Menghargai seseorang itu dengan memanusiakannya. Bukan dengan berjongkok-jongkok. Meskipun maknanya berarti, menghormat.
Ku pikir dari sinilah orang-orang kita selalu di jajah. Budaya adalah budaya. Tetapi ketika bikin orang-orang menjadi ‘sakit’ karena musti memelas kepada mereka yang lebih tua, lebih kaya, atau lebih dari segalanya, itu berarti menghilangkan nilai kita sebagai seorang manusia. Jadi jangan salahkan penjajah bila dia betah ngangkang dan berak di kepala kita tanpa punya anggah ungguh kepada kita sebagai tuan rumah. Juga kepada raja-raja jawa yang busuk itu mereka bisa se-enak perut melakukan penghisapan dan perbudakan, karana memang orang tua kita sendiri yang mengajarkan kita selalu berjongkok-jongkok menghormat. Dari sinilah persooalan bermula.
Lantas bagaimana cara kita untuk menghormat kepada orang yang lebih tua? Orang tua kita. Sedang kita tak mungkin terlahir tanpa mereka.
Kelahiran manusia adalah konsekwensi kehidupan. Bukan kehidupan namanya kalau tidak ada kelahiran, juga kematian. Kehidupan menggariskan seseorang musti lahir di di tangan siapa, terserah. Tapi yang pasti, sejak kita lahir kita sudah menjadi seorang manusia yang bebas, hanya saja orang tua lah yang justru melakukan eksploitasi atas diri kita dan menjadikan kita seperti apa maunya saja. Mereka – orang tua kita – tak labih dari sekedar fungsi untuk merawat dan mengarahkan kita. Tapi persoalan pilihan hidup adalah sepenuhnya hak kita.
Sedangkan proses menghormati mereka cukup dengan merawat orang tua kita ketika mereka tak sanggup lagi mengurus diri sendiri, menyuapi mereka ketika mereka hanya bisa terbaring di tempat tidur. Kalau semua musti di ukur dengan jasa, kehidupan ini tidak akan lagi berbentuk, dan seperti manusia jawa sekarang ini. Bagaimanapun kehidupan mesti ditempuh dengan menyadari kehidupan ini adalah sebuah proses.
Kau tidak pernah memperhatikan bagaimana batasan-batasan antara orang tua dan anak.
Itulah kebodohan dunia sekarang. Batasan tak lebih cuma akan membuat kita menjadi seseorang yang terbatas. Padahal dunia tak pernah melahirkan kita dengan potensi yang tak terbatas. Terkadang kita lah yang membatasi kehidupan kita sendiri. Kita tak lebihnya sebagai sosok orang yang mengerikan, yang hidup dari batasan-batasan.
Kau paham artinya sopan santun? Kalau cuma kemanusiaan yang ada di kepalamu. Apakah hidup macam itu merupakan bentuk dari perilaku memanusiakan orang lain?
Kemanusiaan selalu berdiri sendiri dengan sopan santun, juga etika. Kita tidak bisa mencampur adukkan antara kemanusiaan dan sopan santun. Karena semua itu berdiri sendiri dalam tempat dan situasi yang berbeda. Kalau sopan santun berarti harus merendahkan kemanusiaan kita, lantas apa kita hidup musti tanpa harga, atau mengurangi harga dari orang lain. Pada dasarnya kita hidup harus tau posisi kita di kehidupan ini sebagai apa. Kita menemukan diri kita sebagai seorang manusia, maka kita harus hidup dengan cara-cara manusia, bukan binatang.
Sedangkan persoalan memanusiakan orang lain adalah dengan menyadari bila antara satu dengan lainnya adalah sama. Tidak ada perbedaan yang mengharuskan kita berjongkok, atau memaksa seseorang berjongkok-jongkok merendahkan kita.
Tapi menurutku itu bukanlah sebuah perilaku yang hormat dengan orang yang lebih tua.
Apa artinya tua dan muda. Cuma proses pembelajaran saja. Mereka yang tua, berarti harus memberikan sebuah pelajaran berharga tentang hidup sebagai seorang manusia. Sedangkan mereka yang muda adalah yang menerima pelajaran. Jadi tidak ada artinya perbedaan antara tua dan muda, karena pada dasarnya semua manusia itu sama. Menjalani proses dan tugas hidupnya masing-masing, baik sebagai tua, atau muda.
Sedangkan persoalan perilaku menghormati pada dasarnya adalah sebuah perilaku kesadaran. Kita sadar bila orang lain juga sebagai seorang manusia, maka kita harus memanusiakannya. Bukan melakukan penindasan dan penghisapan atas dirinya.
Tidak bisa.
2010
Citra D. Vresti Trisna
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.