Laman

Selasa, 06 Agustus 2013

#3 Kenangan Kondom untuk "R"



Kenangan itu jahat. Ia memelintir kesanggupan untuk berani melihat hari ini.

Jagoan mana bisa tetap berdiri tegak bila musuhnya adalah kenangan? Sebelum melawan itu semua, saya yakin, si jagoan akan meluangkan waktu beberapa detik untuk ‘menangis’, merasakan sejuk angin mengipas tubuhnya dan merayakan melankolika masa silam.

Apa itu kenangan? Apa ia berbeda dari sejarah dan ingatan?

Sejarah secara umum boleh diartikan sesuatu yang telah lewat; -- terjadi; asal usul sesuatu. Ia memiliki environment  yang lebih luas dan kompleks ketimbang kenangan. Sedangkan kenangan lebih pada proses dalam mengingat karena sebuah sejarah itu (mungkin) membekas dalam memori. Lalu pengalaman adalah proses pengambilan hikmah dari apa yang telah terjadi sehingga kita bisa menyimpulkan dan mempengaruhi proses pengambilan sikap hari ini. Dan ingatan lebih pada prosesnya; berkas; potongan-potongan kejadian yang berhasil kita rekam.

Antara sejarah dan kenangan sebenarnya tidak memiliki beda yang teramat jauh. Hanya pada wilayah mana kita meletakkan konteks kalimatnya saja. Menurutku, kenangan itu tidak beda-beda jauh dengan bedil polisi, namun sama-sama bisa merobohkan. Kalau bedil hampir selalu berhasil merobohkan maling kutang dalam sekali dooor. Juga kenangan—bukan hanya pada maling kutang—Si Anas Urbaningrum (maling gebleg) juga akan lumpuh dan merasa sentimentil bila ingat pacar pertamanya di SMA. Mungkin ia ingat saat melontarkan gombalan ke pacarnya dan mengajak membangun rumah tangga tanpa duit korupsi. Kenangan adalah salah hal yang membuatmu berpikir ulang untuk tidak sembarangan mencatat sejarahmu hari ini.

Kenangan! Ya, ia seperti serum jahat dari Prof Paijo yang membuat orang seluruh kota jadi lumpuh dan buta akan masa kini #ngawur. Kenangan membuat seorang remaja memerlukan diri menangis sesegukan di kamar mandi. Sebegitu jahat kenangan itu, hingga sebegitu mudahnya menciptakan kanalisasi perasaan dalam penerimaan masa kini. Maka ungkapan ‘saat ini adalah kenyataan’ hanya sebatas angin lalu bila kenangan sudah berbicara. Karena kenangan adalah sebentuk melankolika romantisme membesar-besarkan masa lalu tanpa pernah berpikir: hari ini kita akan melakukan apa?

Ok, baiklah, tuan kenangan. Saya tidak akan menafikan kedigdayaanmu mempengaruhi hidup seseorang. Saya pun pernah keblinger dengan kenangan hingga dalam kurun waktu lima tahun saya habiskan untuk menjadi zombie pengarang puisi cinta yang rodok mesum. Meski saya juga punya kenangan-kenangan manis bersama sahabat, kekasih dan keluarga. Dan terus terang, semua itu membuat saya tak bisa menerima apa yang terjadi hari ini. Yang mungkin kalian tunggu-tunggu soal ‘kenangan membuat kita lebih bijaksana dan lebih arif di masa mendatang’. Ya, itu benar! Tapi, seganas apapun ganja yang membuat orang lupa diri, ia tetap bisa jadi bumbu penyedap. #anggernjeplak. Namun, dengan ungkapan, ‘sejarah pasti berulang’, belajar dari masa silam hanya menjadi sesuatu yang delusif.

