Laman

Selasa, 18 Oktober 2011

duka tualang

suatu saat kita mesti mengembara
kota-kota yang dilukis telanjang
atau tempat para ratib meninggalkan jejaknya
di dinding kamar hotel
kita jalang, sayang
: buangan

aku keris, kau warangan
bukankah sekali purnama kau cumbui tubuhku
            sesap di dadaku sebagai tualang

sehabis api ini
jiwa kita berlesatan
kita tak akan menjadi apa-apa,
kecuali jelaga yang terbang
mengintip di jendela
            seperti hantu

atau sesekali ke gunung-gunung
            menjumpai jasad kita sekarat kedinginan

menyadari kita hanya luka-luka
wajah suyi yang mudah pecah saat embun luruh dari dedaun.


Bangkalan, 2010
Citra D. Vresti Trisna

2 komentar:

Ayu shita mengatakan...

menarik, aku selalu suka sajak-sajakmu mas. paduan liris yang mengalir. hmmmmmm bagus. menulis selalu ya mas.

akuh udah langganan lewat email lohh mass.
makasih

Anonim mengatakan...

pada dasarnya aku tak suka baca sajak. karena bahasa nya tidak transparan di otakku. aku akui, inderawiku tak kan mungkin sama seperti "penyuka" sajak yang lainnya..
selain itu, beberapa kosa kata yang kau pilih sering aku temui di sajak orang yang pernah punya nama sebelumnya. rasanya, menjadi kurang orisinil. but so far, itulah menurutku. dan hanya pendapatku.

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.