Laman

Kamis, 11 Oktober 2012

Cuma Urusan Senyum


         

             -buat W.C

Kalau kau belum bisa menertawai dirimu sendiri, berarti kau belum lewati fase “gila”, belum serius menjalani hidup.

Hidup adalah soal memberi definisi pada apa yang terjadi. Memberi makna pada apa yang terhidang di meja makan nasib. Mungkin bagi orang-orang biasa macam saya, kesanggupan terakhir adalah untuk bisa terus tertawa, meskipun memaksa, dan mencoba tersenyum ala kadarnya. Sebab, kalau tersenyum adalah perkara menunggu arus hidup mereda, derita habis kikis, aku tak akan kenal apa itu tawa.
Hidup adalah urusan kita dewasa menghadapi persinggungan-persinggungan. Menghadapi interaksi antar satu sama lain yang hampir mustahil dihindari. Sehingga antara satu sama lain sudah pasti berhubungan. Misal dalam satu lift, kamu kentut, dan bisa kupastikan membuat setiap orang yang berada dalam lift itu menebarkan pandang yang saling curiga. Juga perkara senyum dan tertawa.
Setiap kali saya sedang sedih sendiri di warung kopi, dan setiap kali saya melihat ada orang tertawa ngakak, saya selalu berpikir: apa mereka sedang tak ada masalah sehingga bisa tertawa sebegitu overdosis? Siapa yang tau bila ternyata mereka yang sedang tertawa itu baru saja ditinggal istrinya kawin dengan orang lain? Siapa yang tau bila ia baru seminggu yang lalu ia ditinggal bapak ibunya meninggal? Siapa yang tau bila lima menit yang lalu kucingnya baru saja mati dilindas truk sampah?
Di waktu-waktu seperti itu aku jadi berpikir ulang: mengapa saya harus sedih? Bukankah benturan dan sadisnya hidup tak akan berhenti untuk menggilas. Mungkin benar apa yang dikatakan Andrea Hirata dalam tetraloginya: kalau kau bersedih, kau hanya akan sedih sendiri.  Kesedihan akan selalu ada, tapi pastikan kembali apa kita perlu meratap-ratap seakan-akan esok rumah-rumah gila bakal ditutup. Seakan esok matahari tidak lagi terbit.
Pak Lek Bro, kowe hanya perlu sedikit saja tertawa. Bahan-bahanya bisa dimulai dari apa yang ada di sekitarmu, sekitar kita. Misalnya tentang aku dan Dono yang masih saja membusuk di kampus. Misalkan tentang Saipul yang tidak bisa tidur kalau tidak menyelipkan tangannya ke selakangan. Atau tentang rambut bapaknya Lisa yang rontok hingga membentuk lapangan golf di belakang kepalanya, namun tetap bersikukuh bila dia itu gondrong, cool dan macho. Atau bahanya kau comot dari kehidupan pribadimu, soal kau yang masa kecilnya pernah membuang anak kucing dalam sumur, atau....
Kau hanya perlu memaafkan... Kau hanya perlu sadar “mengulang kesalahan itu enak”, sehingga orang lain akan terus saja mudah menyalahi kita... Kau hanya perlu ingat joget ngebor di karaoke kelas tukang becak di wonokromo itu enak... Kau hanya perlu membenamkan gengsi dan berbahagia bersama para guru kehidupan—mereka yang papa dan berserak di sepanjang malam.
Oya, ada yang kelewat. Si F, kawan kita SMA batal kawin dengan tunangannya. Gak tau kenapa. Mungkin ini giliranmu mbribik...

Citra D. Vresti Trisna 

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.