Menurutku, belajar dari pengalaman; sejarah, ibarat sebuah proses desalinasi air laut. Memang membuat air laut jadi tawar bukan hal yang mustahil. Kenangan; sejarah, tidak pernah berdiri sendiri karena ada kompleksitas yang menyertainya dan membuat sejarah; kenangan; pengalaman itu tidak sesimpel yang kita banyangkan. Ya, mungkin kita bisa membuat beberapa petak air laut menjadi tawar, tapi tidak mungkin untuk membuat lautan jadi tawar. Seperti ada selubung gelap yang menyertai masa silam dan punya misterinya sendiri untuk kembali terjadi di masa mendatang.

Seperti halnya kenangan, ia bisa membuat kita memacu diri untuk menjadikannya pengalaman berharga dan tak membuat kesalahan di satu momen. Tapi, ya, sebatas itu saja. Lain tidak. Berulangnya sejarah secara global akan kembali lagi dalam siklusnya. Atau bolehlah kita beri nama takdir?

Hmmm, saya yakin kalau anda dibesarkan di universitas, anda pasti jengkel dengan kata takdir. Sebab, takdir selalu membuat segala hal yang bisa diperdebatkan jadi mandek. Tapi, saya sedang tidak memusingkan intelektual overdosis. Kebetulan akhir-akhir ini saya sedang bosan berdebat soal teori dan segala taik kucingnya, memperdebatkan hukum yang wantah.

Di tengah menulis catatan ini, saya jadi berpikir: mengapa saya jadi begitu sentimentil dengan kenangan. Saya ingat, hal ini karena beberapa saya bertemu kawan lama (sebut saja dia kondom: panggilan akrab yang sebenarnya) yang tanpa sengaja terjebak curcol dengan saya. Ternyata, dibalik kemembleannya, dia adalah seorang yang romantik melankolik masokistik alkoholik. Tak usah saya ceritakan bagaimana detilnya, yang jelas si kondom ini menunggu kekasih yang tidak memutuskannya selama tiga tahun. Tapi, dalam rentang waktu itu, kekasihnya menjalin hubungan serius dengan orang lain dengan alasan biar dia fresh lagi. Kondom pun menerima asalkan suatu saat si Mbak R ini kembali ke pelukan kondom. Dalam hal ini, apakah si kondom ini terlalu lugu-lugu-goblog, atau teramat cinta. #mengelusdada

Setelah aku tanya alasan mengapa dia menunggu selama itu, dia menjawab singkat: kenangan. Tapi yang membuat aku terpukul adalah kata-katanya yang ini: “Seng mbiyen-mbiyen tau tak lakoni bareng pas jek pacaran iku, cit, seng mbarai aku gelem ngenteni dek e. Senajan yo arek e tak enteni suwe tapi jebule arek e rabi karo wong liyo. Duh, ancur aku, cit...(yang dulu-dulu pernah dilakukan bersama sewaktu masih pacaran, cit, yang membuat aku mau menunggu dia. Meskipun dia tak tunggu lama tapi ternyata dia menikah dengan orang lain. Duh, hancur aku, cit...)”

Kondom adalah sosok kawan yang dalam bahasa keseharianku disawat taek, jembret. Atau orang yang tak pernah ba bi bu kalau diledek. Ia hanya menggerutu dan memonyongkan mulutnya. Meski pun dia tak pernah marah bila kita terlalu kelewat batas berguraunya. Dan yang membuat dadaku tersayat adalah, ketika kekasihnya memintamaaf padanya, ia hanya tersenyum dan berkata: Silahkan, dijaga baik-baik masnya, jangan ditinggal-tinggal kaya aku, ya. Waktu itu pacarnya menangis dan memeluk kondom. Setelah malam itu, kondom tak pernah lagi mendengar kabar kekasihnya selama beberapa bulan sampai sebuah undangan tiba di rumahnya. Baru saat itu kondom menangis.

