Laman

Selasa, 14 Juni 2011

Reagae: Metode Tulit Lepas Dari Luka

Pagi ini sepi seperti biasanya. Memang pagi di sini tak pernah riuh macam di kota. Tapi aku merasa pagi di kamar ini adalah yang paling teduh dan bisa membuat aku berdecak. Sebab, tidak ada yang lebih indah dan nyaman dibanding yang lain; berderet buku, sebuah kursi rotan tua, gambar-gambar bodoh, meja belajar yang tak pernah nampak rapi, dua buah lukisan karyaku sewaktu SMP; cuma benda-benda ini yang membuat aku tetap merasa aman dari apapun. Tapi aku tau, suatu saat aku mesti pergi untuk bertualang dan mendapatkan kamar baru lagi. Karena meskipun nyaman – tanpa petualangan – aku akan menjadi kerdil.

Akhir-akhir ini aku merasa kesendirian hadir dengan sangat mencekik. Entah mengapa aku jadi merasa sering sendiri. Untung saja malam tadi, si Tulus dan Bajuri menyempatkan datang untuk mengunjungiku di Warung Kletek.

Bajuri harus buru-buru pulang karena dia sudah harus bekerja di sebuah pabrik. Sedangkan Tulus masih sama-sama penganggur berstatus mahasiswa. Jadi hanya Tulus yang menemaniku di sana. Dan cerita selalu mengalir. Seperti malam yang sudah-sudah.
Kali ini ‘dahak kehidupan’ itu menemui saingannya, si juned, pacar si Rosa. Mungkin dia agak sedikit shock dengan keberadaan Juned.

“Untung tadi ramai, kalau tidak…” tukasnya.

Hahaha… Menarik. Kisah cinta panjangnya harus di serahkan di penaku. Kupaksa dia menyatakan cinta, tapi setelah dia mau, ia malah menyerahkan nasib cintanya pada sajakku. Alhasil, aku begadang semalaman untuk menjadi dirinya dan membayangkan kisah cintanya yang gelap. Maka jadilah sepotong ‘yang bolehlah’ disebut sajak.

Tapi semua tak berjalan dengan lancar. Si Rosa, perempuan beruntung itu, menolak si Tulus dengan cara yang teramat sadis. Sebuah senyuman dan kata maaf menjadi ganjaran setimpal atas cintanya selama lima tahun. Dimana yang salah, pikirku?

Kalau sudah seperti ini, siapa yang patut disalahkan? Sudahlah…

(Semoga pemuda berbadan legam dengan mata osin bisa melupakan kejadian itu. Amin)

*
Tanggal 16, orang-orang ramai membicarakan Tony Q yang hendak main di Surabaya. Tentu si Tulit tidak akan menyia-nyiakan momen penting itu. “Dosa besar” katanya, kalau melewatkan acara itu. Tapi apa harus dosa seperti itu, dan apa semua itu begitu penting. Tapi kalau sudah namanya suka, apapun tak akan bisa di logika. Namun, yang harus di catat adalah: kekaguman selalu melahirkan sebuah sikap menuhankan.

Seperti yang sudah pernah ku katakan pada seluruh penghuni UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Spirit Mahasiswa: bahwa kita akan hancur karena telah mempercayai banyak Tuhan; dan kita pun akan mati bersama tuhan-tuhan rekaan kita.

Tapi dalam hal ini aku tidak terlalu ambil pusing. Biarkan saudaraku itu bahagia dengan kegembiraan acara reagae tanggal 16 mendatang. Sebab aku tau hatinya letih. Dia memang buruh penyegaran agar ia tak buru-buru gantung diri. Sebab, tidak ada lawan ngopi se-asik pria berambut kribo itu.

Pagi tiba. Semoga ini hari akan indah untuk kami berdua. Untuk orang yang letih dengan kepahitan. Duh Gusti, mengapa aku masih belum mengantuk.

Citra D. Vresti Trisna

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.