Kenangan itu jahat. Ia memelintir
kesanggupan untuk berani melihat hari ini.
Jagoan mana
bisa tetap berdiri tegak bila musuhnya adalah kenangan? Sebelum melawan itu
semua, saya yakin, si jagoan akan meluangkan waktu beberapa detik untuk
‘menangis’, merasakan sejuk angin mengipas tubuhnya dan merayakan melankolika
masa silam.
Apa itu
kenangan? Apa ia berbeda dari sejarah dan ingatan?
Sejarah secara
umum boleh diartikan sesuatu yang telah lewat; -- terjadi; asal usul sesuatu.
Ia memiliki environment yang lebih luas dan kompleks ketimbang
kenangan. Sedangkan kenangan lebih pada proses dalam mengingat karena sebuah
sejarah itu (mungkin) membekas dalam memori. Lalu pengalaman adalah proses
pengambilan hikmah dari apa yang telah terjadi sehingga kita bisa menyimpulkan
dan mempengaruhi proses pengambilan sikap hari ini. Dan ingatan lebih pada
prosesnya; berkas; potongan-potongan kejadian yang berhasil kita rekam.
Antara sejarah
dan kenangan sebenarnya tidak memiliki beda yang teramat jauh. Hanya pada
wilayah mana kita meletakkan konteks kalimatnya saja. Menurutku, kenangan itu
tidak beda-beda jauh dengan bedil polisi, namun sama-sama bisa merobohkan.
Kalau bedil hampir selalu berhasil merobohkan maling kutang dalam sekali dooor.
Juga kenangan—bukan hanya pada maling kutang—Si Anas Urbaningrum (maling gebleg) juga akan lumpuh dan merasa
sentimentil bila ingat pacar pertamanya di SMA. Mungkin ia ingat saat
melontarkan gombalan ke pacarnya dan mengajak membangun rumah tangga tanpa duit
korupsi. Kenangan adalah salah hal yang membuatmu berpikir ulang untuk tidak
sembarangan mencatat sejarahmu hari ini.
Kenangan! Ya,
ia seperti serum jahat dari Prof Paijo yang membuat orang seluruh kota jadi
lumpuh dan buta akan masa kini #ngawur. Kenangan membuat seorang remaja memerlukan diri
menangis sesegukan di kamar mandi. Sebegitu jahat kenangan itu, hingga sebegitu
mudahnya menciptakan kanalisasi perasaan dalam penerimaan masa kini. Maka
ungkapan ‘saat ini adalah kenyataan’ hanya sebatas angin lalu bila
kenangan sudah berbicara. Karena kenangan adalah sebentuk melankolika
romantisme membesar-besarkan masa lalu tanpa pernah berpikir: hari ini kita
akan melakukan apa?
Ok, baiklah,
tuan kenangan. Saya tidak akan menafikan kedigdayaanmu mempengaruhi hidup
seseorang. Saya pun pernah keblinger dengan kenangan hingga dalam kurun waktu
lima tahun saya habiskan untuk menjadi zombie pengarang puisi cinta yang rodok mesum. Meski saya juga punya
kenangan-kenangan manis bersama sahabat, kekasih dan keluarga. Dan terus
terang, semua itu membuat saya tak bisa menerima apa yang terjadi hari ini.
Yang mungkin kalian tunggu-tunggu soal ‘kenangan membuat kita lebih bijaksana
dan lebih arif di masa mendatang’. Ya, itu benar! Tapi, seganas apapun ganja yang membuat orang lupa diri, ia tetap bisa
jadi bumbu penyedap. #anggernjeplak. Namun, dengan ungkapan, ‘sejarah pasti berulang’, belajar dari
masa silam hanya menjadi sesuatu yang delusif.
Menurutku,
belajar dari pengalaman; sejarah, ibarat sebuah proses desalinasi air laut.
