Laman

Rabu, 10 Juni 2015

STA, Defy Sontoloyo, dan Agama Baru Pers Mahasiswa

(Nasihat Bagi Mantan Sekjen yang Keblinger)

Defy dengan Rambut Sai Baba
Apabila banyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta — Sultan Takdir Alisjahbana.

Mungkin nukilan dari ”Gurindam Dua Belas” karya Sultan Takdir Alisjahbana, gubahan Raja Ali Haji adalah ”pengingat” kita semua. Tapi, bukankah hampir semua orang menganggap “kata” adalah pintu masuk; keniscayaan; dan jalan menuju...

Ya, mungkin si doi waktu bikin tuh kata-kata lagi selo banget dan iseng dan lagi mendem congyang.  

Keyakinan saya pada keagungan ”kata” begitu mendalam. Sehingga saat membaca nukilan Gurindam dua belas, saya jadi sensi. Saya berpikir apa yang ditulis Sultan Takdir Alisjahbana (STA) — yang saya bayangkan mencari inspirasi sambil nongkrong di WC dan kebas-kebus Surya 12 — adalah dagelan tak lucu bagi penggiat media alternatif dan media mainstream saat ini. Dan saya rasa, menganggap nukilan gurindam dua belas sebagai ramalan kebangkrutan era media saat ini adalah sikap terburu-buru dan barbar. Tidak gaul banget kan STA ini?
Begitulah orang tua: dekaden dan terlalu kaku dengan gejala-gejala. Dan remaja macam kita, (lagi-lagi) dipaksa memahami dan mentoleransi pandangan orang tua yang udik dan terkesan tidak bisa lihat anak muda seneng.
Mungkin, sejak usia muda, STA ini kuper. Tidak gaul. Tidak ikut persma, tidak kenal budaya diskusi sambil mabok (simbok). Tidak ikut PPMI — organ yang sejak kelahirannya mempunyai cita-cita agung untuk membenahi Indonesia lewat media alternatif. Mungkin juga si doi menghabiskan masa mudannya di pentas ndangdut dan tidak pernah melihat betapa garangnya aktivis PPMI saat membahas isu bersama.

Coba bayangkan! Apa yang lebih gagah dari sekumpulan muda-mudi dari seluruh Indonesia mengawal isu bersama dan di masing-masing kota mengawal isu tersebut lewat media mahasiswa (media alternatif)? Apa pendahulu kita ini ndak ketangis gulung-gulung neng kuburan bangga melihat generasi muda melakukan perjuangan yang revolusioner untuk Indonesia yang lebih baik? Bayangkan?! Dan, ah, ”kata-kata”, persma, perjuangan, isu bersama, media alternatif. Oh... Saya benar-benar kehabisan kata melukiskan betapa puitik perjuangan adek-adek mahasiswa ini.
Yang paling syukur alhamdulillah adalah saya sempat mencicipi untuk ikut-ikut nimbrung sebagai penggembira di PPMI.
Kalau misalkan si STA ini beredar di medsos, ah, sudah pasti diundang di forum facebook untuk dibantai habis-habisan dengan perang meme  argumentasi rasional yang diilhami oleh kesadaran kolektif perjuangan mahasiswa. Dan untung saja tidak banyak yang kenal STA. Sehingga, yang harus dibantai adalah si boko haram Defy Firman (bukan nama sebenarnya), yang dianggap ingin memberangus PPMI-yang suci.
Di era media, ”kata-kata” adalah keniscayaan. Kata-kata adalah segalanya. Karena dari sanalah kita melihat luasnya cakrawala. Dari sana pula generasi muda menemukan jati diri, konsep ideal berbangsa-bernegara, belajar sejarah, dan rumus-rumus hidup di masa depan.
Coba adek Defy pikirkan, apa yang tidak bisa kita cari di era banjir informasi seperti saat ini? Dari persoalan ekonomi, budaya, ideologi, hobi, gaya hidup, tersedia dalam bentuk ”kata”. Semuanya tersedia tanpa perlu susah-susah mencari tahu langsung; terlibat dan melakukan observasi partisipasi. Bahkan, untuk mencari informasi soal foto SBY kukur-kukur anunya saja bisa kita temukan di media. Bisa ditemukan penjelasan ilmiahnya.

Dek Defy yang kesepian dan tidak dibolo alumni, coba anda pikir lagi, apa salah PPMI sehingga anda begitu gemagah ingin memeranginya? Apa karena PPMI adalah organisasi yang bangkrut? Atau karena ideologinya setua kancut boneka-boneka 98 yang kini jadi antek partai, sehingga PPMI pantas dibubarkan? Apa karena mbah-mbah alumni sudah banyak yang jadi bandotan partai hingga menginspirasi anda merobohkan rumah suci PPMI? Ingat Def, mereka itu nabi, wali, kudus Def. Apa karena PPMI sudah banyak dilupakan LPM-LPM besar — yang mulai bosan lantaran ada ketidakjelasan arah gerak; mulai geje; tidak beres mengawal isu dan mulai absurd orang-orangnya — sehingga AD ART nya pantas dibongkar dan dirubah secara mendasar?
Defy Kenther

Oh men, opo toh sing mbok ngen-ngen kui? Opo koe ora oleh hidayah saking nabi besar PPMI, hah? Dobol tenan kowe iki!

