Laman

Kamis, 10 April 2014

Jarene Bapak

”Sudah, berangkat ke TPS. Milih atau tidak yang penting datang ke TPS. Jadi orang itu yang penting bisa bermasyarakat,” kata bapak.

   Kau benar, pak. Negara ini boleh hancur, tapi tidak dengan masyarakat. Karena rakyat adalah pusat. Rakyat akan tetap jadi rakyat meski tanpa pemerintah. Tapi, tidak ada pemerintahan tanpa ada rakyat. Meski ini terlalu berlebihan, tapi kurang lebih seperti itu.
   Aku masih percaya hari ini rakyat dengan pemerintah sedang tidak akur; saling tidak percaya dan terjadi kesalahpahaman. Kalau aku disuruh melawan negara seperti aktivis-aktivis wow; saya menolak! Bertarung dengan sesama saudara (yang tidak mengerti, sedikit merasa nyaman karena uang) adalah perbuatan binal.
Kalau saya katakana rakyat (seharusnya) adalah pusat nurani. Meski hal ini bukan legitimasi agar saya bisa bilang demokrasi itu benar. Dan mungkin juga karena hal ini, saya tidak mau ribut dengan pemerintah. Karena kalau saya ribut dengan pemerintah, berarti saya yakin pemerintah (yang kita musuhi setiap harinya) adalah sumber.
   Pemerintah di Indonesia hari ini tidak benar-benar berkehendak mengatur rakyat yang dia pimpin. Pemerintah hanya seseorang yang tergelincir untuk ikut arus sebuah sistem. Hanya saja kebetulan di arus sistem itu terdapat banyak mobil-mobil mewah tergenang, rumah mewah hanyut, uang suap untuk deal kepentingan a.b.c.d. Sehingga merasa betah dalam arus adalah lumrah. Dan kita yang sedang marah dengan pemerintah adalah orang yang mungkin sedang iri; lapar karena belum makan dan tidak kebagian kenduri, dan sungkan untuk ikut arus karena terlanjur berkoar-koar memaki.
   Aku pernah bertanya pada bapak: kenapa pemerintah itu salah? ”Pemerintah itu salah, tapi tidak sepenuhnya salah. Mereka hanya terima suap agar kepentingan negara lain di Indonesia bisa langgeng. Pemerintah hanya rampok kecil, dan perampok besarnya sering kita lupakan,” jawab bapak.
Sebenarnya ada hal-hal yang kita lupakan. Kalau dalam pemilu kali ini, kita akan memilih sosok yang akan memimpin negara ini lima tahun mendatang. Kita juga bisa ganti istilahnya: sosok yang akan menganiaya kita lima tahun mendatang.
   Ya, kali ini kita pilih makelar-makelar yang akan menjual kekayaan negara kita pada pihak asing. Salah satu bukti bila kita baru saja kecolongan oleh makelar adalah kasus Freeport yang diperpanjang hingga 2 kali 10 tahun.   
   Kita akan pilih orang-orang yang akan menjual tenaga kita murah meriah pada kelompok-kelompok yang tak pernah kenal lohor dalam mencari keuntungan. Tapi, pada suatu masa, kita akan pilih langsung negara asing mana yang akan melubangi tanah-tanah kita dan menguras habis kekayaan kita. Percayalah, kita juga akan pilih mereka di dalam TPS. Kita juga akan mendapat serangan fajar yang lebih besar dari sekedar memilih makelar seperti momen pencoblosan 9 April ini.


cdv_t

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.