Tidak ada yang
lebih sakral ketimbang rasa bosan. Ya, mungkin karena ia datang langsung dari Tuhan.
Kebosanan (hampir) selalu didahului oleh rutinitas, (biasanya) rasa muak, dan yang
terakhir adalah ”membelenggu kuda liar itu pekerjaan dungu”.
Sejak awal aku
menolak untuk ditaklukan dengan cara apapun. Meski pada akhirnya aku harus
bertekuk lutut di salah satu tempat yang kusengaja untuk menguji seberapa besar
orang menghardikku nanti. Meski pada akhirnya aku kalah karena telah terpancing
dengan seseorang yang pernah kukuliahi perkara media umum.
Hidup media
umum! Hidup buruh!
*
Sekarang aku
tinggal di Sampang, Madura. Bekerja sebagai buruh di pabrik kata-kata. Saya tidak tau,
saya ini kerasan atau bagaimana. Tapi, yang jelas, itu akan saya tahu dua tahun
lagi. Bukankah hidup adalah persoalan mencoba dan berani menyelam. Dan sekarang
saya sedang menyelam dalam sekali.
Untuk ”matinya”
kota ini, saya tidak banyak komentar. Hanya saja, kalau dalam seminggu, saya
tidak kena kopi Surabaya, kepala saya bisa pusing, pantat gatal-gatal, kram
otak hingga bunuh diri. Ngeri rasanya membayangkan ada seseorang yang sampai
mati bosan. Terbunuh hanya gara-gara kesunyian dan rutinitas yang membunuh
kreativitas dan akal sehat.
Bukankah dalam
sekali hidup, agar seseorang tetap bisa berpikir, pertama ia mesti diperlakukan sebagai manusia. Kedua mendapat apa yang pantas dan mendapat tempat untuk menyepi,
serta menjadi dirinya sendiri. Ah, ternyata begitu mahalnya ongkos untuk tiga
cepat-cepat gila. Tapi, bisakah buruh membeli itu semua?
*
Warung Timbang Gak Ngopi |
Tempat
ini adalah satu-satunya hiburanku. Hajir, seorang rekan kerja bertanya, ”Awakmu seneng ngopi neng ken eta bro? (Kamu
senang ngopi di tempat ini kah, bro?),”
”Tidak!
Karena tidak ada yang lain saja,” jawabku ketus.
Warung
kopi bagiku, dan bagi dua orang rekanku dari Jawa lainnya adalah semacam tempat
untuk kembali menjadi normal. Menjadi manusia yang butuh untuk berkerumun,
berbicara seputar kerjaan dan banyak hal-hal penting yang menjengkelkan lainnya
untuk dijadikan bahan tertawa. Ya, tertawa adalah satu-satunya senjata untuk
kembali menjadi normal dari bengisnya rasa bosan.
Mungkin
rasa bosan itu bisa menjadi sebuah indikasi adanya hal yang ganjil. Tapi,
karena apa? Mungkin jawaban itu belum muncul saat ini, tapi seiring waktu, aku
akan mengerti. Dan mungkin juga akan ”sakit”. Tapi, semoga saja tidak. Amin!
*
Warung ini terletak di pinggir jalan. Mungkin (setahuku)
satu-satunya tempat ngopi paling beres di Kabupaten Sampang ini. Karena setiap
malam, selalu banyak pemuda-pemuda yang beredar di sini.
Namun,
diantara banyak pengunjung yang datang, ada satu orang yang aku ingat persis
wajahnya. Dan sejak awal, aku mengira bila dia sedang ”sakit”. Karena dari
sorot matanya yang selalu mengarah ke kita, membuat aku bertanya: halo, bro. Sudah
mium obat atau belum?
Aku
sendiri belum pernah melihat ia berkata-kata. Hanya sesekali, aku pernah
melihat dia menyanyi lagu Dear God
milik Avenged dengan logat Madura yang kental dan saya bisa pastikan lebih
buruk dari saya.
Tapi,
selalu ada banyak pertanyaan dan rasa syak ketika menyaksikan orang gila. Karena
bagiku, kegilaan selalu menyimpan sesuatu yang sungil dan menyimpan banyak Tanya.
Mungkin
karena ada yang ganjil dalam otakku. Sehingga ketika melihat orang gila, selalu
menerbitkan inginku untuk berdialog. Meski saya tau bila mengajak orang gila
berbicara sudah bisa dipastikan: ”saya lebih gila dari mereka”.
Tapi,
kata-kata orang gila adalah jujur yang ”jujur”. Tidak palsu dan menjilat
seperti manusia yang mengaku normal.
*
Pada awal-awal aku datang ke tempat ini, aku hanya punya satu teman dekat. Kafabi nama siangnya, tapi kalau malam, dia biasan dipanggil Ike. Jadi, setiap kita bosan, kita selalu ngopi berdua di tempat ini. Tapi, sekarang keadaan berubah jadi lebih menyenangkan sejak kedatangan Sekjen Nasional Yayasan Kont*l Busuk (YAKOBUS).
Ini semua bukan karena kita orang yang Jawa sentris akut. Mungkin lebih tepatnya Jawa sentris kambuhan. Tidak! Mungkin satu bulan bukan waktu yang cukup untuk saling mengenal satu sama lain.
Meskipun dua orang kawanku di sini itu mukanya sangat temonyo, kemaplok, tapi aku merasa nyaman dengan kedua mutan itu.
Seperti inilah mereka:
Hajir alias Reny. Sekjen Pusat YAKOBUS. |
Kafabi alias Ike. Pacarnya redpel SM. |
Kalau mereka di sandingkan, kurang lebih seperti ini. |
Terkadang, tingkah mereka sedikit abnormal. Keduanya memiliki kebiasaan dan keunikan yang ajaib. Seperti halnya si Hajir, alias Reni, ia memiliki pantat yang sangat keras. Kulitnya juga tebal seperti badak. Sewaktu SD, seorang bidan puskesmas yang memeriksa kesehatan siswa-siswi pedalaman, pernah bilang bahwa si Hajir, alias Reni, menderita kelainan kulit. Selain itu, bila ia tersenggol pantatnya, ia kerap mengeluarkan desahan yang menjijikkan ”ouchh”. Hampir bisa dipastikan, bila ia sedang menganggur, dan ingin mencari pelampiasan akibat LDR dengan tunangannya di Surabaya, ia akan menggerayangi setiap lelaki yang dijumpainya.
Sedangkan si Kafabi, alias Ike, ini punya kebiasaan tidur yang menggelikan. Hampir setiap ia tidur, ia kerap memasukkan tangannya ke dalam celana sambil bibirnya terbuka lebar sekali. Namun, Kafabi, alias Ike ini selalu menolak dikatakan Homo, tapi anehnya ia selalu pasrah bila dijamah pak redpel.
*
Ya, menghabiskan malam dengan secangkir kopi di warung adalah sebaik-baik alamat untuk rasa bosan yang sudah bisa dipastikan membuat boros muka kami nanti.
Sampang! Di tempat ini kami hanya punya satu warung yang tidak asik-asik amat dan kita beri nama Warung Cedek'e Salon Bencong (WACESABE).
Markas Bencong |
Icha dan konconya |
Selamat Pagi...
Saya sudah mengantuk..
cdv_t
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.