Laman

Minggu, 03 April 2011

Tuhan Baru


Agama adalah sejenis racun jiwa, dimana budak-budak kapitalisme membenamkan nurani mereka untuk kehidupan yang layak.
(Vladimir Ilyich Ulyanov)
Agama adalah madat masyarakat.
(Karl Marx)

Tepat! Tidak ada kata lain untuk sejumlah pernyataan Lenin dan Marx. Komposisi dari kata per kata serasa begitu pas bila menjawab tentang keadaan di sini. Kampung ini. Bangkalan Madura tepatnya.
Sesuai dengan dampaknya, agama merupakan sebuah potensi yang menjanjikan bila ia diyakini pada sebuah masyarakat yang kesadaran dan budaya kritisnya rendah. Sehingga kebusukan model apapun yang berkenaan dengan agama, akan terlegitimasi dengan sangat baik. Melalui tokoh-tokoh agama yang ada, agama memiliki pengaruh dan kredibilitas yang tinggi, karena dianggap dapat menghubungkan masyarakat kepada mitos-mitos surga. Sehingga apapun yang didalilkan tokoh-tokoh agama yang ada, umumnya islam, yang dilabeli atas nama agama dan ketaatan pada ulama, akan langsung mendapatkan persetujuan masyarakat.
Fanatisme masyarakat kepada ulama Bangkalan membuat segala cela dan penyimpangan, terutama penghisapan atas tanah akan terkamuflase oleh kebohongan yang berlandaskan agama. Sehingga atas nama kepentingan, oknum-oknum ulama di Bangkalan sangat mudah melakukan pembodohan kepada masyarakat. Boleh jadi oknum ulama-ulama Bangkalan tidak pernah merestui adanya masyarakat memiliki pola pikir kritis. Hal ini akan menjadi ancaman serius bagi oknum ulama tertentu, karena posisi mereka dimata masyarakat akan terancam.
Logikanya, ketika daya kritis masyarakat telah tinggi, penghisapan-penghisapan yang berdalih agama tidak lagi bisa dilakukan. Sebab masyarakat yang telah sadar akan penghisapan para oknum ulama, akan melakukan pergerakan untuk melawan. Sehingga para oknum ulama bersama pemerintah daerah akan saling bahu membahu untuk menyelenggarakan situasi agar rakyat jangan banyak bicara dulu dan nurut-nurut saja. Beberapa poin penting yang harus di catat adalah, bila semua proyek pembodohan itu didanai dengan sangat mahal oleh tokoh ulama dan pemerintah, karena  mereka harus mengeluarkan uang untuk menyewa blater-blater  sebagai tonggak terdepan ulama dan penguasa melakukan penghisapan pada masyarakat. Dan yang terpenting adalah sosialisasi rasa takut masyarakat kepada keduanya.
Tentu hal ini bukan merupakan harapan kita sebagai umat beragama. Kalaupun ada, persoalan ini hanya kesalahan dari penerjemahan masyarakat atas hukum-hukum agama dan pemanfaatan rendahnya kesadaran logis masyarakat terhadap penerapan fungsi dan hukum-hukum agama. Apa yang menjadi dasar pembenaran dan argumen untuk proses pembodohan sangat jauh dari ketentuan-ketentuan agama. Inilah letak kesalahan mendasar dari pemahaman Islam. Hukum-hukum Islam bukan berarti islam itu sendiri. Semuanya perlu ditelisik, karena kemungkinan kesalahan dari hasil pemikiran manusia semata, yang dalam hal ini ulama.
Ulama harus menjalankan fungsinya menjadi pencerah, dan tidak lantas memitoskan dirinya menjadi sosok yang ingin dikeramatkan orang. Kalau orientasi dari seorang pencerah hanya untuk menjadi mitos yang dikeramatkan, mengapa tidak lantas menjadi Tuhan baru bagi masyarakat?
Bagaimanapun masyarakat harus segera tahu dan melakukan pembedaan antara yang menjadi kewajiban beragama dan pembodohan atas nama agama. Konsep madat bagi agama bisa dibenarkan bila masyarakat tidak bisa membedakan pembodohan atas nama agama atau perintah agama. Karena agama itu harus murni dari pembodohan struktural yang menjadi produk pemenangan kepentingan pribadi dan golongan. Dengan kata lain, pembodohan tidak sebangun dengan keberadaan agama. Status sosial yang tinggi tidak selayaknya dijadikan ajang untuk mencari kesempatan dan lahan basah dalam mencari penghidupan.
Kalau persoalan agama dianggap sebagai sebuah pekerjaan rumah yang belum selesai, harusnya persoalan dan hukum-hukum agama disampaikan apa adanya dan tidak mengambil peluang dari hukum-hukum agama untuk memperkaya diri. Dan yang tidak kalah penting adalah upaya pemerintah pusat melalui jajaran kementrian agama untuk mengambil sikap yang tegas kepada oknum ulama yang semacam ini. Disamping itu lembaga pendidikan harus lebih serius dalam menyikapi persoalan pendidikan yang ada di Bangkalan.

Citra D Vresti Trisna
Bangkalan 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memaki, kritik, saran. Bebas ngomong.