Mereka mulai saling melupakan satu sama lain. Benar-benar
lupa meski andai saja keduanya bertemu, tentu masih ada sisa air mata. Ya,
melupakan adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan kenangan. Sedangkan kenangan
adalah berandalan paling jahat ketimbang keberingasan lelaki; dari menyerahnya
perempuan pada sesuap kepentingan politik taik kucing; dari dungunya lelaki
yang berpikir cinta bisa didapat dari sekedar pajero dan rupiah.
Meski terkadang aku ragu. Begitu mudahnya seseorang
melupakan, atau mungkin aku saja yang tertipu: bila sebenarnya senyum dan
sejuta kata sayang bukan berarti cinta. Bukankah sejak jaman budak bercelana
dalam kresek, masalah selalu muncul karena manusia itu memiliki muka yang
berlapis-lapis. Sehingga kedunguan paling megah adalah bila kita percaya pada
media sosial semacam facebook, twitter,
dll. Media sosial adalah alat untuk kita menipu publik yang payah. Ia tak pernah
bicara apapun kecuali untuk makanan pertama manusia jaman celana dalam kain:
eksistensi.
Jadi ketika di media sosial, keduanya (seperti)
saling melupakan; keduanya bercinta-cintaan; apakah keduanya benar-benar saling
melupakan?
Saya percaya manusia di jaman kutang modern dengan hiasan
renda-renda ini begitu sadis. Menukar kesetiaan dan cinta demi mas kawin yang
sedikit layak untuk dipamerkan. Menukar kenangan dengan cara membiarkan orang
lain merogoh kutang kita dengan sugesti: aku cinta dia; sayang dia; dia
suamiku; atas nama agama demi masa tua yang lebih baik untuk bapak ibu. Sejak kapan
tuhan bisa dibohongi? Ya, pelacuran suci atas nama agama memang real. Ia nyata karena hidup di sekitar
kita. Dan untuk membuatnya jadi berbau syariah, maka ada konsep taaruf, tapi
mengobral kepornoan yang kekanak-kanakan.
Sungguh
megah hiburan yang kau beri, Tuhan.
Aku pernah dibuat habis beberapa batang rokok karena
memikirkan kebenaran kata-kata ini: wanita (aku katakan wanita karena dia
menyerah,pen) akan selalu mencemburui masa depan pasangannya, sedangkan pria
akan selalu mencemburui masa lalu pasangannya. Apa itu benar? Sampai sekarang
saya masih gamang.
Tapi, hal menarik dari pria adalah caranya
menyalakan dendam atas nama kenangan masa lalu. Banyak hal yang akan dituntut
ketika mengetahui masa lalu pasangannya terenggut. Soal apa yang terenggut itu
macam-macam: ya cinta, ya sayang, ya waktu, ya perhatian, ya keperawanan (dari
keperawanan kencur, sampai beneran), ya lain-lain.
Hmmm, tidak ada yang lebih beringas ketimbang
seseorang lelaki yang tau bila calonnya telah terenggut. Dia akan kalap dan
setengah mati memelihara dendamnya untuk menuntut sesuatu yang lebih; meminta
sesuatu yang pernah diberikan pada masa lalunya. Seperti seks, misalnya. Seperti
perhatian, seperti harga diri, misalnya.
Phalus memang unik karena ia memiliki api. Tapi, di
satu sisi ia juga ringkih karena harga diri. Lebih baik lelaki mati ditikam
badik, ketimbang kalah harga diri. Sehingga saya sangat memaklumi bagaimana
kecemburuan orang madura. Mereka lebih baik mati ketimbang kalah harga diri. Tapi
apa hidup sesimpel itu?
Kalau orang madura kuno, kekasih direbut = carok. Sedangkan
carok hanya punya dua kemungkinan: hidup atau mati. Tapi, untuk kawanku (pria
yang kalah nasib, kalah brewok, kalah tebal dompetnya) ini adalah seseorang
yang konservatif jawa. Ia menyimpan dendamnya di belakang gelungan rambutnya
yang gimbal. Senyum dalam muka boros yang dipaksakan dan selalu berusaha
membohongiku meski harus menjadi munafik.
Saya
ini juga lelaki mas bro. Jangan menipu saya. Dan saya juga tau, si brewok itu
masih hidup karena hukuman untuk kasus pembunuhan berencana itu berat. Jadi sekarang
dia tetap hidup. Bohong kalau kau bilang segala taik kucing: cinta itu
pembebasan.
Perempuan juga unik. Ia hanya bisa menangis (Cuma perempuan
yang saya maksud saja) meski ia tau, tangisnya tak akan merubah apapun. Meski tangisnya
tak akan membuatnya beranjak untuk nekat dan bersikap lebih keras dengan kawin
lari. Saya tau masalahnya mungkin tidak sesimpel itu. Tapi, saya sebagai
pengamat, saya hanya bisa berkata: kamu perempuan yang simpel, karena sudah
banyak perempuan dengan nasib yang sama; melakukan cara yang sama; tangis yang
sama; dan pada akhirnya digagahi dengan sepenuh dendam, eh, maksud saya sepenuh
hati.
