Citra D. Vresti Trisna
Yang menyenangkan sepulang
ngantor adalah melewati sepanjang jalan samping sungai di belakang studio
Indosiar hingga tembus ke Mall Ciputra. Di sana berdiri mbak-mbak yang wangi. Bajunya
aduhai dengan sorot mata yang peka pada lirikan pejalan yang melintas. Untuk hal
seperti ini Dalbo tidak pernah ketinggalan. Sehingga eksistensinya ia luapkan
dalam bentuk menyapa mereka yang berdiri menunggu tamu. Tapi sialnya Dalbo ini
tergolong pemalu, sehingga sapaan itu selalu dalam hati, ”Assalamualaikum,
mbak.”
”Monggo, mas, 300 ribu saja,” jawab mbak-mbak dari langit ini juga
dalam hati. Begitu tahu salamnya berbalas, Dalbo menggeber gas motornya
kencang-kencang dan berlalu. Meski begitu, apa Dalbo benar-benar melepaskan
para bidadari itu? Tidak! Ingatan tentang bidadari itu selalu dibawa pulang,
minimal sampai depan pintu gerbang kos, mbak itu disuruh pergi.
Mungkin di zaman modern ini, hampir
seluruh perempuan dewasa sudah hafal isi kepala lelaki. Kalau tidak tentang
anu, ya, anu lainnya. Apalagi lelaki itu hidup di kota besar dimana banyak
sekali dijumpai mbak-mbak baik hati yang bisa “begitu-begitu” tanpa cinta. Jadi
kalau ada pria yang mampu setia dengan satu perempuan di kota besar sudah tentu
dia patut dapat nobel ngempet radikal in
this year.