal dasar dan amunisi perjuangan turun ke jalan dan menggoyang pacar
pagar. Dimana akal sehatmu saat kau menyarankan adik mahasiswa membenahi PPMI —
terutama yang menyangkut arah geraknya — ketika cara kerja organisasi ini sudah
begitu onani sistematis dan efektif ? Are you crazy?
Hari ini mahasiswa mana yang tidak membaca media kawan-kawan LPM dan
menerimanya sebagai sikap hidup? Coba anda berikan argumentasi yang masuk akal
pada adek-adek mahasiswa saat anda menyuruh mereka kembali ke kampus untuk
introspeksi kualitas pemberitaan, ketajaman, akurasi, daya ungkap dan analisa
media mereka. Sampean sehat?
Ya, aku berpikir anda sangat cocok berteman imajiner dengan STA. Sekarang
kamu sudah ndak punya teman kan? Ciyaan!
Oh Defy dan konco-konconya yang naif, kalian itu sama dekadennya kau dengan
STA. Betapa kalian adalah generasi yang mewarisi sikap dingin pada gejala, yang
umumnya dimiliki orang tua yang enggan turba dan revolusioner itu. Cobalah
koreksi dirimu dulu. Jangan sekali-kali kamu ajak adek-adek PPMI berpikir
seperti orang tua jompo di kursi roda. Mereka berbeda dengan kamu. Karena
adek-adek mahasiswa itu tidak perlu berpikir seberapa pentingnya mengetahui
persoalan secara langsung, terlibat, dan melihat persoalan dari banyak sisi.
Tahu kah kau betapa cara ini sangat tidak efektif, memakan
waktu lama dan tidak progresif? Sekarang ini eranya eksis! Helooow! Please EaCh.. hufftz..
Mungkin kamu dan rambutmu yang mencurigakan itu tidak tahu bila saat ini
adalah eranya media; eranya google; eranya jurnalisme warga? Sehingga ”fakta”
yang kian kabur itu bukan lagi substansi utama, tetapi renda-renda perjuangan.
Ah, mungkin kesontoloyoan anda ini karena sebagai penggiat pers anda terlalu menyibukkan
diri membaca petuah-petuah kuno yang ketinggalan jaman?
Please bangun dunkz! Ini eranya Andreas
Harsono! Ini eranya jurnalisme jadi agama! Berhentilah membaca kitab suci anda itu.
Untuk apa anda berpegang pada petuah-petuah tidak jelas dari kitab (yang hanya)
karangan nabi paling miskin lagi buta huruf itu. Bisakah dipercaya kata-kata
kitab itu? Ah, kalau kau terlalu sentimen dengan media alternatif, masih lebih
baik bila anda baca Jawapos-nya Papi Dahlan Iskan, ketimbang petuah kitab suci
yang selalu diam-diam anda selipkan untuk jadi keyakinan bersama.
Seharusnya bacaan wajibmu adalah buku-buku yang menuhankan jurnalistik di
atas segala-galanya agar anda tidak menyimpang seperti sekarang. Tahukah hai facking
shit, sekarang itu eranya demokrasi yang berwatak mempersilahkan. Jangankan
kata-kata, kotoran pun bisa jadi agama di sini. Jadi, sebaiknya anda — dan si
STA yang ndesonya alang-kepalang itu — angkat kaki dari sini apabila akan
membatasi kata-kata.
Ah, banyak yang ingin aku sampaikan pada anda. Tapi, saya capek mengetik.
Saya lanjutkan besok saja.
Def, bagi kami: ketika orang-orang terlelap tidur, kami cemas memikirkan
jaman. Su. Def, bagi kami: journalism isn’t an
activity, journalism is a belief.
So, rungokno ini, Def. Rungokkan!
Galeri Foto Si Defy
Defy 4l4y |
Def, pantaskah kau berjuang ketika gayamu 4l4y macam ini?
Beraninya kau mengajak berjuang sedang rambutmu diilhami oleh kangen band?!
Jeli Beracun |
Saya pernah mengenalmu sebagai jeli beracun? What?
Editan |
Bahkan foto ijasah pun pakai foto editan. Allahhuakbar!
Defy Minggat |
Westalah. Minggato dari dunia persma yang suci ini def.
Habitat Asli |
Yo ngunu. bener! Gumbul wong ndeso karo menghibur diri kono. ojo ngurusi adek-adekmu yang kini berjuang untuk tugas suci yang mulia.
Dalbo
Jakarta, 10 Juni 2015
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.