Aku membayangkan, apa ketika kondom menerima undangan pernikahan kekasihnya, ia juga memonyong-monyongkan bibirnya seperti ketika aku menggoda kelewat batas? Kini kekasihnya melukai batinnya kelewat batas, tapi apa dia juga menggerutu seperti biasanya? Apa kondom tidak marah seperti biasanya?

Pertama aku mengenal kondom, ia hanya lelaki yang tak banyak tingkah. Tapi, hidup selalu merubah banyak hal. Dan mungkin kali ini kenangan yang merubah kondom hingga jadi seorang pemabuk. Ya, dia menunggu kekasihnya kembali sembari mabuk setiap harinya. Diperkuatnya ingatan tentang kekasihnya. Segala yang manis baginya dan dirasakannya ia memeluk kekasihnya seperti dulu. Setiap ia ingin menangis, ia selalu menenggak jemblung lekas-lekas. Baginya, menangis itu cemen dan bukan lelaki. Tapi, ndom, untuk luka seperti yang kau alami sekarang ini pernah juga kurasakan. Aku mengerti bagaimana rasanya. Namun, kau yang paling mengerti harus bagaimana.

Kenangan yang dibiarkan hidup membuat kondom terus hidup dan bertahan dari luka batinnya. Mungkin di masa-masa penantiannya, bayangan R yang sedang memadu kasih dengan orang lain muncul dan menyiksanya. Kondom adalah seorang jenius dalam bidang ponsel. Sebobrok apapun ponsel bisa ia perbaiki asal tidak digilas trailer. Dulu ia punya konter di plasa marina, dan perlahan seiring kepergian kekasihnya, untungnya pun habis untuk minum. Ketika tak cukup, ia jual barang lain dengan harga serendah-rendahnya. Karena dagangannya habis, ia gulung tikar dan kini membantu tetangganya jadi kuli bangunan.

Setiap harinya, kondom hanya hidup dengan kenangan-kenangannya yang membuatnya merasa kuat di satu sisi tapi remuk di sisi lainnya. Mungkin orang lain hanya akan menganggap kedunguan masa muda atau orang yang labil dan tak siap menerima kenyataan. Tapi, bagiku tidak cukup seperti itu. Setiap orang punya kesunyiannya masing-masing. Cinta satu orang dengan orang lainnya berbeda-beda. Mungkin aku pribadi bisa bangkit dari keterpurukan patah hati karena ketika kekasihku pergi, akan banyak orang lain yang menunggu. Tapi, kondom hanya punya kesabaran dan sebungkus setia yang tak sesimpel orang kira.

Kondom pun bukan satu-satunya yang mengalami masalah seperti ini. Tapi mungkin para pembaca tak peduli karena tak kenal dengannya. Tunggulah sampai kawan dekat, saudara, dan orang terdekat anda terpuruk macam kondom dan baru kalian merasakan. Tapi semoga orang terdekat anda tak mengalami.

Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk patah hati lalu terpuruk. Banyak hal yang mungkin bisa dilakukan selama rentang waktu itu. Namun, demi kenangan kondom mau menunggu. Hal terberat yang menjadi beban kondom hanya satu: orang tuanya sudah terlanjur suka dengan R. Kenangan dikenalkannya R dengan orang tua kondom adalah satu alasan kondom tak berani melihat hari ini.

Ndom, sekarang kalau kau ingin menangis, maka menangislah. Selagi bisa, selagi sempat.
Dalam diam aku berpikir: alkohol yang jadi pelarianmu akan membunuhmu pelan-pelan. Kalau besok kau harus mati, kau mati karena apa: alkohol atau kenangan?
  
cdv_t
Rumah Lalat, 6 Agustus 2013


Baca Juga: #2 Doa Para Bandit

2 komentar:

Zulfikar mengatakan...

yaa baguss

Zulfikar mengatakan...

cit... aku udah ada bikin link banner
kodenya ada di sini
http://elfaqar.blogspot.com/2013/08/tukeran-link.html

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.