Dek Defy yang tidak lagi revolusioner, tanpa ”kata”, anda bukanlah siapa-siapa. Tanpa kata, anda tidak mungkin bisa jadi seperti sekarang. Jika kau ingin memberangus PPMI-yang suci banget lantaran mereka adalah fans club kata-kata, lantas dari mana lagi generasi muda mentransformasi wacana dan kesadaran kolektif untuk melawan kedunguan pemerintah? Apa adik-adik ini anda suruh mempertebal militansi perjuangan mengawal kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat lewat motivasi Mario Teguh?
Bukankah selama ini mahasiswa memperoleh update wacana kekinian dan perkembangan dunia lewat jawapos, kompas dan tempo media alternatif untuk modal dasar dan amunisi perjuangan turun ke jalan dan menggoyang pacar pagar. Dimana akal sehatmu saat kau menyarankan adik mahasiswa membenahi PPMI — terutama yang menyangkut arah geraknya — ketika cara kerja organisasi ini sudah begitu onani sistematis dan efektif ? Are you crazy?
Hari ini mahasiswa mana yang tidak membaca media kawan-kawan LPM dan menerimanya sebagai sikap hidup? Coba anda berikan argumentasi yang masuk akal pada adek-adek mahasiswa saat anda menyuruh mereka kembali ke kampus untuk introspeksi kualitas pemberitaan, ketajaman, akurasi, daya ungkap dan analisa media mereka. Sampean sehat?
Ya, aku berpikir anda sangat cocok berteman imajiner dengan STA. Sekarang kamu sudah ndak punya teman kanCiyaan!
Oh Defy dan konco-konconya yang naif, kalian itu sama dekadennya kau dengan STA. Betapa kalian adalah generasi yang mewarisi sikap dingin pada gejala, yang umumnya dimiliki orang tua yang enggan turba dan revolusioner itu. Cobalah koreksi dirimu dulu. Jangan sekali-kali kamu ajak adek-adek PPMI berpikir seperti orang tua jompo di kursi roda. Mereka berbeda dengan kamu. Karena adek-adek mahasiswa itu tidak perlu berpikir seberapa pentingnya mengetahui persoalan secara langsung, terlibat, dan melihat persoalan dari banyak sisi. Tahu kah kau betapa cara ini sangat tidak efektif, memakan waktu lama dan tidak progresif? Sekarang ini eranya eksis! Helooow! Please EaCh.. hufftz..
Mungkin kamu dan rambutmu yang mencurigakan itu tidak tahu bila saat ini adalah eranya media; eranya google; eranya jurnalisme warga? Sehingga ”fakta” yang kian kabur itu bukan lagi substansi utama, tetapi renda-renda perjuangan. Ah, mungkin kesontoloyoan anda ini karena sebagai penggiat pers anda terlalu menyibukkan diri membaca petuah-petuah kuno yang ketinggalan jaman?
Please bangun dunkz! Ini eranya Andreas Harsono! Ini eranya jurnalisme jadi agama! Berhentilah membaca kitab suci anda itu. Untuk apa anda berpegang pada petuah-petuah tidak jelas dari kitab (yang hanya) karangan nabi paling miskin lagi buta huruf itu. Bisakah dipercaya kata-kata kitab itu? Ah, kalau kau terlalu sentimen dengan media alternatif, masih lebih baik bila anda baca Jawapos-nya Papi Dahlan Iskan, ketimbang petuah kitab suci yang selalu diam-diam anda selipkan untuk jadi keyakinan bersama.
Seharusnya bacaan wajibmu adalah buku-buku yang menuhankan jurnalistik di atas segala-galanya agar anda tidak menyimpang seperti sekarang. Tahukah hai facking shit, sekarang itu eranya demokrasi yang berwatak mempersilahkan. Jangankan kata-kata, kotoran pun bisa jadi agama di sini. Jadi, sebaiknya anda — dan si STA yang ndesonya alang-kepalang itu — angkat kaki dari sini apabila akan membatasi kata-kata.
Ah, banyak yang ingin aku sampaikan pada anda. Tapi, saya capek mengetik. Saya lanjutkan besok saja.
Def, bagi kami: ketika orang-orang terlelap tidur, kami cemas memikirkan jaman. Su. Def, bagi kami: journalism isn’t an activity, journalism is a belief.

Sorungokno ini, Def. Rungokkan!

Galeri Foto Si Defy

Defy 4l4y

Def, pantaskah kau berjuang ketika gayamu 4l4y macam ini?


Beraninya kau mengajak berjuang sedang rambutmu diilhami oleh kangen band?!

Jeli Beracun
Saya pernah mengenalmu sebagai jeli beracun? What?

Editan
Bahkan foto ijasah pun pakai foto editan. Allahhuakbar!

Defy Minggat
Westalah. Minggato dari dunia persma yang suci ini def.

Habitat Asli
Yo ngunu. bener! Gumbul wong ndeso karo menghibur diri kono. ojo ngurusi adek-adekmu yang kini berjuang untuk tugas suci yang mulia.




Dalbo


Jakarta, 10 Juni 2015 

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.