Laman

Selasa, 18 Juni 2019

Bojomu My Adventure, Bojo Bojoni Lupus

Bojomu My Adventure


Konon, sesuatu yang membuat ”manusia penjara” tetap hidup adalah membaca ulasan tentang destinasi wisata. Mengapa itu perlu dilakukan? Tentu saja, agar tetap hidup dan bermimpi. 
Konon, mimpi ”mengawetkan” harapan. Dan harapan membuat manusia sadar sesuatu: nyawa itu ulet. Kesadaran ini membuat manusia lebih siap hidup dan menjalani berbagai kemungkinan.
Sudah, sudah, cukup! Saya tak berniat meneruskan kalimat saya sebelumnya, karena nama saya bukan Mario.
*
Untuk petualangan luar biasa di kemudian hari, mari ucapkan, ”bojomu my adventure”. Eh, maaf, maksud saya, ”my trip my adventure”.
Maafkan kebejatan congor saya barusan. Sekedar info, saya baru saja nggliyeng membaca tulisan di kaus seseorang yang kebetulan lewat: ”bojomu my adventure”. Sebelumnya, maafkan saya yang gampang ”masuk angin” dan sentimentil pada gejala-gejala. Tulisan di kaus itu membuat saya berpikir: saya disapa ayat Tuhan model apa lagi kali ini? Duh, Gusti, ampun… Soal setuju dan tidaknya saya pada kalimat itu, pikir keri.
Rasa penasaran ini membuat hasrat goyang saya tersentuh. Mungkin ini sedikit 4l4y, tapi percayalah. Ingatan soal kalimat durjana itu terasa begitu dekat. Sedekat musik dangdut yang menghentak-hentak kala saya menulis ini.
Tentu saja, spontanitas yang muncul macam bojomu my adventure, jelas muncul dari seorang begawan yang tingkat kesufian sekaligus kesuwungannya pilih tanding. Saya ndak tahu pastinya, siapa begawan itu? Apakah ia hidup di lingkaran pemerintah, jalanan, atau per-purel-karaokean. Meski latar sosiologis lahirnya spontanitas itu pentinguntuk menakar seberapa gawat kebangkrutan hidup yang telah terjadi di lingkar-lingkar sosial—tapi, saya putuskan untuk berdamai dengan ketidaktahuan. Kata seorang kawan, ”adakalanya kebejatan lebih nikmat dirasakan dengan ’mata’ terpejam”.

Lalu entah bagaimana spontanitas sang begawan ini terbang tak tentu arah dan sampai di kepala kang desain kaus yang jiwanya diliputi suwung kecil-kecilan. Alhasil, spontanitas sang begawan dari antahbrantah ini menempel di kaus, disablon, dijual dan dibeli bocah-bocah akhir zaman. Lalu dengan perkenan Gusti Allah, bocah itu melintas di depan saya.

Kengerian Terstruktur, Sistematis dan Masif 
My trip my adventure dan bojomu my adventure adalah sesuatu yang”dekat”. Ya, sama-sama petualangan, sama-sama menantang. Tapi, sekotor-kotornya saya sebagai bujang tengik. Saya tetap tak bisa membayangkan betapa mengerikan hidup macam itu: sebuah situasi yang mirip homo homini lupus. Atau jika dimodivikasi sedikit ngawur ngintelek menjadi: bojo bojoni lupus.

Apa iya situasi semacam bojo bojoni lupus itu mungkin?

Anda tentu ingat kata-kata ini: rumput tetangga selalu lebih hijau. Silahkan kalau setelah ini Anda membatin, ”karena terlalu sibuk memperhatikan rumput tetangga, rumput di halaman rumah sendiri jadi tak terurus.” Silahkan saja! Ini adalah spontanitas yang wajar dan menunjukkan mekanisme pertahanan diri Anda masih bagus. Dan yang terpenting saraf takut anda masih greng dan berfungsi.
Saya harap, Anda tidak perlu merasa kesal dengan mata iseng orang lain pada kekasih, pacar, suami-istri. Terlebih lagi sampai membejat-bejatkan mata itu. Simpan rasa kesal dan tuduhan itu pada diri Anda sendiri. Sukur-sukur anda mau bertanya: mengapa mata orang lain begitu nganggur lihat ke halaman Anda.
Bagi saya, mata-mata iseng itu tidak sepenuhnya salah. Mata itu bisa sampai ke halaman anda pasti bukan tanpa sebab. Bukan, bukan otak tetangga anda yang bejat, tapi mungkin saja anda yang mempersilahkan mereka melihat ke halaman Anda.

Saya ndak pernah mempersilahkan mata-mata bejat itu memelototi halaman rumah saya!

Apa iya budaya pamer kehangatan keluarga dan hubungan percintaan di medsos tidak melukai orang lain? Pernahkah Anda berpikir kemesraan yang terpublikasi itu punya kemungkinan bisa sampai ke mata seseorang yang sedang bermasalah dengan halaman rumahnya? Bisakah Anda pastikan orang yang melihat halaman rumah anda lewat medsos itu puas dan sudah bahagia dengan halaman rumah mereka sendiri? Atau mungkin saja kemesraan itu sampai ke mata gelandangan yang tidak punya halaman (baca keras-keras: jomblo)
Bisakah Anda bisa memastikan penonton yang tidak bahagia itu bisa bijak menanggapi kemesraan anda dan tidak sampai terluka hatinya, tergetar kejomloannya, terusik kesendiriannya, hingga pada akhirnya dada mereka tak dipenuhi iri, dengkiti? Apa iya orang yang sedang tidak bahagia itu tidak berandai-andai memiliki halaman sebagaimana di rumah anda? Ketika hasrat mata-mata yang terluka itu tiba, bisakah Anda memastikan bukan gambar halaman rumah anda yang dibawa ke kamar mandi?
Anda boleh tidak percaya dengan omongan saya, tapi yang jelas lewat medsos, Anda telah membuka ”pintu rumah” lebar-lebar untuk tetangga, teman, dan para tuna asmara. Mereka menunggu meminta masuk dan numpang joget.