Memang membuat air laut jadi tawar bukan hal yang mustahil. Kenangan; sejarah,
tidak pernah berdiri sendiri karena ada kompleksitas yang menyertainya dan
membuat sejarah; kenangan; pengalaman itu tidak sesimpel yang kita banyangkan.
Ya, mungkin kita bisa membuat beberapa petak air laut menjadi tawar, tapi tidak
mungkin untuk membuat lautan jadi tawar. Seperti ada selubung gelap yang
menyertai masa silam dan punya misterinya sendiri untuk kembali terjadi di masa
mendatang.
Seperti halnya kenangan, ia bisa membuat kita memacu diri untuk
menjadikannya pengalaman berharga dan tak membuat kesalahan di satu momen.
Tapi, ya, sebatas itu saja. Lain tidak. Berulangnya sejarah secara global akan
kembali lagi dalam siklusnya. Atau bolehlah kita beri nama takdir?
Hmmm, saya
yakin kalau anda dibesarkan di universitas, anda pasti jengkel dengan kata
takdir. Sebab, takdir selalu membuat segala hal yang bisa diperdebatkan jadi
mandek. Tapi, saya sedang tidak memusingkan intelektual overdosis. Kebetulan
akhir-akhir ini saya sedang bosan berdebat soal teori dan segala taik
kucingnya, memperdebatkan hukum yang wantah.
Di tengah menulis catatan ini, saya jadi berpikir: mengapa saya jadi begitu sentimentil dengan kenangan. Saya ingat, hal ini karena beberapa saya bertemu kawan lama (sebut saja dia kondom: panggilan akrab yang sebenarnya) yang tanpa sengaja terjebak curcol dengan saya. Ternyata, dibalik kemembleannya, dia adalah seorang yang romantik melankolik masokistik alkoholik. Tak usah saya ceritakan bagaimana detilnya, yang jelas si kondom ini menunggu kekasih yang tidak memutuskannya selama tiga tahun. Tapi, dalam rentang waktu itu, kekasihnya menjalin hubungan serius dengan orang lain dengan alasan biar dia fresh lagi. Kondom pun menerima asalkan suatu saat si Mbak R ini kembali ke pelukan kondom. Dalam hal ini, apakah si kondom ini terlalu lugu-lugu-goblog, atau teramat cinta. #mengelusdada
Setelah aku
tanya alasan mengapa dia menunggu selama itu, dia menjawab singkat: kenangan. Tapi
yang membuat aku terpukul adalah kata-katanya yang ini: “Seng mbiyen-mbiyen tau tak lakoni bareng pas jek pacaran iku, cit, seng
mbarai aku gelem ngenteni dek e. Senajan yo arek e tak enteni suwe tapi jebule
arek e rabi karo wong liyo. Duh, ancur aku, cit...(yang dulu-dulu pernah dilakukan
bersama sewaktu masih pacaran, cit, yang membuat aku mau menunggu dia. Meskipun
dia tak tunggu lama tapi ternyata dia menikah dengan orang lain. Duh, hancur
aku, cit...)”
Kondom adalah
sosok kawan yang dalam bahasa keseharianku disawat
taek, jembret. Atau orang yang tak pernah ba bi bu kalau diledek. Ia hanya
menggerutu dan memonyongkan mulutnya. Meski pun dia tak pernah marah bila kita
terlalu kelewat batas berguraunya. Dan yang membuat dadaku tersayat adalah,
ketika kekasihnya memintamaaf padanya, ia hanya tersenyum dan berkata:
Silahkan, dijaga baik-baik masnya, jangan ditinggal-tinggal kaya aku, ya. Waktu
itu pacarnya menangis dan memeluk kondom. Setelah malam itu, kondom tak pernah
lagi mendengar kabar kekasihnya selama beberapa bulan sampai sebuah undangan
tiba di rumahnya. Baru saat itu kondom menangis.
