Laman

Rabu, 29 November 2023

Quote

“Kematian satu orang adalah tragedi dan kematian jutaan orang adalah statistik.” 

Bukan Joseph Stalin yang menulis kata-kata itu. Lalu siapa? Quote bengis itu sudah ada jauh sebelum tangan diktator berjuluk Koba itu mulai lanyah menandatangani surat eksekusi mati semua lawan partai. 

Ada yang bilang Washington Post sudah menulis quote itu sejak 1947.

Tak jelas siapa yang mengatakan atau menulisnya. Yang jelas, quote itu tidak mungkin lahir di kedai kopi yang tenang. Quote itu mungkin lahir dari orang, kerumunan dan masyarakat yang punya refren soal pembantaian. 

Ya, pada suatu masa ketika pembunuhan di Soviet bukan lagi soal kualitas, tapi kuantitas; mengeliminasi jutaan orang “berbeda” yang masuk kategori “derajat satu” (tembak mati). Saat itu negara komunis perlu tumbal dari orang yang masih punya cita-cita dipimpin kerajaan. Tumpukan mayat para tuan tanah, keluarga Tsar, mantan aparat yang loyal dengan kerajaan masa silam dan setiap orang yang dianggap bersebrangan adalah fondasi yang kuat untuk memastikan kemenangan revolusi benar-benar mutlak.

Washington Post juga tak bersih-bersih amat imajinasinya soal “penyembelihan” atas nama minyak. Dan kita bisa terang-terangan atau malu-malu menyebut “penyembelihan cepat” itu dengan kata Amerika. Gelandangan Eropa yang terlahir sebagai koboi itu bisa dengan santai menembaki bangsa kulit merah sembari berkuda. Penduduk asli Amerika itu terus ditipu, diburu, disiksa. Mereka dibantai dan bahkan tanpa sempat tercatat angka statistik. 

Mencari siapa pengarang kata-kata mengerikan itu dengan memilih negara yang punya pengalaman soal pembantaian, Jerman bisa jadi pilihan. 

Jerman pernah menghasilkan pegawai rendahan bermental raja tega. Ada orang-orang yang bersedia bekerja lembur dengan upah murah untuk pekerjaan menggiring puluhan Yahudi, penderita gangguan cacat mental dan para gipsi ke kamar gas untuk dibantai. Konon, Yahudi yang telah jadi mayat itu pada akhirnya dicatat dalam daftar dan angka statistik yang dingin. 

Negara mana yang tak punya sejarah pembantaian? Sejarah Soviet dan Amerika sama-sama berdarah. Yang membedakan adalah dalih yang dibuat dan seberapa jantan untuk mengakuinya. 

Lalu, siapa yang menulis quote itu? Tentu siapa saja bisa jadi penulisnya. Zionis Israel juga boleh-boleh saja merevisi quote itu setelah tak bosan-bosannya mengusir warga Palestina dan membantai mereka seperti binatang. 

Atau bisa jadi kata-kata itu justru ditulis atau direvisi oleh Pemerintah Indonesia. Siapa? Apakah orang-orang di balik Jokowi? Ah, sudah jelas tidak mungkin. Kita semua tahu, tukang mebel asal solo itu jelas tak punya perangai Firaun atau Namrud. 


Citra D. Vresti Trisna

29 November 2023