”Sudah,
berangkat ke TPS. Milih atau tidak yang penting datang ke TPS. Jadi orang itu
yang penting bisa bermasyarakat,” kata bapak.
Kau
benar, pak. Negara ini boleh hancur, tapi tidak dengan masyarakat. Karena
rakyat adalah pusat. Rakyat akan tetap jadi rakyat meski tanpa pemerintah.
Tapi, tidak ada pemerintahan tanpa ada rakyat. Meski ini terlalu berlebihan,
tapi kurang lebih seperti itu.
Aku
masih percaya hari ini rakyat dengan pemerintah sedang tidak akur; saling tidak
percaya dan terjadi kesalahpahaman. Kalau aku disuruh melawan negara seperti
aktivis-aktivis wow; saya menolak! Bertarung dengan sesama saudara (yang tidak
mengerti, sedikit merasa nyaman karena uang) adalah perbuatan binal.
Kalau
saya katakana rakyat (seharusnya) adalah pusat nurani. Meski hal ini bukan
legitimasi agar saya bisa bilang demokrasi itu benar. Dan mungkin juga karena
hal ini, saya tidak mau ribut dengan pemerintah. Karena kalau saya ribut dengan
pemerintah, berarti saya yakin pemerintah (yang kita musuhi setiap harinya)
adalah sumber.
Pemerintah
di Indonesia hari ini tidak benar-benar berkehendak mengatur rakyat yang dia
pimpin. Pemerintah hanya seseorang yang tergelincir untuk ikut arus sebuah
sistem. Hanya saja kebetulan di arus sistem itu terdapat banyak mobil-mobil
mewah tergenang, rumah mewah hanyut, uang suap untuk deal kepentingan a.b.c.d. Sehingga merasa betah dalam arus adalah
lumrah. Dan kita yang sedang marah dengan pemerintah adalah orang yang mungkin
sedang iri; lapar karena belum makan dan tidak kebagian kenduri, dan sungkan
untuk ikut arus karena terlanjur berkoar-koar memaki.
Aku
pernah bertanya pada bapak: kenapa pemerintah itu salah? ”Pemerintah itu salah,
tapi tidak sepenuhnya salah. Mereka hanya terima suap agar kepentingan negara
lain di Indonesia bisa langgeng. Pemerintah hanya rampok kecil, dan perampok
besarnya sering kita lupakan,” jawab bapak.
Sebenarnya
ada hal-hal yang kita lupakan. Kalau dalam pemilu kali ini, kita akan memilih
sosok yang akan memimpin negara ini lima tahun mendatang. Kita juga bisa ganti
istilahnya: sosok yang akan menganiaya kita lima tahun mendatang.
Ya,
kali ini kita pilih makelar-makelar yang akan menjual kekayaan negara kita pada
pihak asing. Salah satu bukti bila kita baru saja kecolongan oleh makelar
adalah kasus Freeport yang diperpanjang hingga 2 kali 10 tahun.
Kita
akan pilih orang-orang yang akan menjual tenaga kita murah meriah pada kelompok-kelompok
yang tak pernah kenal lohor dalam mencari keuntungan. Tapi, pada suatu masa,
kita akan pilih langsung negara asing mana yang akan melubangi tanah-tanah kita
dan menguras habis kekayaan kita. Percayalah, kita juga akan pilih mereka di
dalam TPS. Kita juga akan mendapat serangan fajar yang lebih besar dari sekedar
memilih makelar seperti momen pencoblosan 9 April ini.
cdv_t
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.