Aku
membayangkan, apa ketika kondom menerima undangan pernikahan kekasihnya, ia
juga memonyong-monyongkan bibirnya seperti ketika aku menggoda kelewat batas?
Kini kekasihnya melukai batinnya kelewat batas, tapi apa dia juga menggerutu
seperti biasanya? Apa kondom tidak marah seperti biasanya?
Pertama aku
mengenal kondom, ia hanya lelaki yang tak banyak tingkah. Tapi, hidup selalu
merubah banyak hal. Dan mungkin kali ini kenangan yang merubah kondom hingga
jadi seorang pemabuk. Ya, dia menunggu kekasihnya kembali sembari mabuk setiap
harinya. Diperkuatnya ingatan tentang kekasihnya. Segala yang manis baginya dan
dirasakannya ia memeluk kekasihnya seperti dulu. Setiap ia ingin menangis, ia
selalu menenggak jemblung
lekas-lekas. Baginya, menangis itu cemen
dan bukan lelaki. Tapi, ndom, untuk luka seperti yang kau alami sekarang ini
pernah juga kurasakan. Aku mengerti bagaimana rasanya. Namun, kau yang paling
mengerti harus bagaimana.
Kenangan yang
dibiarkan hidup membuat kondom terus hidup dan bertahan dari luka batinnya.
Mungkin di masa-masa penantiannya, bayangan R yang sedang memadu kasih dengan
orang lain muncul dan menyiksanya. Kondom adalah seorang jenius dalam bidang
ponsel. Sebobrok apapun ponsel bisa ia perbaiki asal tidak digilas trailer.
Dulu ia punya konter di plasa marina, dan perlahan seiring kepergian
kekasihnya, untungnya pun habis untuk minum. Ketika tak cukup, ia jual barang
lain dengan harga serendah-rendahnya. Karena dagangannya habis, ia gulung tikar
dan kini membantu tetangganya jadi kuli bangunan.
Setiap
harinya, kondom hanya hidup dengan kenangan-kenangannya yang membuatnya merasa
kuat di satu sisi tapi remuk di sisi lainnya. Mungkin orang lain hanya akan
menganggap kedunguan masa muda atau orang yang labil dan tak siap menerima
kenyataan. Tapi, bagiku tidak cukup seperti itu. Setiap orang punya
kesunyiannya masing-masing. Cinta satu orang dengan orang lainnya berbeda-beda.
Mungkin aku pribadi bisa bangkit dari keterpurukan patah hati karena ketika
kekasihku pergi, akan banyak orang lain yang menunggu. Tapi, kondom hanya punya
kesabaran dan sebungkus setia yang tak sesimpel orang kira.
Kondom pun bukan
satu-satunya yang mengalami masalah seperti ini. Tapi mungkin para pembaca tak
peduli karena tak kenal dengannya. Tunggulah sampai kawan dekat, saudara, dan
orang terdekat anda terpuruk macam kondom dan baru kalian merasakan. Tapi
semoga orang terdekat anda tak mengalami.
Tiga tahun
bukan waktu yang sebentar untuk patah hati lalu terpuruk. Banyak hal yang
mungkin bisa dilakukan selama rentang waktu itu. Namun, demi kenangan kondom
mau menunggu. Hal terberat yang menjadi beban kondom hanya satu: orang tuanya
sudah terlanjur suka dengan R. Kenangan dikenalkannya R dengan orang tua kondom
adalah satu alasan kondom tak berani melihat hari ini.
Ndom, sekarang
kalau kau ingin menangis, maka menangislah. Selagi bisa, selagi sempat.
Dalam diam aku
berpikir: alkohol yang jadi pelarianmu akan membunuhmu pelan-pelan. Kalau besok
kau harus mati, kau mati karena apa: alkohol atau kenangan?
cdv_t
2 komentar:
yaa baguss
cit... aku udah ada bikin link banner
kodenya ada di sini
http://elfaqar.blogspot.com/2013/08/tukeran-link.html
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.