Aku menunggu malam tiba. Kebahagiaan mendesir yang kupikir akan datang
seperti kejutan ulang tahun, tapi nihil. Tetap sepi. Kata-kata menderu dan
seperti mendengung di kuping lalu membuat persoalan baru: rasa benci yang entah
pada siapa.
Ah Tuhan, kau tentu mengerti bila hari ini akan datang benci; seperti
biasanya. Seperti sejarah perih yang selalu datang tanpa bisa ditawar nanti.
Keparat macam apa yang membuatku demam
Seperti rasa lengang ketika oplosan ditenggak
Lalu mati, tanpa sisa, tanpa penjelasan
Dan koran akan senang dengan hal itu
Hari ini, banyak ”semoga” di
kepalaku. Dan yang terpenting dari itu semua adalah agar aku tidak menyesal
pada banjir yang Kau beri. Karena menemukan tentu sangat manis, dan pahit
memang tidak bisa ditawar. Ia ada dan harus ada.
**
Aku mulai
minum teh sekarang. Mulai mengurangi kopi meski tak yakin bila di Surabaya aku
bisa tahan dengan teh. Entahlah, tawar sekali rasanya. Ah, jadi ingat Cak To.
Apa kabar dia sekarang? Aku rindu ke warungnya pagi-pagi. Menyeruput teh tawar
dan mencoba mengalahkannya main catur.
Dan ketika sepi tiba, hal semacam
itu rasanya jadi sangat prinsipil. Aku harus belajar dan melupakan banyak hal
tidak prinsipil dan membuatku seperti terserang mabuk laut.
Selamat
malam
Sampang, 27 Januari 2014
Cdv_t
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.