”Sandiaga Uno Digadang
Menjadi Menteri Kabinet Jokowi Periode Kedua.” Kata berita.
”Jokowi: lima tahun ke
depan saya tidak memiliki beban apa-apa.” Kata berita lagi.
Namanya juga artis.
Omongannya bakal diperdebatkan banyak pakar. Termasuk yang paling banyak
diperdebatkan adalah hangat-hangat tahi ayam berita soal Sandiaga. Mungkin
inilah biang kerok yang membuat mantan Gubernur DKI ini kerap keselek waktu makan: dirasani ngalor-ngidul.
Bukan Jokowi namanya
kalau tidak kontroversial. Kalau orang-orang pada ndak ngerti, tolong
dicatatat, ya! Seandainya Sandiaga benar-benar masuk kabinet, ini berarti rekonsiliasi
yang serius. Siapa berani meragukan kedigdayaan mantan kang kayu dari solo ini dalam menyatukan rakyat? Konon hanya dengan
kentut, keterbelahan rakyat akibat kontestasi pilpres 2014 dan 2019 dapat
teratasi.
Belio adalah panutan
saya karena salah satu tipe manusia langka yang hadir di tahun-tahun sudrun
ini. Konon untuk mendapatkan satu sosok Jokowi, butuh jutaan Semar diblender
dan saripatinya diperas, dicampur air mata rakyat, umpatan pembencinya di
jeruji penjara, pekik protes penuntut kasus HAM diselesaikan. Usai semua
bahan-bahan itu dicampur. Diurap jadi satu dan jadilah Jokowi.
Sufi besar dari Solo
ini adalah pemimpin besar yang sederhana. Kesederhanaan pria kurus ini jauh
melampaui Semar. Kalau Semar berbadan tambun, Jokowi sangat ramping. Kemudian hubungkan
dengan pengiling yang mengatakan:
berhati-hatilah pada orang yang bertubuh gemuk. Kalau Jokowi kan ramping, jadi boleh dong kalau kita
bisa percaya-percaya saja padanya. Meski di sisi lain, kang kayu ini tidak terlampau senang dipuji dan tidak mewek dimaki.
Segala yang melekat
pada pada Jokowi, baik fisik dan sepak terjang politiknya, menunjukkan
kebersahajaannya sebagai seorang pemimpin. Coba anda lihat wajahnya yang tidak
pintar dan tidak ndlahom; lihat
tingkahnya yang tidak ndeso dan tidak terlalu kota. Jokowi adalah penghayat khoirul umuri ausatuha (sebaik-baik
perkara adalah yang di tengah). Mungkin inilah yang membuat keputusan yang ia
buat kerap mencurigakan, mencemaskan sekaligus nyeleneh.
Para pakar yang kemeruh itu boleh saja menilai rakyat
bakal kecewa mendalam dengan para elit, karena rekonsiliasi yang terjadi adalah
masuknya nol dua dalam kabinet. Tapi, sekali lagi, para pakar itu ngerti apa?
Berani-beraninya para
pakar sekarang kritik Jokowi. Apa mereka ndak tahu Jokowi sekarang sedang ndak
punya beban apa-apa. Itu semacam kode keras bila dia sedang berlibur. BPN dan
pakar boleh terus lontarkan kritik kalau kebetulan Pakde sedang kerja kerja
kerja. Tapi, kalau sedang gak ada beban; sedang selo, dan kalian para pakar dan
BPN masih ngomong ngawur. Tunggu saja giliran dikutuk jadi teman Ahmad Dani
main gaple di penjara.
Saya minta tolong pada para pakar sekalian. Mohon anda berwudu
agar analisa anda jernih. Jangan hanya mengasosiasikan kata ”beban” hanya pada
kecerewetan mama Megawati saja, pada tarik kepentingan para mantan Orba di
pemerintahan belio. Bertobatlah, minta ampun, pada Tuhan dan Mas Joko.
Para pakar yang budiman, bisakah saya minta tolong agar
anda bersikap biasa saja dan tidak kagetan
dan nggumunan macam ABG. Apa anda
tidak belajar bila selama ini belio kerap membuat sesuatu yang membuat ngaceng banyak pihak. Lalu mengapa
sekarang mesti kaget dengan agenda masuknya Sandiaga di kabinet. Ini kan belum terjadi. Ya, mbok santai dikit.
Kalau begitu, kenapa ndak Prabowo
saja sekalian dijadikan wakil?
