Laman

Senin, 19 Juni 2017

Pertarungan Dua Artis

#DUDAKARTAdanJAKARTA8
Citra D. Vresti Trisna
Kalau ada dua artis terlibat perseteruan dan kebetulan keduanya punya banyak massa yang juga ikut-ikutan berseteru, maka akan saya dukung salah satu artis yang berani menginstruksikan pendukungnya untuk berhenti berperang di media sosial. Tentu saja dukungan itu ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Apa saja syarat dan ketentuan itu, sebaiknya hanya saya saja yang tahu. Hehehe...
Jelek-jelek begini saya punya banyak pendukung yang sangat mampu membantu artis memenangkan perseteruan. Massa yang saya miliki terdiri dari bangsa jin, setan, penunggu pohon, wewe gombel, tuyul dan beberapa gelintir malaikat.
Pada awalnya saya ingin mendapat pendukung dari bangsa manusia, tapi sialnya manusia Indonesia sudah terlanjur terpecah mendukung kedua artis itu. Saya juga bukan orang populer seperti dua artis itu. Tapi bukan berarti saya kalah dari kedua orang itu. Sebenarnya saya hanya kalah tua saja, lain tidak. Baru saja saya hendak ngerentek dan matek-aji untuk jadi tenar, mereka sudah jadi artis duluan dan ribut kemudian. Lha saya yang tidak kebagian panggung akhirnya menyepi dan mencari dukungan di wilayah-wilayah yang dilupakan dua artis ini.
Para pendukung saya ini lebih jantan kalau sedang duel dan tidak gentar dengan perang medsos. Bagi pendukung saya, medsos hanya alat orang pengecut melontarkan ”bom” dengan sembunyi-sembunyi tanpa berani bertanggungjawab. Pendukung saya ini bisa langsung mlintir kepala para pengecut media sosial dalam sekejap mata. Meski demikian, saya belum menginstruksikan massa saya untuk ikut berperang karena sampai hari ini belum ada salah satu artis yang minta dukungan dengan syarat yang sudah saya ajukan. 

Minggu, 11 Juni 2017

Hikayat Pengintai (baca: Tukang Kepo :p)

Puisi Citra D. Vresti Trisna
Pernah dimuat di Koran Haluan edisi 11 Juni 2017

Kiai Janadaru Tumbang

tak perlu mencemaskan angin yang mengungsi ke taman
menumbangkan kiai janadaru dalam sekali pukulan
sebelum para gadis menangis, jasat beringin akan setia
mengirim pamit paling puisi,

tak perlu berkabung padaku
kecuali tubuh dan kepalamu menyatu,” kata sulur beringin
di suatu subuh.

yogya tak perlu menangis kecuali ngelangut
lelaki coklat yang gemetar dalam obrolan di beranda
menjawab salam pamit wahyu keprabon dengan kepul kopi

cinta akan lahir, cerita-cerita silam akan dibungkus plastik
di atas rak ritel-ritel yang gemuk, hotel-hotel cinta, cafe
tempat muda-mudi menemukan dirinya telanjang
diantara kasak-kusuk angkringan di buntut mata wali
yang mengembara.

para ratib akan setia mencari sumber
suara. dengung buldoser penyingkal kenang gerumbul
daun luntas tempat ayah-ibu menitipkan cinta

janadaru, janadaru, janadaru dalam kepala kami
mengapa roh waktu begitu cepat jadi embun di tubuh kaleng
minuman, pendidikan sakit kepala dan kentut busuk pariwisata?
tanya kami.

tapi kepergian burung-burung di atap keraton
mengajarkan kami. tak perlu di jelaskan; tak ada penjelasan
kecuali angin pukul tiga yang gemetar dan bertiup, ke barat

Yogya


Hikayat Pengintai
            -hex

tak perlu melipat jendela dan membakar pintu
untuk menjauhkan aku dari tubuhmu
sejak langit jakarta ingat cara mendung
aku adalah capung. mengitari hatimu
mengingatkan waktu paling cantik menusuk
birahimu dengan jejarum hujan. lalu aku menjadi zat
mengitari rahimmu dengan welas asih
tak perlu mundur untuk mengintaimu
di unggunan yang mulai dingin, kau rapuh
saat kau membuka mata dan mengagumi matahari
aku adalah hangat persetubuhan. melenakan malam
menghadiahi tidur putih di garis pantai
aku akan jadi panas sengat tawon, membangunkan
dari tidur dengan kehilangan dan rindu madu
cukup dan berhentilah mengarang cerita kepergian
sebab aku adalah bahasa yang pecah dari asap pabrik
menghadiahimu sesak napas hingga mati
tanpa perlawanan dalam pelukku, tanpa penjelasan

Roxy 2015