Laman

Minggu, 13 November 2016

Status dan Jakun Meriang

Dunia memang sudah gulung kuming. Di puncak saya mulai wegah dengan media sosial. Seorang dari kawan lama SMS: ”mas Dalbo, kok, jarang nyetatus lagi? Saya senang dengan status yang kamu buat!”
Setelah keluar dari toko buku, saya lenger-lenger sambil udut dan membaca lagi pesan darinya. Ini maksudnya apa, ya? Saya agak kurang ngeh arti kata ”nyetatus” yang saat itu saya maknai sebagai ”status; keadaan atau kedudukan”. Karena istilah ”status” ini bisa saja diartikan sebagai status facebook, status bujang lapuk, status pacar, pernikahan, atau mungkin bisa saja status sosial yang lainnya yang menohok batin.  
Dulu saya memang hobi bikin status panjang di facebook. Dorongan ke-alay-an saya terus merangsek ke dalam batin hingga tak pernah tahan untuk tidak meluapkan isi pikiran menjadi kata-kata yang muncrat-muncrat wall facebook. Saya pun masih ingat bila kawan saya ini dulunya sering mengetik amin dan share komentar dan like di status panjang saya. Tapi, apa iya bila status yang dimaksud kawan saya itu adalah status facebook? Karena tampang saya terbilang jauh dari aktor-aktor garda depan industri motivasi yang selalu mendapat like dan komentar dari teman-teman. Terlebih, meski saya alay, tapi saya bukan seleb tweet yang genit.  Maka saya mengeliminasi ”status facebook” sebagai kata yang dimaksudkan kawan saya sebelumnya. Dhapurmu iku sopo, blo, soblo. Kalau kata penyair ikan bandeng, saya ini cuma pemungut ranting.

Sepulang dari Gramedia Mamamen, saya tidak langsung pulang karena sudah janjian untuk kongkow bareng dengan jakun-jakun kosan yang jomblo atau sedang LDR di Warkop Tempo Sekarang daerah Salemba. Di sana pun, kami cerita soal hantu di kosan, hantu di kampus, kampung, curuk dan hantu kesepian di malam-malam gelap. Kami juga tertawa lepas. Tapi pahit sekali rasanya. Kanan-kiri-depan-belakang kami duduk muda-mudi berpasang-pasangan. Mereka seperti acuh dengan tawa kami yang meledak, kecuali mas-mas penjaga warung yang juga jakun-jakun yang kerap nyengir kuda sambil mesam-mesem menatap ke arah kami. Mungkin mereka diam-diam mbatin, ”oalah, bekakas iki teko maneh.”
Jakun-Jakun Meriang

Sepulang dari sana pun, para jakun koplok ini masih mengajak ke Bundaran HI. Untuk apa lagi? Ya, jelas untuk menggenapkan luka sepi. Kemudian, bujang-bujang stres (tidak termasuk saya) mengajak ekspedisi taman di Jakarta. Alhasil berkelilinglah kami ke Taman Menteng, Taman Suropati. Tapi, belum genap ekspedisi itu, Mas Rombong, salah satu jakun kesepian itu mengajak kami untuk melihat porstitusi pinggir jalan. Usai melintasi tempat itu, bisik-bisik sebentar, berdebat akan ngopi lagi di sana atau langsung ke tempat berikutnya. Akhirnya diputuskan: pulang.
Saat hendak ambil wudhu, sarung saya tersangkut kawat timba milik janda di sebelah kamar kos saya. Saat itu juga pikiran saya dikembalikan ke SMS kawan saya tentang status. Mungkin karena janda di sebelah saya ini kerap didatangi pacarnya untuk dokter-dokteran tiap malam minggu. Dan waktu sarung saya kesangkut, ”status” yang muncul kali ini berbeda. Status yang berputar di kepala saya ini lebih bersifat kamar, pribadi. Status yang mungkin membuat jakun-jakun semangat ini ngeluyur tiap malam minggu. Mungkin karena pakewuh satu sama lain kami membuat kami hanya melihat-lihat saja; jadi akal-akalan ekspedisi taman; kongkow di warung hanya untuk pesan mie goreng doble plus Kopi Temanggung.
Apa kami tak ingin mengakhiri masa lajang? Tidak juga. Seandainya membuat status ”kawin”, ”tunangan”, itu semudah bikin status FB, tentu kita tak akan semeriang ini di malam minggu. Betapa menuju ke status ”ora bujang maning” akan menyenangkan banyak pihak: keluarga, teman, mantan, sahabat dan bahkan musuh. Tapi, birokrasi untuk ke sana itu ribuan kali lebih rumit dari pengurusan KTP, lebih rumit dari presentasi menawarkan iklan koran di perusahaan, presentasi tugas jaman kuliah.
Angin dini hari di Jakarta itu dingin. Sedangkan kasur dengan ”status” itu kelewat hangat. Kalau di suruh memilih... Ah, kau tahu, aku ini bukan orang bodoh.

Kosan Setia Kawan Lantai Dua Yang Ada Sofanya, Sabtu Legi, 13 November 2016

Citra D. Vresti Trisna


Jakarta dini hari 


0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.