Laman

Selasa, 26 Juni 2012

gelas isi lont*

dalam gelas, saya melihat diri saya merenungi gelas-gelas kosong di meja.
saya melihat pelacur-pelacur dengan kutang tersingkap, tubuh penuh mentega,
selai kacang dan sangat siap untuk di santap. kasihan dia (dalam gelas),
hanya menunggu waktu untuk mampus dan jadi cerita.
cerita-cerita dalam gelas. tentang rumah saya, ibu saya, bapak,
perempuan dalam plastik es lilin, halaman rumah, kandang ayam, pohon mangga,
kampus preman ikan asin, sampai taik kucing di warung depan iain. semuanya bernama indonesia.
semuanya dalam gelas. begitu kumuh, miskin, bahkan untuk membuat etalase pun harus dari gelas.
mandi dan berak dalam gelas. bercinta dalam gelas. onani pula. goblok sekali. itu dalam gelas, cuk.

dancuk! mengapa aku bisa dalam gelas? dalam gelas, aku macam duda kemput. apa aku benar-benar dalam gelas? siapa sebenarnya yang berada dalam gelas? aku, pelacur, indonesia, atau ceritanya saja yang didalam gelas.
lalu pertanyaannya dikalengkan. di simpan dalam kulkas. kulkas di bungkus kardus dan diangkut ke gelas.
ah, asu! ternyata saya tidak di mana-mana. hanya dalam gelas. tumpang tindih dengan pelacur, indonesia
dan bau taik kucing.

kata orang-orang, aktivitas saya diliput wartawan bodrek punya si brewok keparat. panggil saja dia SP.
mulutnya perek. maklumlah, dia "yakin" kalau dia wartawan. merasa ada di luar gelas. padahal ia berada dalam
gelas kopi saya yang tinggal separuh dan sudah kuludahi berkali-kali. sebentar lagi pasti alih fungsi jadi asbak.
mampus kau keparat!

lalu siapa yang tidak berada di dalam gelas? kata aktivis agama: "hanya Tuhan, mas bro. percayalah. hanya dia yang
berada di luar gelas."
"ah, teori itu."
"ya Allah, mas bro. istighfar. nyebut. eling, eling, eling. njenengan kilaf, mas bro."
"rupamu iku khilaf." (matanya mendelik)
"lha apa tuhan ndak dalam gelas-gelas di otakmu yang bau kutang bidadari surga?"
"Lhoalah, mas bro. kok tau?"
"menurut L?"

Damput rokokku entek. wes, sak mene disek.

Rabu, 06 Juni 2012

Do


—Buat Do

Tidak ada yang istimewa, kecuali akar tua yang menunggu; letih dan hidup dari bilik-bilik— menyimpan semangat muda.

Matanya letih. Menembusi kedalamanku: celana dalam yang itu-itu saja dan perempuan mana yang mungkin bisa dirayu.

Do, di paha perempuan mana gigimu tanggal? Sejarah yang mungkin selalu kau kenang dan menghantuimu—perihal malam pengantin dan tengik usia—kemudian menghilang di sebalik kerumun mahasiswa.

Kau bernapas dari bau tubuh mereka, lalu merasa muda.

Kalau sekarang aku adalah dahan muda yang bahagia. Kenyataan yang saat ini mungkin berpihak padaku. Tapi bagaimana denganmu? Apa kau kesepian, Do? Bagaimana kalau kita berbincang perihal ketidakberuntungan? Atau kita bisa berbasa-basi soal teater, dunia yang mungkin bisa membuatmu sedikit lebih hidup dan merasa muda. Juga tokoh-tokoh filsafat yang kau kagumi dengan caramu.
Do, apa yang kau pikirkan ketika kau masih menjadi dahan muda seperti aku sekarang ini? Apa kau ketakutan seperti sekarang ini?

Citra D. Vresti Trisna
Surabaya, Juni 2012