O, tenang saja. Prabowo boleh masuk kabinet asal tepat
posisinya. Di wilayah mana Prabowo bisa masuk? Ke urusan perjumblengan tentu saja. Kerjanya apa? Nimpal kotoran kuda, bikin teh kalau ada tamu, dan menulis puisi
sembari merenungi hidup. Kenapa puisi, dia bukan penyair? O, itu simpel sekali.
Kekecewaan berkepanjangan mengantar seseorang ke tiga alamat: RSJ, fakultas
filsafat dan dunia kepenyairan. Kalau caleg gagal bolehlah masuk RSJ, kalau
negarawan satu ini sebaiknya kita doakan jadi penyair dan filusuf.
Kita harus memahami, keputusan Jokowi tidak melibatkan
Prabowo dalam kabinet adalah sesyahdu-syahdunya cinta pada lawan abadinya ini.
Seperti apa bentuk cinta itu? Ya, tentu saja membiarkan Prabowo sendiri.
Memberi waktu luang yang banyak untuk mengendapkan puisi yang telah ditulis.
Bisa juga meresapi kejombloan Nietzsche yang berkelana menyimpan patah hati
penolakan. Atau sedikit ngambek pada Tuhan lantaran tak kunjung memeluk doanya.
Prabowo punya banyak PR luka yang harus dimanajemen; diurai positif negatifnya
menjadi cahaya.
Pakde juga memberi waktu pada separuh rakyat yang mewek menyesali kekalahan Prabowo.
Mereka diberi waktu untuk bersedih, untuk kemudian diajak—seperti tahun 2014
silam—salam tiga jari. Soal benar-benar bersatu atu tidak itu urusan nanti.
Tiga jari saja dulu. Metal sekali, bukan? Sudah bisa merasakan keluhuran
Jokowi?
Kembali soal Sandiaga yang baru saja kalah judi. Lho, bukannya MK belum beri keputusan?
Ssshhh… ndak usah banyak cingcong, itu cuman soal kentut dua tiga kali dan
beres.
Yang perlu direnungkan serius adalah soal skenario
Sandi benar-benar masuk kabinet. Kalau ini benar, tentu saja ini adalah bentuk
kebaikan presiden kita. Simpel saja dong mikirnya: bangkrut di nol dua, dipersilahkan
dan ditolong untuk masuk kabinet. Mudah, bukan? Kalau memang batal masuk
kabinet, itu kan sudah biasa. Oya,
sekedar bocoran, kalau Sandiaga ternyata hanya di-PHP, lagi-lagi ini adalah
salah satu bentuk kesufian Jokowi yang lain. Hanya belio yang mampu mendidik
rakyat untuk tidak menggantungkan harapan pada manusia. Karena sebaik-baik
tempat menggantungkan harapan adalah Gusti Allah. Nah, apakah penjelasan saya
barusan bisa menenangkan anda bila sewaktu-waktu sufi agung ini tidak tepati
janji kampanye?
Dan untuk Sandiaga, pengusaha muda satu ini perlu
dididik lebih keras agar ke depan tidak salah langkah memilih kawan berjudi.
Sudah tahu Prabowo adalah legenda kalah judi, masih saja pasang taruhan
padanya. Prabowo adalah Tsunade pria dari Indonesia. Terbukti zonk, kan?
Ndi Sandi, lu mamam tuh jengkol
warteg. Anggap aja ini Juni Mob, karena April sudah lewat.
Lebih jauh lagi, bila hembusan kentut soal masuknya
Sandiaga di kabinet ini ternyata hanya pepesan kosong. Justru inilah puncak
kesunyian Mas Joko dan sesuatu yang Subhanallah
sekali. Ini bukti kerelaan dan keberanian Jokowi untuk tampil buruk dan dinilai
plinplan di mata rakyat. Karena sesungguhnya, apa yang belio lakukan adalah
menyadarkan rakyat yang keblinger syirik kecil: menaruh harapan pada manusia. Kang kayu yang sederhana ini tidak tega
hatinya membiarkan rakyat dimurkai Gusti Allah. Kalau sudah begini, saya ingin
menantang para pembencinya. Mana buktinya Jokowi hanya bisa pencitraan saja? Duh,
Jokowi, aku makin sayang sama sampean.
Soal ribut-ribut analisis pakar nol dua yang
mengganggap upaya Jokowi memasukkan Sandiaga ke kabinet hanya upaya menjatuhkan
reputasi nol dua, sekali lagi ini hanya prasangka. Tinggal pinjam jurus sakti
Adian Napitupulu: mana buktinya, jangan asal tuduh, jangan bikin hoax, kasihan
rakyat.
Cape deh nanggepin pakar geblek. Mending nge-es-teh siang-siang
gini.
17 Juni 2019
17 Juni 2019
Citra D. Vresti Trisna
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.