Laman

Kamis, 12 Desember 2013

Petani

Petani! Saya pikir mereka adalah bagian dari sebuah sistem dalam kehidupan, yang memiliki ”jalan sunyi” yang tak mudah kita pahami bila tak dilahirkan sebagai ”petani” yang ”bertani” dengan benar.

Bertani, bagiku, punya jalan panjang ”puasanya” sendiri, hingga mereka tiba pada sebuah kesunyian yang gigil. Apakah puasa petani itu berarti bersabar, menerima, menghamba pada apapun yang membuat mereka semaki khusyuk bersunyi-sunyi; mendekat dan bersetia pada kosmos.

Saya tidak ingin mengatakan bila petani harus menjalani kodratnya dilindas pemodal, atau kebijakan yang tidak berpihak. Tapi, mungkin, petani tidak akan ”bertani” apabila mereka tidak bersakit-sakit dan mengalah, pasrah dan sadar menjalani kodrat mereka. Dan saya tahu persis bila setiap orang bebas memilih jalan hidupnya menjadi apapun yang mereka mau. Juga, aku pikir, tak seorang pun mendambakan dirinya berada pada kondisi sengsara, kecuali dia seorang masokis. Harus saya katakan pula bila petani yang bertani juga tidak selalu terpenuhi kebutuhan hidupnya. Paling tidak, dengan mereka bertani, mereka memiliki harapan. Dan harapan itulah yang membuat mereka mencukupkan diri, membatasi, dan belajar berkata ”tidak” pada hidup sehingga mereka memperoleh ketenangan. 

Tetapi, itulah bertani. Menunggu musim yang berputar patuh; menanam dan menuai pada waktu yang tepat. Bertani adalah menahan diri dan melakukan sesuatu agar orang lain dapat hidup. Serta menuai hanya pada apa yang mereka tanam, lain tidak.

Sehingga ketika menanggapi kasus petani Kulon Progo yang diusir dari lahan pertanian mereka oleh kekuasaan feodal Jogja dan pemodal, saya hanya katakan: mereka (petani) sedang bertanam. 

Terlepas pada akhirnya mereka melakukan perlawanan secara sadar 
atau sedang terprovokasi aktivis-aktivis pembela petani, saya pikir hanya soal waktu sampai petani dan pembelanya tumpas pada modal multinasional yang bersekongkol dengan kekuasaan feodal. Hanya soal waktu pula sampai petani sadar mereka sedang bertanam; sedang berpuasa.

Sedangkan untuk para aktivis yang memperjuangkan petani, saya hanya bisa menyarankan untuk kembali menata niat --- bahwasannya segalanya akan kembali pada siklus. Ketika anda berpikir apa yang saya tulis adalah upaya menyublimkan perlawanan, itu terserah anda. Tapi ini pendapat saya. Karena mungkin dari apa yang kita yakini tentang perjuangan sudah pasti berbeda. Karena perjuangan petani dalam versi saya adalah sebentuk daya upaya hidup untuk membuat dunia jadi berwarna-warni; bergolak dan menjadi penguji antara satu sama lain.

Selain itu, saya meyakini bahwasannya dunia memiliki cara yang magis dalam membolak-balik nasib dan kesanggupan. Sehingga petani akan sampai pada ”yang seharusnya”. Suatu masa dimana bukan hanya petani yang akan bertani. Tapi, kita, akan menemukan ”kewarasan” dan ikut bertani sebagaimana petani. Bertani dengan cara masing-masing dalam suatu masa dan ruang dimana kita dilahirkan.

Selamat Pagi

Sampang, 12 Desember 2013


cdv_t

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.