Kadar Haram Lima Persen di Tubuh Kekasih
Puas hanya dengan kamar mandi? Belum tentu!

Kenapa tidak cari halaman nganggur untuk ena-ena sendiri tanpa mengganggu milik orang lain?

Di titik inilah petualangan baru dimulai.
Bagi saya, hasrat adalah salah satu hal yang mengembalikan manusia pada puaknya. Hasrat menjadikan kedewasaan mundur di titik nol: balita. Mungkin perkiraan saya bisa salah, tapi kurang lebih inilah perumpamaannya, anda jelas tahu maksud saya.
Kalau ada bocah menangis minta mainan temannya, jangan anda pikir mereka bisa Anda redakan tangisnya dengan memberi dengan mainan baru. Anda keliru. Bocah itu tetap ingin memiliki apa yang ada tangan temannya; bukan mainan baru. Kalau pun bocah itu reda tangisnya, jangan dipikir ia bisa menerima begitu saja mainan baru yang Anda berikan. Di sebalik hatinya tetap akan menyimpan gelo. Ia tetap menyimpan keinginan memiliki mainan temannya. Dan mata-mata yang terluka penonton setia halaman rumah Anda itulah yang bakal jadi bocah tua nakal.
Yang menentukan apa yang bakal dilakukan bocah tua nakal kemudian, bergantung dari tingkat kenekatan. Menginginkan kekasih orang itu haram bro? Anda tentu ingat dark jokes ini: mengurangi kadar alkohol dari lima persen  ke nol persen agar bir halal diminum itu tidak menyelesaikan masalah. Karena justru kandungan alkohol yang lima persen pada bir itulah yang membuat enak.

Ya sudah, silahkan saja kalau masih ada orang sakit jiwa pencuri foto di medsos. Selama dia tidak merealisasikannya di dunia nyata. Silahkan saja menggila.

Ah, ya ndak juga! Anda harus ngerti, singa tua kelaparan justru makin buas dan lapar menjilati sisa darah bekas buruan singa muda lainnya. Mengapa singa tua? Ketidakmungkinan lantaran kadar haram lima persen di tubuh kekasih anda membuat mata-mata yang terluka itu menjadi singa tua. Ya, singa tua: begitu lapar, liurnya menetes, tapi mengendus dengan teramat perlahan karena ia tak bisa begitu saja nekat menyongsong tubuh kekasih anda. Mereka berhati-hati, menunggu, siap goyang, mempersiapkan bekal selama ngadven-Croot.
Para pemilik halaman yang budiman, tak bosan-bosan saya ingatkan, foto kekasih Anda, hanya membuat singa tua makin lapar dan kreatif. Ketika kamar mandi telah menjadi seremonial belaka, singa-singa tua penikmat bir itu mendambakan sesuatu yang lebih real. Anda mesti eling lan waspodo serta memafhumi makna di balik ”kelaparan”; potensi-potensinya. Ingat, kelaparan membuat Karl Marx menghasilkan sesuatu yang mengguncang dunia di tiga per empat abad. Bukan tidak mungkin singa itu (tetangga, teman, musuh dan orang yang anda kenal) sedang menyusun rencana berburu di ”musim yang baik”. Lalu, sejurus kemudian tiga per empat umur anda dibuat stres oleh luka kehilangan.

O, jadi kami dilarang bagi-bagi kebahagiaan dengan pasangan di medsos? Gitu? Lha medsos diciptakan untuk apa?

Coba hitung berapa jumlah teman Anda di media sosial. Apakah di antara ribuan teman itu terselip satu-dua singa tua lapar yang siap ngadven-Crut tubuh, hati dan pikiran bojomu? Anda tak mungkin menanyai mereka satu-satu.
Tapi, kalau Anda orang yang berpikir positif, baiklah. Itu bukan salah Anda. Memang lebih baik saya renungi sendiri saja perjalanan hidup saya. Pernahkah selama ini, sengaja atau tidak, saya pamer kemesraan dengan kekasih hingga melukai kejombloan seseorang? Pernahkah di sekali waktu saya membangunkan rasa iri kaum pecinta kamar mandi? Atau mungkin pamer kebahagiaan dengan kekasih di tengah carut-marut hubungan percintaan kerabat atau rekan kerja? Dan bagi saya, betapa bojo bojoni lupus itu abadi meski sifatnya kasuistik.
Mungkin juga, barangkali selama ini kekasih kita telah berubah menjadi lembar-lembar foto bercaption; menjadi daftar destinasi wisata yang ingin dikunjungi singa tua (pelancong sinting)? Mungkin juga pelancong sinting itu sudah menyiapkan bekal? Atau mungkin juga (bisa jadi) pelancong itu sedang ber-ena’-ena’ dengan hikmat sementara anda lengah.

Waktu Mundur, 17 Juni 2019
Citra D. Vresti Trisna

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.