Petani! Saya pikir
mereka adalah bagian dari sebuah sistem dalam kehidupan, yang memiliki ”jalan
sunyi” yang tak mudah kita pahami bila tak dilahirkan sebagai ”petani” yang
”bertani” dengan benar.
Bertani, bagiku, punya
jalan panjang ”puasanya” sendiri, hingga mereka tiba pada sebuah kesunyian yang
gigil. Apakah puasa petani itu berarti bersabar, menerima, menghamba pada
apapun yang membuat mereka semaki khusyuk bersunyi-sunyi; mendekat dan bersetia
pada kosmos.
Saya tidak ingin
mengatakan bila petani harus menjalani kodratnya dilindas pemodal, atau
kebijakan yang tidak berpihak. Tapi, mungkin, petani tidak akan ”bertani”
apabila mereka tidak bersakit-sakit dan mengalah, pasrah dan sadar menjalani
kodrat mereka. Dan saya tahu persis bila setiap orang bebas memilih jalan
hidupnya menjadi apapun yang mereka mau. Juga, aku pikir, tak seorang pun
mendambakan dirinya berada pada kondisi sengsara, kecuali dia seorang masokis. Harus
saya katakan pula bila petani yang bertani juga tidak selalu terpenuhi kebutuhan
hidupnya. Paling tidak, dengan mereka bertani, mereka memiliki harapan. Dan
harapan itulah yang membuat mereka mencukupkan diri, membatasi, dan belajar
berkata ”tidak” pada hidup sehingga mereka memperoleh ketenangan.
Tetapi, itulah bertani.
Menunggu musim yang berputar patuh; menanam dan menuai pada waktu yang tepat.
Bertani adalah menahan diri dan melakukan sesuatu agar orang lain dapat hidup.
Serta menuai hanya pada apa yang mereka tanam, lain tidak.
Sehingga ketika
menanggapi kasus petani Kulon Progo yang diusir dari lahan pertanian mereka
oleh kekuasaan feodal Jogja dan pemodal, saya hanya katakan: mereka (petani)
sedang bertanam.
Terlepas pada akhirnya mereka melakukan perlawanan secara
sadar
atau sedang terprovokasi aktivis-aktivis pembela petani, saya pikir hanya
soal waktu sampai petani dan pembelanya tumpas pada modal multinasional yang
bersekongkol dengan kekuasaan feodal. Hanya soal waktu pula sampai petani sadar
mereka sedang bertanam; sedang berpuasa.
Sedangkan untuk para
aktivis yang memperjuangkan petani, saya hanya bisa menyarankan untuk kembali
menata niat --- bahwasannya segalanya akan kembali pada siklus. Ketika anda
berpikir apa yang saya tulis adalah upaya menyublimkan perlawanan, itu terserah
anda. Tapi ini pendapat saya. Karena mungkin dari apa yang kita yakini tentang
perjuangan sudah pasti berbeda. Karena perjuangan petani dalam versi saya
adalah sebentuk daya upaya hidup untuk membuat dunia jadi berwarna-warni;
bergolak dan menjadi penguji antara satu sama lain.
Selain itu, saya
meyakini bahwasannya dunia memiliki cara yang magis dalam membolak-balik nasib
dan kesanggupan. Sehingga petani akan sampai pada ”yang seharusnya”. Suatu masa
dimana bukan hanya petani yang akan bertani. Tapi, kita, akan menemukan
”kewarasan” dan ikut bertani sebagaimana petani. Bertani dengan cara
masing-masing dalam suatu masa dan ruang dimana kita dilahirkan.
Selamat Pagi
Sampang, 12 Desember
2013
cdv_t
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.