Laman

Selasa, 05 November 2013

#WACESABE

Tidak ada yang lebih sakral ketimbang rasa bosan. Ya, mungkin karena ia datang langsung dari Tuhan. Kebosanan (hampir) selalu didahului oleh rutinitas, (biasanya) rasa muak, dan yang terakhir adalah ”membelenggu kuda liar itu pekerjaan dungu”.
Sejak awal aku menolak untuk ditaklukan dengan cara apapun. Meski pada akhirnya aku harus bertekuk lutut di salah satu tempat yang kusengaja untuk menguji seberapa besar orang menghardikku nanti. Meski pada akhirnya aku kalah karena telah terpancing dengan seseorang yang pernah kukuliahi perkara media umum.
Hidup media umum! Hidup buruh!

*
Sekarang aku tinggal di Sampang, Madura. Bekerja sebagai buruh di pabrik kata-kata. Saya tidak tau, saya ini kerasan atau bagaimana. Tapi, yang jelas, itu akan saya tahu dua tahun lagi. Bukankah hidup adalah persoalan mencoba dan berani menyelam. Dan sekarang saya sedang menyelam dalam sekali.
Untuk ”matinya” kota ini, saya tidak banyak komentar. Hanya saja, kalau dalam seminggu, saya tidak kena kopi Surabaya, kepala saya bisa pusing, pantat gatal-gatal, kram otak hingga bunuh diri. Ngeri rasanya membayangkan ada seseorang yang sampai mati bosan. Terbunuh hanya gara-gara kesunyian dan rutinitas yang membunuh kreativitas dan akal sehat.
Bukankah dalam sekali hidup, agar seseorang tetap bisa berpikir, pertama ia mesti diperlakukan sebagai manusia. Kedua mendapat apa yang pantas dan mendapat tempat untuk menyepi, serta menjadi dirinya sendiri. Ah, ternyata begitu mahalnya ongkos untuk tiga cepat-cepat gila. Tapi, bisakah buruh membeli itu semua?

*

Warung Timbang Gak Ngopi

Tempat ini adalah satu-satunya hiburanku. Hajir, seorang rekan kerja bertanya, ”Awakmu seneng ngopi neng ken eta bro? (Kamu senang ngopi di tempat ini kah, bro?),”
”Tidak! Karena tidak ada yang lain saja,” jawabku ketus.  

 Warung kopi bagiku, dan bagi dua orang rekanku dari Jawa lainnya adalah semacam tempat untuk kembali menjadi normal. Menjadi manusia yang butuh untuk berkerumun, berbicara seputar kerjaan dan banyak hal-hal penting yang menjengkelkan lainnya untuk dijadikan bahan tertawa. Ya, tertawa adalah satu-satunya senjata untuk kembali menjadi normal dari bengisnya rasa bosan.
Mungkin rasa bosan itu bisa menjadi sebuah indikasi adanya hal yang ganjil. Tapi, karena apa? Mungkin jawaban itu belum muncul saat ini, tapi seiring waktu, aku akan mengerti. Dan mungkin juga akan ”sakit”. Tapi, semoga saja tidak. Amin!

*


 Warung ini terletak di pinggir jalan. Mungkin (setahuku) satu-satunya tempat ngopi paling beres di Kabupaten Sampang ini. Karena setiap malam, selalu banyak pemuda-pemuda yang beredar di sini.
Namun, diantara banyak pengunjung yang datang, ada satu orang yang aku ingat persis wajahnya. Dan sejak awal, aku mengira bila dia sedang ”sakit”. Karena dari sorot matanya yang selalu mengarah ke kita, membuat aku bertanya: halo, bro. Sudah mium obat atau belum?
Aku sendiri belum pernah melihat ia berkata-kata. Hanya sesekali, aku pernah melihat dia menyanyi lagu Dear God milik Avenged dengan logat Madura yang kental dan saya bisa pastikan lebih buruk dari saya.
Tapi, selalu ada banyak pertanyaan dan rasa syak ketika menyaksikan orang gila. Karena bagiku, kegilaan selalu menyimpan sesuatu yang sungil dan menyimpan banyak Tanya.
Mungkin karena ada yang ganjil dalam otakku. Sehingga ketika melihat orang gila, selalu menerbitkan inginku untuk berdialog. Meski saya tau bila mengajak orang gila berbicara sudah bisa dipastikan: ”saya lebih gila dari mereka.
Tapi, kata-kata orang gila adalah jujur yang ”jujur”. Tidak palsu dan menjilat seperti manusia yang mengaku normal. 
*
Pada awal-awal aku datang ke tempat ini, aku hanya punya satu teman dekat. Kafabi nama siangnya, tapi kalau malam, dia biasan dipanggil Ike. Jadi, setiap kita bosan, kita selalu ngopi berdua di tempat ini. Tapi, sekarang keadaan berubah jadi lebih menyenangkan sejak kedatangan Sekjen Nasional Yayasan Kont*l Busuk (YAKOBUS). 
Ini semua bukan karena kita orang yang Jawa sentris akut. Mungkin lebih tepatnya Jawa sentris kambuhan. Tidak! Mungkin satu bulan bukan waktu yang cukup untuk saling mengenal satu sama lain. 
Meskipun dua orang kawanku di sini itu mukanya sangat temonyo, kemaplok, tapi aku merasa nyaman dengan kedua mutan itu. 
Seperti inilah mereka:

Hajir alias Reny. Sekjen Pusat YAKOBUS.

Kafabi alias Ike. Pacarnya redpel SM.





Kalau mereka di sandingkan, kurang lebih seperti ini. 
 Terkadang, tingkah mereka sedikit abnormal. Keduanya memiliki kebiasaan dan keunikan yang ajaib. Seperti halnya si Hajir, alias Reni, ia memiliki pantat yang sangat keras. Kulitnya juga tebal seperti badak. Sewaktu SD, seorang bidan puskesmas yang memeriksa kesehatan siswa-siswi pedalaman, pernah bilang bahwa si Hajir, alias Reni, menderita kelainan kulit. Selain itu, bila ia tersenggol pantatnya, ia kerap mengeluarkan desahan yang menjijikkan ”ouchh”. Hampir bisa dipastikan, bila ia sedang menganggur, dan ingin mencari pelampiasan akibat LDR dengan tunangannya di Surabaya, ia akan menggerayangi setiap lelaki yang dijumpainya. 
Sedangkan si Kafabi, alias Ike, ini punya kebiasaan tidur yang menggelikan. Hampir setiap ia tidur, ia kerap memasukkan tangannya ke dalam celana sambil bibirnya terbuka lebar sekali. Namun, Kafabi, alias Ike ini selalu menolak dikatakan Homo, tapi anehnya ia selalu pasrah bila dijamah pak redpel. 
*
Ya, menghabiskan malam dengan secangkir kopi di warung adalah sebaik-baik alamat untuk rasa bosan yang sudah bisa dipastikan membuat boros muka kami nanti. 
Sampang! Di tempat ini kami hanya punya satu warung yang tidak asik-asik amat dan kita beri nama Warung Cedek'e Salon Bencong (WACESABE). 

Markas Bencong


Icha dan konconya


Selamat Pagi... 
Saya sudah mengantuk..

cdv_t

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.