Tapi, mungkin di situlah kejeniusan wanita. Ketika ia
tau, lelaki tak kuat dengan perempuan yang menangis maka menangislah ia. Merajuklah
dia. Memelaslah dia. Tapi, di suatu hari ketika anaknya lahir, dia sok
mengajari cinta pada anaknya.
Padahal (mungkin) bocah tadi lahir dari cinta yang
KW 2. Tapi dimana-mana ceritanya memang seperti itu. Sehingga saya tidak
menyalahkan FTV dan film india a la Ram
Punjabi. Mungkin di sekitar sutradara film itu juga hidup manusia-manusia
semacam ini. Mungkin puncak kebosanannya pada keputusasaan dan ketakutan
menghadapi kenyataan menginspirasinya melahirkan film yang sangat waw.
***
Kawanku mungkin sedang tersesat diantara ribuan
diskusi intelektual muda over dosis. Di antara orang tua yang terjerat pseudo history. Tapi, saya tau dia
bosan. Tapi ia tak punya pilihan lain. Seperti kata-katanya padaku, ”Rasa sakit
ini menusuk setiap lima belas menit.”
Jadi apa benar hati dan pikirannya ada dalam diskusi
itu? Tapi, yang aku bangga dari dia adalah kemampuannya membohongi publik. Dengan
muka khasnya yang seakan-akan, ”Semua baik-baik saja.” Dia tidak mungkin
berbohong karena saya pernah melihatnya bercerita sambil menangis.
Kau
adalah kawanku yang baik. Kau sepertinya tidak pantas untuk mengikuti dirinya
dalam ekslusifitas kelompok-kelompok ekslusif yang menjawab tantangan
modernitas. Apa kamu tau, bila di sekitar kita banyak konsorsium mbambung yang
butuh petuah dan tutorial bertahan dari rasa lapar.
--
Perempuan itu mungkin sedang menyelesaikan apa yang
dia yakini. Memainkan peran sebisanya sebagai akibat dari kelemahannya berkata ”tidak”
pada ilusi-ilusi hidup. Dan sebagai orang yang pernah mengenalnya, aku
sebenarnya ingin bertanya: mengapa kalian pisah? Sebenarnya kalian cocok karena
sama-sama masokis. Yang satu masokis karena iseng-iseng nyobain susah. Satu lagi masokis karena terjerumus dalam lubang dan
evoria yang sama dan tak kunjung mengambil pelajaran.
Percayalah, sebagai orang yang pernah mengenalmu,
aku tidak akan mendoakanmu yang buruk-buruk. Aku hanya akan bilang: pelajaran
itu akan datang setelah dendam lelakimu dituntaskan di babak akhir pergulatan.
Saranku, cukupkan kedunguanmu dengan tidak
mengorbankan anak-anakmu nanti. Kau akan sangat lonte ketika menjual anakmu demi masa tua pada selembar uang gambar
sudirman.
Kepada si brewok, saya ucapkan selamat. Tapi saya
punya pertanyaan buatmu: kalau kau disekolahkan tinggi-tinggi tapi bodoh,
sebaiknya kau keluar rumah dan ke warung kopi. Mungkin karena tubuhmu belum
pernah kena racun nikotin, kafein hingga kau jadi terlalu dungu untuk sekedar
memaknai pada apa yang tampak.
Kalau kau adalah orang yang oportunis, sebaiknya kau
pikirkan hal ini: kalau hanya mampu beli badannya, sebaiknya kau bersedekah di
kremil. Uangmu lebih bermanfaat di sana.
Bro, dendam lelaki itu tak akan pernah tuntas. Suatu
saat kau akan mengerti, dendammu tak akan bisa kau bayar dengan apa yang kau
dapat sekarang. Kau tau mengapa orang dulu suka membuat prasasti? Ya, mereka
tau betapa membuat sejarah itu teramat prinsipil bagi lelaki yang menang.
Kepada er,
Di kesunyian trowulan, kau pernah mengenalkanku pada
sebuah lagu. Kira-kira begini: sepagi ini
sarapan api.
Entah mengapa aku bisa begitu kesumat dibakar dendam
seperti ini. Apa kita memang benar-benar seperti apa yang ada di dalam naskah Soni
Farid M, kita sama-sama tua dan besar di
dalam penjara.
Apa penjara itu kesialan dan tengiknya hidup dan
perjalanan-perjalanan kita. Ya, er, persahabatan di dalam penjara itu seperti
dendam: sampai mati, sampai ke tulang.
Sore ini aku meluncur ke Trowulan. Kita dengarkan
lirik itu sekali lagi, di tempat yang sama, pada waktu yang sama. Lalu kita
berdoa untuk apa saja yang kelak mengukir senyum kita.
Selamat siang
Cdv_t
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.