Laman

Minggu, 04 September 2011

Khidir dan Koruptor

Kalau boleh ku buat daftar pertanyaan tentang hal apa yang paling kubenci, maka di urutan pertama akan muncul kata: korupsi, yang subjeknya kita sebut sebagai koruptor. Lalu, koruptor sendiri hadir di kehidupanku sebagai sesuatu yang mengganjal dan menghalangi kekhusukanku mencintai sesama manusia.
Jika dalam kehidupan sekarang tidak ada tetek bengek hukum formal: perbuatan tidak menyenangkan, penganiayaan, penyerangan, intimidasi, teror, dan sak konconya – maka insyaalah kalau bertemu dengan saya, sebuah batu-bata akan nangkring di dahinya. Minimal sepatu atau sandal dengan bau tai bebek sudah menyabani kepalanya.
Ketidakpantasan tempat: sepatu dengan kepala, tomat busuk dengan muka, celana dalam dengan wajah – juga seperti apa yang telah dilakukan koruptor itu: uang rakyat untuk kekayaan pribadi. Jadi apa analogiku salah?
Rumus dunia selalu menjengkelkan. Tapi rasa jengkel adalah anugrah Tuhan kepada manusia. Tuhan tidak menyalahkan rasa jengkel seorang manusia sebab rasa jengkel itu adalah ciptaannya. Apalagi koruptor yang sering membuat kita jengkel, ia juga salah satu master piece Tuhan, melebihi Qur'an sendiri, yang terkadang lebih diagungkan manusia ketimbang manusia yang mau mengaggungkan kemanusiaan.
Kalau misalkan tiba-tiba Khidir menyapa kita untuk sebuah proses pengujian kematangan kita sebagai seorang manusia seperti Musa dulu, dan ia menyaru sebagai koruptor. Apa yang kita lakukan? Kita memang selalu gegabah dalam memahami sesuatu, sehingga yang ada hanya kesalahpahaman kita akan banyak hal. Kita selalu gagal dalam berbagai ujian kemanusiaan. Inilah, yang membuatku kerap tidak bisa tidur. Disamping banyak nyamuk, juga banyak pikiran.
Citra D. Vresti Trisna – Kletek, September 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.